Jakarta, 4 Sya’ban 1437/12 Mei 2016 (MINA) – Menurut hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama (Kemenag), masih banyak pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal dibandingkan dengan jumlah produk yang dihasilkan, sejak Undang-undang (UU) No. 33 tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) diberlakukan.
“Dalam UU tersebut disebutkan, bahwa kewajiban bersertifikat halal atas produk yang beredar di Indonesia berlaku hingga lima tahun sejak UU diundangkan,” kata Kalitbang dan Diklat Kemenag, Abd Rahman Masud, saat membuka seminar hasil penelitian tentang sikap pelaku usaha kecil terhadap UU No. 33 tahun 2016 di Jakarta, demikian laporan Hal Halal yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis (12/5).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VIII DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan para pelaku usaha menunda untuk melakukan sertifikasi halal atas produk-produk mereka.
Faktor tersebut aBelntara lain; pertama, UU tersebut belum bisa dilaksanakan secara operasional sebab peraturan pemerintah (PP) yang tidak kunjung keluar. Kedua, badan penyelenggara jaminan produk halal (BPJPH) belum juga mendirikan amanat UU yang belum terlaksana.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Ketiga, ada kemungkinan pelaku usaha merasa kesulitan untuk menyertifikasi beberapa jenis produk mereka, misalnya produk farmasi. Keempat, kesadaran masyarakat selaku konsumen terhadap produk halal belum begitu baik.
Saleh juga mengatakan, Komisi VIII DPR selalu mendorong Kemenag agar bersungguh-sungguh dalam mengurus JPH, dan memulainya dari penentuan regulasi hingga pembentukan BPJPH selaku penyelenggara.
Dia pun meminta Kemenag untuk segera melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, mengingat hal tersebut adalah bagian yang penting dari pelaksanaan UU JPH yang melibatkan banyak instansi. (T/mar/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)