Poligami, Saya Pro Tapi Kontra

12657970_1317280648297964_4365471159959863844_oOleh : Lutfi Shohifah S, Mahasiswi Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Darul Ulum, Sarolangun, Jambi

Poligami (menikah lebih dari satu ) dalam istilah Islamnya lebih sering disebut dengan ta’adud merupakan Allah yang tercantum dalam Al-Quran Surah An-Nisa [4] ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat  berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Berbeda dengan syariat yang lain seperti salat, zakat, puasa ataupun haji, bentuk syariat yang satu ini kerap kali mengundang kontroversi jika namanya (baca: poligami) dibawa-bawa dalam pengajian majelis taklim kaum hawa. Padahal Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Salah satu syarat yang harus dipenuhi yaitu adil. Adil yang dimaksud ialah adil dalam memenuhi kebutuhan istri, seperti adil dalam pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah dan bathiniyah.

Tentu saja tidak semua wanita akan menolak mentah-mentah syariat yang memang diperbolehkan dalam Islam ini. Bisa jadi akan dimasak dulu, dipertimbangkan juga apa iya suaminya termasuk suami yang adil atau tidak, apa iya sudah mampu dan tercukupi perihal finansial, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dan juga bukan tidak mungkin akan ada golongan wanita yang mampu menerima dengan hati terbuka perintah yang sudah jelas dalam Al-Quran ini.

Maka, di sini akan ditemui tiga jenis wanita dalam memandang syariat yang berkaitan erat dengan perasaan yang dimiliki. Yang pertama golongan wanita kontra poligami. Golongan kedua yaitu wanita yang pro tapi kontra. Dan yang ketiga golongan wanita yang pro poligami. Selanjutnya termasuk golongan yang manakah kita (wahai kaum hawa)?

Baca Juga:  Dukung Mahasiswa AS, Aksi Solidaritas Palestina Menggelora di Berbagai Kampus Indonesia

Syariat poligami yang kental dengan bentuk penolakan pelaksanaannya oleh golongan “kontra” biasanya akan disandingkan dengan alasan “tak ingin berbagi cinta”, “tak ingin ada wanita lain dalam kehidupan rumah tangga kami”, “tak ingin diduakan”, “tak ingin waktunya dibagi” dan tak ingin – tak ingin yang lainnya. (Apa iya ini berarti tak ingin surga juga?) Biasanya golongan kontra lebih ekstrem dalam bentuk penolakannya. Mereka akan menolak untuk dipoligami dan juga akan menolak serta menghujat pelaku poligami. Kontra untuk siapa saja pelaku poligami. Pada tingkat kronisnya akan ditemukan kalimat, “Jika mau poligami lebih baik pulangkan aku pada orangtuaku” atau “langkahi dulu mayatku”.

Jika mau difikirkan ulang mengenai alasan yang dijadikan tameng pada golongan ini tentang ketidak inginannya berbagi cinta, waktu dan sebagainya, sebenarnya tidak cukup kuat. Anugerah indah berupa cinta yang disematkan dalam hati hamba-hamba-Nya oleh Sang Maha Cinta tentu saja tidak ada yang tahu berapa kadarnya di masing-masing hati. Allah telah sebutkan syariat poligami yang diperbolehkan dalam Al-Quran kepada seorang Muslim (laki-laki) karena tentu Allah lebih tahu bagaimana cinta yang Dia titipkan dalam hati hamba-Nya itu. Allah juga memang sudah melebihkan laki-laki atas perempuan.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas  sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta ‘at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka),…” QS. An-Nisa [4]: 34.

Baca Juga:  Ustadz Adi Hidayat, Pakar Al-Qur’an yang Langka

Tentu akan ada perbedaan yang kita tidak tahu karena sangat terbatasnya ilmu yang manusia miliki. Karena kemaslahatan hanya datangnya dari Allah dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Untuk golongan kedua termasuk yang cukup rumit, golongan “pro tapi kontra”. Tidak jadi keanehan lagi jika akan ada golongan yang tidak mau ikut campur dengan rumah tangga orang lain. Kalau orang lain mau poligami karena memang sudah mampu ya silahkan, yang penting kehidupan rumah tangganya akan adem ayem saja dengan dihuni satu cinta pasutri (pasangan suami istri).

