PM Bangladesh Desak Dunia Akui Genosida 1971

PM Bangladesh Sheikh Hasina berpidato di Majelis Umum PBB (UNGA) di New York, Jumat (22/9) –  (Foto: Dokumentasi)

 

New York, MINA – Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina menyoroti prospek pengakuan internasional terhadap genosida 1971 dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) ke-72, di New York, Jumat (22/9).

Mengacu pada kengerian genosida tahun 1971 yang dimulai pada tanggal 25 Maret, Perdana Menteri meminta dunia untuk mengambil tindakan bersama terhadap kejadian itu yang dilakukan Pakistan kepada Bangladesh yang memutuskan memisahkan diri menjadi negara merdeka.

Dia mengatakan, jika dunia mengakui kejahatan semacam itu, ia akan memperkuat upaya kolektifnya melawan genosida. Demikian Dhaka Tribune memberitakan yang dikutip MINA.

Baca Juga:  Indonesia Jamin Keamanan WWF ke-10 dari Ancaman Radioaktif dan Nuklir

Wanita itu memaparkan,  selama sembilan bulan Perang Pembebasan Bangladesh, pasukan Pakistan membunuh tiga juta orang yang tidak bersalah dan memperkosa sekitar 200.000 wanita.

Dia mengatakan, tentara Pakistan melakukan operasi terhadap orang-orang dan kelompok-kelompok berdasarkan pada ras, agama, warna kulit dan keyakinan politik, dan mereka juga dengan sungguh-sungguh membunuh para intelektual Bangladesh.

Perdana Menteri lebih lanjut mengatakan bahwa Parlemen Bangladesh, sebagai pengakuannya atas para martir, baru-baru ini mengumumkan, tanggal 25 Maret sebagai “Hari Genosida”. Pada tanggal 25 Maret 1971, tentara Pakistan memulai operasi brutal mereka yang disebut “Operation Searchlight”.

“Saya meminta masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah kolektif untuk memastikan bahwa kejahatan semacam itu tidak pernah dilakukan setiap saat di dunia ini.

Baca Juga:  Banjir Kembali Melanda Afghanistan, 50 Orang Tewas

“Saya percaya, pengakuan internasional atas semua tragedi sejarah, termasuk genosida 71 akan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan kita,” ujarnya. (T/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf