Canberra, MINA – Rusia menyatakan rasa tidak senang karena Australia mengikuti langkah Inggris, Amerika Serikat, dan sejumlah negara anggota Uni Eropa yang mengusir diplomat negara itu.
Pengusiran tersebut imbas dari kasus mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal, dan putrinya, Yulia, ditemukan tergelatak tak sadarkan diri di Kota Salisbury, Inggris, 4 Maret lalu. London menyebut mereka diserang dengan gas saraf yang biasa digunakan militer Rusia
Kedutaan Rusia di Canberra menuduh Australia secara membuta mengikuti Inggris dengan memutuskan untuk mengusir dua diplomat Rusia, Washington Post melaporkan, Selasa (27/3).
Pemerintah Australia mengatakan keduanya adalah perwira intelijen dan mereka harus angkat kaki dari Australia dalam waktu tujuh hari sebagai tanggapan atas serangan agen saraf terhadap Skripal dan anaknya.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
Kedutaan Rusia menyebut keputusan yang disesali itu membahayakan hubungan bilateral Canberra-Moskow.
Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengeluarkan pernyataan bersama tentang langkah pengusiran kedua diplomat Moskow.
Turnbull mengatakan keputusan itu diambil untuk menunjukkan solidaritas dengan sekutu Australia dan mengutuk serangan terhadap Skripal dan putrinya, Yulia. Canberra menegaskan tindakan Moskow itu “tidak dapat ditoleransi oleh setiap negara yang berdaulat.”
“Keputusan ini mencerminkan sifat mengejutkan dari serangan itu – penggunaan senjata kimia pertama di Eropa sejak Perang Dunia II, melibatkan substansi yang sangat mematikan di daerah berpenduduk, membahayakan banyak anggota masyarakat lainnya,” kata Turnbull dan Bishop. Mereka menekankan langkah itu menargetkan pemerintah Rusia, bukan rakyat negara itu.
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu
Turnbull juga menyebut kasus itu sebagai perilaku “sembrono dan disengaja” oleh Rusia yang membahayakan keamanan global dan melanggar aturan terhadap penggunaan senjata kimia.
Sebelumnya, pada Senin lalu, 14 negara anggota Uni Eropa mengumumkan pengusiran belasan diplomat Rusia sebagai reaksi terhadap kasus tersebut. Setidaknya 45 diplomat Rusia telah diusir di seluruh Eropa sejauh ini.
Terpisah, AS juga mengusir 60 diplomat Rusia dan memerintahkan penutupan konsulat Moskow di Seattle.
Pada 4 Maret, Skripal (66) dan putrinya Yulia (33) dirawat di rumah sakit setelah mereka ditemukan tidak sadarkan diri di kota Salisbury, Inggris bagian selatan.
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Israel Dukung Gencatan Senjata dengan Lebanon
Para pejabat Inggris telah menyalahkan Rusia terlibat dalam aksi peracunan itu, namun Presiden Vladimir Putin menyangkalnya.
London mengatakan serangan terhadap Skripal dilakukan menggunakan agen saraf Perang Dingin era Soviet berjenis Novichok.
Skripal diberikan perlindungan di Inggris menyusul pertukaran mata-mata pada 2010 antara Amerika Serikat dan Rusia. Sebelum pertukaran tersebut, dia menjalani hukuman 13 tahun penjara karena membocorkan informasi kepada intelijen Inggris.
Sementara itu, Turki mengutuk serangan agen saraf terhadap mantan mata-mata Rusia tersebut tetapi tidak memiliki rencana untuk mengusir diplomat Rusia. (T/R11/P1)
Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jadi Buronan ICC, Kanada Siap Tangkap Netanyahu dan Gallant