Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Potret Pengungsi Gaza: Pulang ke Rumah yang Tak Lagi Ada

Rana Setiawan Editor : Sri Astuti - 46 menit yang lalu

46 menit yang lalu

7 Views

Warga mengambil air minum di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 4 Maret 2025.(Foto: Abed Rahim Khatib/Flash90)

KETIKA gencatan senjata diumumkan 10 Oktober 2025, ribuan warga Gaza berbondong kembali ke Khan Younis, kota di selatan Jalur Gaza yang dulunya menjadi tempat perlindungan terakhir saat serangan penjajah Zionis Israel paling intens. Namun yang mereka temukan bukanlah rumah, melainkan hamparan puing dan debu.

“Sekarang, seperti kebanyakan bagian Khan Younis, yang tersisa hanyalah reruntuhan. Rumah impianku sudah hancur. Aku hanya bisa berdiri di atas tumpukan batu yang dulu disebut rumah,” demikian kesaksian yang disampaikan seorang jurnalis perempuan, Ruwaida Amer, menulis kesaksiannya di +972 Magazine, dikutip MINA, Ahad (19/10).

Bagi Amer, tragedi ini lebih dari sekadar kehilangan harta benda. Ia adalah kehilangan kenangan, identitas, dan rasa aman. Rumah yang baru saja ia renovasi setelah sepuluh tahun menabung kini lenyap dalam hitungan detik.

Di sekelilingnya, ribuan keluarga mengalami nasib serupa: dinding-dinding runtuh, jalan-jalan berubah menjadi bukit puing, dan hanya papan nama jalan yang tersisa untuk menandai bahwa kehidupan pernah ada di sana.

Baca Juga: Rafah Dibuka Kembali Senin Depan untuk Warga Palestina Masuk Gaza

Khan Younis kini menjadi simbol dari kehancuran sistematis yang melanda seluruh Gaza. Serangan udara, tank, dan buldoser telah “menyapu bersih” blok-blok perumahan, sekolah, dan masjid tanpa pandang bulu. Dalam kesaksian warga, “setiap kali kami berusaha membangun, mereka datang untuk menghancurkan lagi.”

Namun, di balik reruntuhan itu pula muncul keteguhan. Warga yang selamat kini berjuang membangun kembali kehidupan, bukan sekadar rumah, tetapi juga harapan.

“Kami tidak tahu apakah kami punya tenaga untuk membangun lagi, tapi kami akan tetap tinggal di sini. Karena inilah satu-satunya tempat yang kami punya.” tulis Amer.

Dua tahun agresi genosida militer penjajah Zionis Israel meninggalkan lebih dari 67.000 korban jiwa dan 170.000 orang luka-luka, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Rumah sakit lumpuh, 70 persen stok obat habis, dan lebih dari separuh wilayah Gaza rata menjadi puing.

Baca Juga: UNRWA: Lebih dari 8.000 Guru di Gaza Siap Kembali Mengajar

Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Palestina memperkirakan biaya rekonstruksi mencapai 70 hingga 90 miliar dolar AS atau totalnya sekitar 1,5 kuadriliun rupiah, dengan lebih dari 55 juta ton puing menutupi wilayah yang dulunya penuh kehidupan.

Kota Khan Younis di selatan Gaza kini menjadi simbol kehancuran total, sebagaimana terekam dalam citra udara yang dirilis Aljazeera (16/10).

Kisah Khan Younis menjadi cermin dari realitas Gaza pascaperang, bahwa rekonstruksi sejati tidak dapat dimulai tanpa keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa kebebasan. Ketika dunia berbicara tentang rencana pembangunan miliaran dolar, rakyat Gaza berbicara tentang hak untuk hidup di rumahnya sendiri, hak yang seharusnya paling mendasar dalam kemanusiaan.[]

 

Baca Juga: Israel Lakukan 47 Pelanggaran Gencatan Senjata di Gaza 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: 300.000 Siswa Kembali Bersekolah di Gaza Pasca Gencatan Senjata

Rekomendasi untuk Anda