PIHAK BERTIKAI DI LESOTHO SETUJU DIALOG LEBIH LANJUT

Perdana Menteri Lesotho Thomas Thabane (Kanan) (Gambar: AFP)
Perdana Menteri Lesotho Thomas Thabane (Kanan) (Gambar: AFP)

Maseru, Lesotho, 15 Dzulqa’dah 1435/10 September 2014 (MINA) – Rival pemimpin Lesotho berjanji untuk menyelesaikan krisis 11 hari setelah menengahi pembicaraan mereka  Selasa (9/9) lalu.

Krisis yang tercipta sempat mendorong munculnya seruan intervensi militer regional di negara Afrika kecil itu, Independent Online yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu. (10/9).

Dilaporkan antar faksi sepakat untuk mengadakan negosiasi lebih lanjut dan menyajikan tanggal konkret untuk dibukannya parlemen. Hal itu akan disampaikan kepada Jacob Zuma pada hari Jumat (12/9) sebagai pihak penengah.

“Kami sudah sangat jujur ​​dan baik dalam diskusi,” kata Zuma setelah pertemuan tiga jam yang bertujuan menjaga kesepakatan damai selama seminggu.

Perdana Menteri Lesotho Thomas Thabane telah menangguhkan aktivitas parlemen pada bulan Juni dan bersikeras mempertahankan pemerintahan koalisinya, langkah yang jarang terjadi dalam politik Afrika.

Tetapi faksi-faksi tetap diam tentang cara mengatasi Komandan Militer Letnan Jenderal Tlali Kamoli, yang dituduh membelot dan memicu krisis pada 30 Agustus lalu, satu hari setelah ia dipecat oleh Thabane.

Kamoli diduga mencoba melakukan kudeta, termasuk berupaya menculik Thabane dan menyerang beberapa kantor polisi. Akibatnya, Thabane melarikan diri ke Afrika Selatan.

Jenderal itu menolak mundur dan pekan lalu memimpin loyalis militer dalam penjarahan gudang senjata.

Zuma telah menolak permintaan Thabane untuk pengerahan pasukan dari Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan (SADC).

“Presiden Zuma di sini untuk mengingatkan semua orang kepada komitmen politiknya sejak minggu lalu,” kata juru bicara pemerintah Afrika Selatan, Clayson Monyela. “Mari kita beri kesempatan diplomasi untuk menyelesaikan masalah.”

Diusahakan agar jangan ada lagi aksi militer, dengan beban dampak yang terjadi pada 1998, ketika pasukan SADC yang dipimpin oleh Afrika Selatan berbaris ke pusat kota Maseru, ibu kota Lesotho, bertujuan menjinakkan kekerasan pasca-pemilu.

Namun langkah itu menyebabkan lebih dari 60 orang tewas dan menimbulkan kerusakan properti yang luas.

Thesele Maseribane, pemimpin junior dalam pemerintah koalisi Lesotho, mengatakan ia optimis permasalahan akan dapat diselesaikan setelah pertemuan Selasa.

“Saya sekarang dapat melihat cahaya, hal ini dapat dilakukan tanpa pertumpahan darah. Kamoli harus tenang, sadar kembali, dan kami juga akan mendengarkannya,” ucapnya. (T/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Comments: 0