Baghdad, MINA – Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi menolak mengundurkan diri sebagai tanggapan atas tuntutan demonstran yang telah mengorbankan lebih dari 190 nyawa, kata juru bicaranya pada Ahad (27/10).
Baghdad dan tujuh provinsi selatan yang didominasi warga Syiah lainnya telah menyaksikan demonstrasi massa sejak awal bulan. Protes itu menentang korupsi, pengangguran dan kurangnya layanan dasar, demikian Arab News melaporkan.
Demonstrasi sempat terhenti setelah pekan pertama menewaskan sedikitnya 147 orang, termasuk petugas keamanan, lebih dari 7.000 lainnya terluka dalam tindakan keras berdarah oleh pemerintah Irak dan sekutunya.
Namun, protes kembali berlanjut pada Jumat (25/10) setelah pasukan Irak bersumpah untuk tidak menggunakan amunisi hidup terhadap demonstran.
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Terlepas dari janji itu, setidaknya 74 orang telah terbunuh kembali dan lebih dari 3.600 terluka dalam tiga hari terakhir, menurut Komisi Tinggi Independen untuk Hak Asasi Manusia di Irak.
Para pengunjuk rasa telah menanggapi kekerasan pasukan keamanan dengan meningkatkan tuntutan mereka yang mendesak Perdana Menteri Abdul-Mahdi dan pemerintahannya mundur, mengubah undang-undang pemilihan umum, dan mengadakan pemilihan umum baru.
Sikap Perdana Menteri untuk tidak mengundurkan diri berarti siklus kekerasan diperkirakan akan berlanjut dan meningkatkan kemungkinan bentrokan meletus antara berbagai faksi di Irak. (T/RI-1/P2)
Baca Juga: Agresi Israel Hantam Pusat Ibu Kota Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)