Pertama Kali Indonesia-Singapura Lakukan Ekspedisi Laut Dalam

Para narasumber . (Foto: Risma MINA)

Jakarta, MINA – Sebanyak 30 peneliti serta staf pendukung dari Indonesia dan Singapura akan memulai selama 14 hari di Laut Jawa.

Ekspedisi yang berlangsung mulai 23 Maret sampai 5 April 2018 itu merupakan eksplorasi biologis laut dalam terpadu yang pertama kali dilakukan di bagian laut Indonesia yang sebagian besar belum dijelajahi, khususnya di perairan Jawa.

Ekspedisi ini sekaligus menandai 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Singapura dalam tajuk RI SING 50.

Ekspedisi ini adalah salah satu dari hasil kerja sama antara dengan National University of Singapore (NUS) pada tahun 2012. Dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII milik LIPI sebagai wahana penelitian, ekspedisi ini akan menjadi kolaborasi ilmiah antara peneliti-peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dengan Lee Kong Chian Natural History Museum dan Tropical Marine Institute – NUS.

“Ekspedisi laut dalam ini akan mengungkapkan keragaman biota laut dalam di bagian barat daya Pulau Jawa, daerah di mana hampir tidak ada eksplorasi yang pernah dilakukan,” kata Dwi Listyo Rahayu, peneliti senior Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang bertindak sebagai salah satu pimpinan ekspedisi dalam Kick Off South Java Deep Sea Expedition 2018 di Jakarta, Jumat (23/3).

Ekspedisi ini, lanjut Dwi, bertujuan mengetahui keanekaragam jenis biota laut dalam. “Ekspedisi akan dimulai dari sekitar Selat Sunda ke arah timur menuju perairan Cilacap pada kedalaman 500 sampai 2.000 meter di bawah permukaan laut,” ujar Dwi.

Dwi menambahkan, ekspedisi akan fokus untuk mengumpulkan sampel dari berbagai organisme laut dalam yang biasanya sulit didapatkan, seperti Crustacea (kepiting dan udang), Mollusca (kerang), Porifera (spons laut), Cnidaria (ubur-ubur), Polychaeta (cacing), Echinodermata (bintang laut dan bulu babi), dan ikan.

“Ekspedisi ini diharapkan menguak keanekaragaman jenis biota laut dalam di Palung Jawa, tidak hanya untuk ilmu kelautan tapi juga melihat potensi biota laut dalam untuk bahan pangan atau manfaat lainnya,” jelas Dwi.

Kepala Museum Sejarah Alam Lee Kong Chian National University of Singapore, Peter Ng menjelaskan, pihaknya sangat bersemangat menjalankan eskpedisi yang disebutnya sebagai ‘puncak dari diskusi dan penjajakan bersama untuk setiap kemungkinan selama 15 tahun’ ini.

“Kami semua sangat bersemangat untuk mengetahui biota apa yang ada di daerah yang hampir belum pernah dijelajahi oleh ahli biologi mana pun,” ujar Peter Ng.

Peter Ng menjelaskan, Laut Jawa yang disebutnya sebagai daerah tanpa manusia ini mengandung kekayaan keanekaragaman hayati yang belum banyak dikenal dan dikaji dalam ilmu pengetahuan.

“Memahami kekayaan ini penting karena kita tidak bisa melindungi kekayaan ini tanpa mengetahuinya terlebih dahulu. Ini adalah pertama kalinya Singapura dan Indonesia menyelenggarakan ekspedisi keanekaragaman hayati laut dalam bersama-sama,” tuturnya.

Dari sisi kebijakan pemerintah, Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi menyatakan, ekspedisi bersama ini memberikan manfaat ganda. “Selain untuk pengembangan ilmu kelautan, ekspedisi ini juga memberikan informasi kepada pemerintah dan bangsa Indonesia tentang potensi sumber daya laut yang ada di sekitar perairan tersebut yang dapat dimanfaatkan,” ujarnya.

Lebih lanjut Dirhamsyah menyatakan ekspedisi ini merupakan ajang peningkatan kapasitas peneliti-peneliti muda Indonesia untuk memahami biota dan ekosistem laut dalam yang belum banyak diketahui oleh peneliti-peneliti Indonesia. Pada ekspedisi ini akan terlibat beberapa peneliti kelas dunia dari beberapa negara seperti Singapura, Perancis, dan Taiwan.

“Ekspedisi ini juga diharapkan melatih peneliti-peneliti muda Indonesia untuk melakukan pekerjaan taksonomi morfologi bersama dengan peneliti dari negara lain,” harap Dirhamsyah.

Secara garis besar, ekspedisi akan dibagi dalam dua kegiatan besar. Pertama adalah kegiatan di atas kapal yang meliputi pengambilan sampel dengan peralatan seperti beam trawl dan epibhentic sledge, penangganan sampel, serta kompilasi data.

Selanjutnya adalah kegiatan pasca ekspedisi yang meliputi penanganan lanjutan sampel, penyusunan laporan sementara, dan workshop. Studi tentang sampel ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun dan hasilnya akan dibagikan dan didiskusikan dengan dunia pada lokakarya khusus yang akan diadakan di Indonesia pada tahun 2020. (L/R09/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.