Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaan untuk Calon Istri

Bahron Ansori - Kamis, 10 Oktober 2019 - 07:40 WIB

Kamis, 10 Oktober 2019 - 07:40 WIB

74 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Sebuah rumah tangga, tentu saja dibangun harus atas dasar karena Allah Ta’ala semata. Bila rumah tangga itu tidak menjadikan Allah sebagai sandaran utamanya, maka rumah tangga itu akan berjalan tanpa arah, layaknya sebuah perahu yang terus terombang-ambing diterjang ombak.

Untuk membangun rumah tangga yang ridha Allah tujuan utamanya, maka hal pertama yang wajib dimiliki oleh calon suami-istri adalah membekali dirinya dengan ilmu dien. Dengan ilmu agama yang cukup itulah bahtera rumah tangga akan berjalan sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya.

Bagi seorang lelaki yang akan menikahi seorang wanita, sebaiknya ia memilih wanita dengan hati-hati dan penuh harap kepada Allah agar ia diberikan calon istri yang shalehah. Setidaknya, kisah pemuda shaleh dalam tulisan ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk diteladani.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala

Tiga pertanyaan

Ada sebuah kisah nyata yang diambil dari kitab Qishas Lil Fata. Ada seorang pemuda shalih, tampan rupawan, berpendidikan tinggi dan umurnya telah cukup untuk berumah tangga. Kedua orangtuanya memberikan usulan calon istri padanya. Namun semua calon yang diajukan orangtuanya ditolak. Setiap kali ada wanita yang diperlihatkan, pemuda itu selalu menjawab, “Dia bukan yang kuharapkan.”

Pemuda tersebut mengatakan bahwa kriteria yang diharapkan adalah sosok muslimah shalehah yang religius dan taat pada Allah dan Nabinya. Kemudian orangtuanya menemukan sosok gadis yang dirasa telah memenuhi kriteria pemuda itu. Gadis yang dimaksud memang terlihat religius dan wajahnya juga cantik.

Gadis itupun dipertemukan dengan sang pemuda. Lalu mereka berbincang-bincang dan pemuda tersebut memberikan kesempatan pada si gadis untuk bertanya tentang apa saja pada dirinya. Kemudian, dengan semangat sang gadis banyak bertanya tentang pemuda tersebut. Tak satupun pertanyaan yang tidak dijawab oleh pemuda itu dengan ramah dan sopan, sehingga gadis itu merasa gembira. Namun, setelah cukup lama mengobrol si wanita mulai bosan dan berharap pemuda itu ganti menanyainya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa

Lalu, pemuda itu berkata, “Aku hanya ingin menanyakan tiga hal darimu.” Gadis itu sangat senang mendengarnya, hanya tiga?

Pertama, “Siapa yang paling kamu cintai, melebihi siapapun yang ada di dunia ini?”

Gadis itu lalu menjawab, “Ibuku.” Ini pertanyaan gampang, pikir si gadis.

Kedua, “Tadi kamu bilang, kamu sering membaca Qur’an, bisakah kamu memberitahuku surat apa saja yang telah kamu ketahui artinya?”

Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi  

Gadis itu menunduk, dia tidak yakin bisa menjawab karena sebenarnya memang dia belum banyak belajar tentang arti surat-surat dalam al Qur’an yang dibacanya karena ia sibuk. Dia berjanji akan mempelajarinya nanti.

Ketiga, “Aku telah dilamar untuk menikah, tentunya dengan gadis-gadis yang jauh lebih menarik dan cerdas darimu. Beri aku alasan, mengapa aku harus menikahimu?”

Mendengar pertanyaan ketiga ini, sontak raut wajah gadis itu terlihat merah. Lalu ia berlari menemui orangtuanya, mengadukan pertanyaan pemuda tadi.

Ia mengatakan pada orangtuanya, dia tidak ingin menikahi pemuda itu karena dia telah menghina kecantikan dan kepintarannya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis

Lalu orangtua pemuda itu bertanya mengapa pemuda itu menyinggung perasaan gadis itu dan membuatnya sedemikian marah? Pemuda itu telah menyiapkan jawabannya sendiri.

