Ponpes Al-Fatah Cileungsi Gelar Shalat Gerhana Matahari

Ponpes Al-Fatah Cileungsi Gelar Shalat Gerhana Matahari (foto: Screenshot)

Cileungsi, Kabupaten Bogor, MINA – Pondok Pesantren Al Fatah menggelar Matahari di Masjid AT Taqwa, Cileungsi, Kabupaten Bogor pada Kamis (26/12) ba’da Shalat Dzuhur.

Shalat Gerhana dan khutbah dipimpin oleh Ustaz Saeful Bahri, Mudir dan dihadiri oleh para santri serta masyarakat sekitar Ponpes.

Ustaz Saeful dalam khutbahnya mengatakan, rangkaian Shalat Gerhana tersebut dilakukan tidak lain adalah untuk melaksanakan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

“Gerhana Matahari adalah tanda-tanda alam yang menunjukkan kebesaran Allah Subhanahu wa ta’ala dan dengan kejadian alam ini, Allah ingin kita mentadaburinya,” ujarnya.

Ia menekankan, sungguh merugi orang mengetahui peristiwa alam tersebut dan orang yang rela bepergian ketempat yang strategis hanya untuk menyaksikan kejadian alam tersebut, namun tidak menggunakan momen tersebut untuk berdzikir dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

“Maka mari kita angkat tangan kita untuk berdoa kepada Allah dan merendahkan diri kepada Allah untuk meminta ampun kepada-Nya,”

Sebelumnya, Amir Pusat Observasi Falak Jama’ah Muslimin (Hizbullah) mengumumkan akan terjadi gerhana matahari pada Kamis 29 Robi’ul-Akhir 1441 H/26 Desember 2019 M dengan kehendak Allah dimulai pada pukul 10.22 WIB puncaknya pukul 12.15 sesudah Shalat Dzuhur dan berakhir pukul 14.13 WIB .

Menghimbau beberapa amalan yang dikerjakan ketika terjadi gerhana diantaranya:

1. Memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan amal shalih. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

Oleh karena itu, bila kaliannya melihat, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. (Muttafaqun ‘alaihi).

2. Keluar menuju masjid untuk menunaikan shalat gerhana berjama’ah, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam keluar menuju masjid, kemudian beliau berdiri, selanjutnya bertakbir dan sahabat berdiri dalam shaf di belakangnya. (Muttafaqun ‘alaihi).

3. Wanita keluar untuk ikut serta menunaikan shalat gerhana, sebagaimana dalam hadits Asma’ binti Abu Bakr Radhiallahu’anhuma berkata:

Aku mendatangi ‘Aisyah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tatkala terjadi gerhana matahari. Aku melihat orang-orang berdiri menunaikan shalat, demikian pula ‘Aisyah aku melihatnya shalat… (Muttafaqun ‘alaihi).

4. Shalat gerhana (matahari dan bulan) tanpa adzan dan iqamah, akan tetapi diseru untuk shalat pada malam dan siang dengan ucapan “ash-shalâtu jâmi’ah” (shalat akan didirikan), sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu’anhuma, ia berkata:

Ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diserukan “ash-shalatu jâmi’ah” (sesungguhnya shalat akan didirikan). (HR Bukhâri).

5. Khutbah setelah shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadits, ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam , tatkala selesai shalat, dia berdiri menghadap manusia lalu berkhutbah. (HR Bukhâri).

6. Jangan keluar sehingga terang kembali seperti semula , kalau sudah selesai solat dan khutbah terus berzikir atau tadrib dan Ta’lim .

Tata cara Shalat Gerhana

Tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa shalat gerhana dua raka’at. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam hal tata cara pelaksanaannya. Dalam masalah ini terdapat dua pendapat yang berbeda.

Pendapat pertama. Imam Mâlik, Syâfi’i, dan Ahmad, mereka berpendapat bahwa shalat gerhana ialah dua raka’at. Pada setiap raka’at ada dua kali berdiri, dua kali membaca, dua ruku’ dan dua sujud. Pendapat ini berdasarkan beberapa hadits, di antaranya hadits Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu , ia berkata:

Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam , maka beliau shalat dan orang-orang ikut shalat bersamanya. Beliau berdiri sangat lama (seperti) membaca surat al-Baqarah, kemudian ruku’ dan sangat lama ruku’nya, lalu berdiri, lama sekali berdirinya namun berdiri yang kedua lebih pendek dari berdiri yang pertama, kemudian ruku’, lama sekali ruku’nya namun ruku’ kedua lebih pendek dari ruku’ pertama. (Muttafaqun ‘alaihi).

Hadits kedua, dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata :

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melaksanakan shalat ketika terjadi gerhana matahari. Rasulullah berdiri kemudian bertakbir kemudian membaca, panjang sekali bacaannya, kemudian ruku’ dan panjang sekali ruku’nya, kemudian mengangkat kepalanya (i’tidal) seraya mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah,” kemudian berdiri sebagaimana berdiri yang pertama, kemudian membaca, panjang sekali bacaannya namun bacaan yang kedua lebih pendek dari bacaan yang pertama, kemudian ruku’ dan panjang sekali ruku’nya, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama, kemudian sujud, panjang sekali sujudnya, kemudian dia berbuat pada raka’at yang kedua sebagimana yang dilakukan pada raka’at pertama, kemudian salam… (Muttafaqun alaih) . (L/Sj/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sajadi

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.