Bangkok-Thailand-300x195.jpg" alt="Pemimpin Junta Jenderal Prayuth Chan-ocha" width="300" height="195" /> Pemimpin Junta Jenderal Prayuth Chan-ocha
Bangkok, 10 Ramadhan, 1435/9 Juli 2014 (MINA) – Pemerintah militer Thailand menganggap perdamaian di wilayah selatan negara itu yang mayoritas penduduknya Muslim menjadi prioritas nasional mendesak untuk diselesaikan.
“Kami akan menghidupkan kembali pembicaraan yang bertujuan untuk membawa perdamaian ke provinsi Pattani, Yala dan Narathiwat,” kata Pemimpin Junta Jenderal Prayuth Chan-ocha seperti dilaporkan Worldbulletin yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu.
“Perdamaian di wilayah selatan merupakan prioritas nasional mendesak. Prayuth ingin langkah-langkah lebih mantap dan lebih sukses,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Urusan Ketentraman dan Ketertiban, Udomdet Sitabutr.
Prayuth mengatakan dalam pidato mingguannya untuk bangsa pada hari Jumat , pemerintah militer ingin ingin menuntaskan konflik melalui jalur politik ketimbang dengan aksi militer.
Perlawanan terhadap kekuasaan Buddha telah berlangsung selama puluhan tahun di provinsi-provinsi yang didominasi Muslim Yala, Pattani dan Narathiwat, yang merupakan bagian dari kesultanan Melayu Muslim sampai dianeksasi oleh Thailand pada 1902.
Pemerintah Perdana Menteri Yingluck Shinwatra, yang digulingkan oleh militer pada bulan Mei, mulai melakukan perundingan damai tahun lalu dengan BRN, atau National Front Revolusioner. Namun perundingan menemui jalan buntu, sementara PM Yingluck berfokus pada upaya meredam aksi-aksi protes jalanan.
Aksi-aksi kekerasan melonjak selama Ramadhan tahun lalu dimana pihak berwenang mengklaim, itu dilakukan oleh beberapa kelompok pemberontak yang menolak untuk berdamai.Menurut Deep South Watch, kekerasan di wilayah selatan Thailand terus marak sejak terhentinya poses perundingan yang berrlangsung pada pada 2005-2007. Pemerintah Thailand menyatakan mereka telah mengidentifikasi kelompok-kelompok yang berada dibalik serangan tersebut walaupun belum ada organisasi yang mengaku bertanggung jawab.
Memang ada kekhawaatiran pemerintah junta militer akan menghidupkan kembali taktik kontra-pemberontakan yang lebih agresif, namun junta tampaknya lebih menginginkan upaya rekonsiliasi.
“Pendekatan harus dilakukan secara menyeluruh dan harus lebih banyak menyentuh tingkat akar rumput agar pembicaraan damai bisa bertahan lama,” kata Udomdet. (T/P010/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)