Pertanyaan pertama, gadis itu mengatakan bahwa yang paling dia cintai adalah ibunya. Orangtuanya bertanya, “Apa yang salah dengan hal itu?”

Pemuda itu menjawab, “Tidaklah dikatakan muslim, hingga dia mencintai Allah dan Rasulnya melebihi siapapun di dunia ini.” Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi Shalallahu ’alaihi wasallam lebih dari siapapun, dia akan mencintaiku dan menghormatiku, dan tetap setia padaku, karena cinta itu, dan ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kami akan berbagi cinta ini, karena cinta ini adalah yang lebih besar daripada nafsu untuk kecantikan.

Pertanyaan kedua, wanita itu berkata dia selalu sibuk sehingga untuk belajar al Qur’an pun sampai tak ada waktu. Maka aku pikir semua manusia pasti akan mati, kecuali mereka yang mempunyai ilmu. Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu. Mengapa aku harus menikahi seorang wanita yang tidak tahu akan hak-hak dan kewajibannya. Lalu apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, karena wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, pasti tidak akan memiliki waktu untuk suaminya.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam

Pertanyaan ketiga, wanita itu tambah marah saat aku bertanya, alasan apa yang membuatnya pantas untuk aku nikahi sedangkan sudah banyak wanita yang lebih menarik daripadanya yang datang padaku. Orangtuanya berkata bahwa bicara seperti itu adalah sesuatu yang menyebalkan bagi seorang wanita. Pemuda itu menjawab, “Nabi Shalallahu ’alaihi wasallam mengatakan ‘Jangan marah, Jangan marah, Jangan marah’, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi shaleh, karena kemarahan adalah datangnya dari setan.

Jika seorang wanita tidak bisa mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apa kalian pikir dia akan bisa mengontrol amarahnya pada suaminya kelak?

Pelajaran berharga

Pertama, dalam pernikahan seorang pemuda dan pemudi sejatinya mempersiapkan dirinya dengan bekal ilmu yang cukup. Ilmu harus lebih diutamakan daripada sekedar kecantikan wajah. Apalah artinya wajah yang cantik dan akan segera pudar itu bila dibanding ilmu.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina

Dengan ilmu seseorang tahu kedudukan dirinya di mata Allah dan manusia. Dengan ilmu ia tahu bagaimana harus menjalani kehidupan sementara ini. Karena itu, banyak-banyaklah belajar ilmu terutama ilmu agama ini agar kelak rumah tangga yang dibangun semata-mata karena Allah, untuk Allah dan berharap cinta Allah dan Rasulnya.

Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Wanita dinikahi karena empat hal, (pertama) karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang baik (ilmu) agamanya, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir. (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, jangan gampang marah, sebab marah itu dari setan dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengingatkan umatnya agar jangan marah kecuali jika agama Allah ini dinistakan.

Ketiga, memilih pasangan hendaknya orang yang mencintai Allah Ta’ala di atas segalanya yang ada di dunia ini. Juga mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas manusia yang lain.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi  

Untuk para lelaki dan wanita yang belum menikah, perbanyaklah ilmu agama. Menikah bukan sekedar menikah, tapi bagaimana dengan menikah bisa menjadi jalan (washilah) untuk menggapai ridha Allah Ta’ala. Pantaskan diri antum (laki-laki) untuk meminang seorang wanita shalehah. Sebaliknya, pantaskan pula diri antuma (wanita) untung dilamar lelaki shaleh.

Bagi yang sudah menikah, selagi masih ada waktu untuk terus meningkatkan kualitas diri, maka teruslah belajar tentang agama Allah ini. Sebab biduk rumah tangga tak selamanya berjalan lancar. Karena itu, jika ilmu agama menjadi pondasi membangun rumah tangga, insya Allah ketika badai dan prahara itu datang, maka Allah-lah satu-satunya tempat memohon perlindungan, wallahua’lam.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah