N’Djamena, Chad, 26 Ramadhan 1436/13 Juli 2015 (MINA) – Polisi Chad mengatakan sehari setelah terjadinya bom bunuh diri oleh kelompok bersenjata Nigeria Boko Haram, siapa pun yang mengenakan cadar akan ditangkap, Ahad (12/7).
Pada Sabtu sebelumnya, seorang penyerang bom menyamar sebagai seorang wanita yang mengenakan cadar penutup wajah, menewaskan 15 korban.
Serangan di sebuah pasar di ibukota N’Djamena itu juga melukai 80 orang lainnya dan menyebarkan kepanikan di seluruh kota. Penyerang meledakkan sabuk bahan peledak ketika ia berhenti untuk pemeriksaan keamanan di pintu masuk pasar utama kota.
“Serangan ini hanya menegaskan bahwa larangan cadar wajah penuh tidak dibenarkan,” kata Juru Bicara Kepolisian Nasional Paul Manga, Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
“Siapa pun yang tidak mematuhi hukum akan secara otomatis ditangkap dan dibawa ke pengadilan,” ia memperingatkan.
Mayoritas Muslim Chad melarang cadar wajah penuh sebagai langkah-langkah keamanan.
Keamanan diperketat di ibukota pada Ahad di mana polisi dan tentara dikerahkan di semua sektor, termasuk persimpangan, pasar dan masjid.
Sembilan dari korban bom yang tewas adalah pedagang perempuan, dan ketakutan masih mewarnai pasar pada Ahad.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
“Apa yang terjadi di tempat lain dan apa yang kita dengar dari media kini terjadi di sini,” kata Zenaba, seorang pedagang wanita berusia empat puluhan. “Saya dan anak-anak saya benar-benar takut.”
Boko Haram mengaku bertanggung jawab di Twitter atas bom bunuh diri itu. Boko Haram kini berafiliasi dengan kelompok Islamic State (ISIS/Daesh) untuk “provinsi Afrika Barat”.
Dalam sebuah operasi militer yang dimulai pada Februari, sebuah koalisi empat negara, Nigeria, Niger, Chad dan Kamerun, dilaporkan telah memukul mundur kelompok bersenjata itu dari kota-kota dan desa-desa yang dikuasai. (T/P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20