Oslo, MINA – Dipuji sebagai visioner dan reformis, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada Jumat (11/10) atas upayanya menyelesaikan konflik jangka panjang dengan negara tetangga Eritrea.
Komite Nobel mengatakan, Abiy meraih penghargaan “atas upayanya untuk mencapai perdamaian dan kerja sama internasional, khususnya atas inisiatifnya yang menentukan untuk menyelesaikan konflik perbatasan dengan negara tetangga Eritrea.” Demikian Nahar Net melaporkan.
Abiy Ahmed berkuasa sejak April 2018, setelah bertahun-tahun kerusuhan sipil di negara itu. Pemimpin berusia 43 tahun itu mulai memperbaiki hubungan dengan Eritrea setelah beberapa dekade konflik antarnegara.
Pada 9 Juli 2018, setelah pertemuan bersejarah di ibu kota Eritrea, Asmara, Abiy dan Presiden Eritrea Isaias Afwerki secara resmi mengakhiri kebuntuan berusia 20 tahun antara kedua negara setelah konflik perbatasan tahun 1998-2000.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Kesepakatan damai ditandatangani akhir tahun itu serta kedutaan-kedutaan dibuka kembali dan rute penerbangan antara kedua negara dilanjutkan.
Pemimpin termuda di benua itu telah menanamkan optimisme tertentu di wilayah Afrika yang dirusak oleh kekerasan.
Juri Nobel harus memilih lebih dari 300 nominasi tahun ini.
Tahun lalu, penghargaan diberikan kepada dokter Kongo Denis Mukwege dan juru kampanye Yazidi, Nadia Murad, atas pekerjaan mereka dalam memerangi kekerasan seksual dalam konflik di seluruh dunia.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Hadiah tahun ini akan disajikan pada upacara di Oslo pada 10 Desember, peringatan kematian pencipta penghargaan Alfred Nobel, seorang filantropis dan ilmuwan Swedia tahun 1896.
Penghargaan tersebut terdiri dari medali emas, diploma, dan sembilan juta kronor Swedia (sekitar $ 912.000 atau 828.000 euro). (T/RI-1/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)