Ankara, MINA – Volume perdagangan senjata internasional pada 2018-2022 mengalami kontraksi sebesar 5,1% dari periode lima tahun sebelumnya, menurut laporan yang dirilis Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI). Senin (13/3).
Lima pengekspor senjata terbesar adalah AS, Rusia, Prancis, China, dan Jerman, dengan pangsa 76% ekspor global dari 2018 hingga 2022, Anadolu melaporkan.
Terhitung 40% dari total global pada periode itu, ekspor senjata AS melonjak 14% dari 2013-2017. Sebanyak 41% ekspor senjata AS pergi ke Timur Tengah, turun dari 49% dari periode sebelumnya.
Ekspor senjata Rusia, sementara itu, anjlok 31% pada 2018-2022 dibandingkan setengah dekade sebelumnya.
Baca Juga: [POPULER MINA] Runtuhnya Bashar Assad dan Perebutan Wilayah Suriah oleh Israel
India, dengan pangsa 31%, adalah penerima senjata Rusia terbesar, diikuti China dengan 23% dan Mesir 9,3%.
Ekspor Rusia ke India turun 37% antara dua periode lima tahun, sementara ekspor Rusia melonjak 39% ke China dan 44% ke Mesir.
“Namun, Rusia tidak melakukan pengiriman ke Mesir pada 2021-2022 dan volume pengiriman ke China pada 2020-2022 jauh lebih rendah daripada 2018-2019,” katanya.
Laporan tersebut memproyeksikan penurunan lebih lanjut dalam ekspor senjata Rusia karena perang yang sedang berlangsung di Ukraina, sekarang di tahun kedua, karena negara tersebut kemungkinan akan memprioritaskan produksi senjata untuk militernya sendiri.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
“Sanksi multilateral, termasuk pembatasan perdagangan luas, yang dikenakan pada Rusia, ditambah dengan tekanan dari AS dan sekutunya pada negara-negara untuk tidak memperoleh senjata Rusia, juga akan menghambat upayanya untuk mengekspor senjata,” tambah laporan itu.
Ekspor senjata Prancis melonjak sebesar 44% selama periode ini, dengan hampir sepertiga dari peningkatan ini masuk ke India. Negara ini juga memperluas pangsanya dalam ekspor senjata global menjadi 11% dari lima tahun sebelumnya sebesar 7,1%.
Ekspor dari China, sementara itu, berkurang 23% dan dari Jerman sebesar 35%.
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
India terus menjadi importir senjata utama dunia pada 2018-2022, terutama karena ketegangan dengan tetangga utaranya, Pakistan dan China.
Pangsa India dalam impor senjata global selama lima tahun terakhir merosot menjadi 11%, turun dari 12% pada 2013-2017, terhambat oleh proses pengadaan senjata yang lambat dan kompleks, bersama upayanya mendiversifikasi pemasok dan mengganti impor dengan desain dan produksi domestik.
Meskipun terjadi penurunan ekspor Rusia, posisinya tetap dipertahankan sebagai pemasok terbesar India, meskipun bagiannya dalam total impor New Delhi turun dari 64% menjadi 45% antara dua periode lima tahun.
Setelah India, Arab Saudi (9,6%), Qatar (6,4%), Australia (4,7%), dan China (4,6%) memiliki pangsa terbesar dalam impor senjata global.
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza
Negara-negara Eropa, sementara itu, meningkatkan pembelian senjata asing sebesar 47% pada 2018-2022, dengan pembelian senjata asing oleh anggota NATO di benua itu melonjak 65%.
Pengimpor senjata terbesar Eropa pada periode itu adalah Inggris, yang juga merupakan importir terbesar ke-13 di dunia, diikuti oleh Ukraina dan Norwegia.
AS menyediakan 56% dari impor senjata Eropa, sementara Rusia memasok 5,8%, terutama ke Belarusia. Sementara itu, Jerman menjual 5,1% dari total impor senjata sesama negara Eropa.
Ukraina adalah importir senjata terbesar ketiga tahun lalu, karena AS dan banyak negara Eropa mengirim bantuan militer dalam jumlah besar ke negara itu di tengah perangnya dengan Rusia.
Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata
Banyak senjata yang dipasok pada tahun 2022 adalah barang bekas dari stok yang ada, termasuk 228 artileri dan sekitar 5.000 roket artileri berpemandu dari AS, 280 tank dari Polandia, dan lebih dari 7.000 rudal anti-tank dari Inggris, kata SIPRI.
Di luar Eropa, impor senjata anjlok hingga 40% di Afrika, sementara totalnya turun 21% di Amerika, 8,8% di Timur Tengah, dan 7,5% di seluruh Asia. Terjadi peningkatan di Asia Timur di tengah geopolitik ketegangan dengan China dan Korea Utara, kata laporan itu.
Di wilayah tersebut, tingkat kenaikan terbesar, 171%, didaftarkan oleh Jepang, diikuti Korea Selatan sebesar 61%. Pemasok utama ke negara-negara ini adalah AS. (T/R7/P2)
Baca Juga: Presiden Venezuela: Bungkamnya PBB terhadap Gaza adalah Konspirasi dan Pengecut
Mi’raj News Agency (MINA)