Pada golongan ini, mereka akan tetap merasa tenang dengan syariat poligami selama tidak mengusik bahtera rumah tangga yang sudah dijalankan. Dalam kenyataannya mereka yang sudah mau menerima kedatangan syariat ini sebenarnya belum cukup siap untuk menjalankannya dikarenakan faktor ilmu yang kurang juga bisa karena belum diberikannya taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemungkinannya untuk dibawa ke arah pro bisa menjadi keniscayaan. Tentu saja jika ditarbiyah terlebih dahulu. Karena mau tidak mau golongan kedua ini mengaku pro tapi sebenarnya kontra, artinya ia lebih banyak mengarahnya kepada kontra, dengan alasan yang sama yang digunakan oleh golongan kontra.

Golongan terakhir golongan penerima syariat yang pro poligami dan justru mendukung poligami biasanya didominasi dengan pencapaian ilmu yang mumpuni dari masing-masing penerima syariat tersebut. Belajar dari seorang wanita yang pernah bercerita alasan apa yang bersarang dibenaknya sehingga ia mampu dan menerima syariat poligami dengan baik dan tanpa penolakan, maka ternyata dapat disimpulkan karena ia memiliki alasan luar biasa, diantaranya:

  1. Menerima syariat Allah
Baca Juga:  Ustadz Adi Hidayat, Pakar Al-Qur’an yang Langka

Menerima syariat Allah bukan sebatas pada ucapan saja. Biasanya ucapan dan praktek sungguh berlainan. Bisa saja dengan mudah mengatakan setuju, tapi ternyata dalam prakteknya akan sangat susah. Berjuang dan berdoalah, karena pada tahap awal akan sangat terasa berat. Maka di sini perlu kesungguhan pula dalam menjalankan syari’at yang ada. Terus berdoa karena Allah–lah pembolak-balik hati, minta diberikan taufik, kemudahan dan juga kebahagiaan. Yakinlah bahwa dengan mengikuti sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini akan membawa kebahagiaan tersendiri.

  1. Terus menuntut ilmu dan bersabar

Semakin bertambahnya ilmu dan pemahaman tentu akan semakin memiliki keyakinan yang kuat bahwa Islam memanglah agama yang telah sempurna dengan syarat-syariat yang ada. Setelah belajar maka cara terbaik mempertahankan ilmu yang dimiliki adalah dengan mengamalkannya. Tentu saja kita sudah belajar tentang rezeki yang ada pada tiap-tiap anak adam tidak akan tertukar walaupun hanya satu rupiah. Ketetapan rezeki yang memang sudah ada bagian-bagiannya bukanlah alasan untuk tidak mau dimadu lantaran takut rezekinya terbagi. Rezeki sudah ada bagiannya masing-masing. Dan kita akan sepakat setiap kebaikan yang kita miliki adalah termasuk rezeki, bukan sekadar uang, karena dari cinta, kasih sayang, harta, kesehatan, anak yang sholeh, hubungan rumah tangga yang harmonis, itu semua yang baik-baik termasuk rezeki. Jadi tak perlu ragu dan dijadikan alasan untuk tidak menerima ta’adud.

  1. Tanamkan pemikiran positif

Kembali menentramkan hati sendiri dengan cara terbaik yang bisa kita lakukan, yaitu dengan menanamkan pemikiran positif pada diri kita. Anggap saja begini, jika suami melaksanakan perintah ta’adud, maka kita justru akan memiliki keluarga besar.

Melihat tiga penjabaran singkat di atas, maka termasuk golongan yang manakah kita? (khusus kaum hawa).(ltf/K08/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.