Salma Fadilah Azzahro, akhwat kelahiran Majalengka, 14 Februari 2005 itu adalah sosok yang menginspirasi banyak orang dengan kecintaannya kepada Al-Qur’an. Di usia yang masih muda, ia telah mengukir prestasi gemilang di dunia tahfidz. Tumbuh dalam keluarga sederhana, Salma menunjukkan dedikasi dan ketekunan luar biasa dalam menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an di Pesantren Tahfidz Qur’an Nurul Bayan, sebuah pesantren yang terletak di Desa Mekarwangi, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Sejak kecil, Salma dikenal sebagai anak yang pendiam, namun penuh semangat dalam belajar. Di pesantren, ia kerap kali terjaga hingga larut malam, menyibukkan diri dengan hafalan Al-Qur’an. Perjuangannya tak sia-sia. Dalam beberapa tahun, Salma berhasil menuntaskan hafalan 30 juz. Tak hanya itu, ia juga sudah beberapa kali mengikuti Musabaqah Hifzhil Qur’an (MHQ) di tingkat kabupaten mewakili kafilah kecamatan Lemahsugih, dan beberapa kali sebagai juara.
Keberhasilan Salma tentu tidak lepas dari dukungan penuh kedua orang tuanya, Solehudin dan Enok Mulyati. Soleh dan Enok, meski dengan keterbatasan, selalu memberikan yang terbaik untuk pendidikan putri kedua mereka. Soleh adalah seorang petani yang hidup sederhana, sementara dan Enok adalah ibu rumah tangga yang penuh kasih sayang telah menanamkan kecintaan pada Al-Qur’an di hati anak-anak mereka. Salma adalah wujud nyata dari cita-cita sederhana mereka, memiliki anak yang shalihah dan berbakti pada orangtua dan berkhidmat untuk agama.
Perjalanan Salma menuju hafalan 30 juz bukan tanpa rintangan. Ada hari-hari ketika ia merasa lelah dan hampir putus asa, tetapi keyakinannya kepada Allah selalu menjadi penguat. Dalam keheningan malam, Salma sering bermunajat, meminta kekuatan agar bisa menjaga hafalan dan memahaminya dengan baik. Air mata yang sering mengalir di pipinya bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti betapa dalam cintanya kepada Al-Qur’an.
Baca Juga: Keteguhan Iman di Tengah Arus Zaman: Refleksi Islami untuk Generasi Milenial
Prestasi Salma bukan hanya membanggakan keluarga dan pesantren, tetapi juga menjadi inspirasi bagi teman-teman sesama santri di Nurul Bayan. Banyak yang menjadikan Salma sebagai teladan dalam menempuh perjalanan menjadi seorang hafidzah. “Salma itu orangnya tekun dan rendah hati. Dia tidak pernah merasa lebih hebat meskipun sering sudah menjadi hafidzah dan pernah beberapa kali menang lomba MHQ,” ujar salah satu sahabatnya.
Diterima di LIPIA
Ketika Salma dinyatakan diterima kuliah di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta bersama seorang teman sepondoknya, kebahagiaan dan haru menyelimuti ia dan keluarganya. Seperti diketahui banyak orang, LIPIA bukanlah perguruan tinggi sembarangan. Hanya mereka yang berprestasi dan memiliki kemampuan bahasa Arab yang bagus bisa masuk ke sana. Bagi Salma, diterima kuliah di LIPIA adalah langkah besar dalam mewujudkan impiannya menjadi seorang ulama (muallimah) dan pendakwah yang membawa kebaikan bagi umat.
“Saya sangat bersyukur kepada Allah Ta’ala karena sudah bisa diterima kuliah di LIPIA. Saya berharap kepada Allah agar kelak setelah selesai belajar di LIPIA, saya bisa lebih banyak berbagi kepada umat, terutama kepada kaum muslimah,” kata akhwat yang lahir di Kampung Simpur Desa Dayeuhwangi Kecamatan Lemahsugih itu.
Baca Juga: Pembebasan Baitul Maqdis: Perspektif Geopolitik dan Spiritual Islam
Meski sudah meraih banyak prestasi, Salma tetap rendah hati. Ia menyadari bahwa perjalanan hidupnya masih panjang dan tantangan ke depan tidak akan mudah. Di tengah kesibukannya sehari-hari membantu mengajar di pesantren dan sambil menunggu waktu untuk masuk kuliah di LIPIA, Salma tetap menjaga hafalannya dengan disiplin. Baginya, menjaga hafalan sama pentingnya dengan menghafalnya. “Murajaah (mengulang-ulang) hafalan itu sangat penting. Jika kita punya hafalan tapi tidak sering murajaah, khawatir nanti akan luntur dan hilang,” jelasnya.
Pesan untuk generasi muda
Salma yang dulunya lulusan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Fatah Sadawangi itu punya moto hidup, “Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu” ini berpesan kepada generasi muda Islam terutama kaum muslimah agar selalu berusaha untuk memanfaatkan dan mengisi masa muda dengan berkelana demi mencari ilmu.
“Kejarlah cita-cita setinggi langit, tapi jangan sampai menanggalkan jati diri sebagai seorang muslim apalagi seorang muslimah. Agama kita sudah mengatur cara hidup sebaik dan semulia mungkin. Kita punya keinginan, Allah yang punya kendali. Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu,” ujar muslimah penyuka es krim itu.
Baca Juga: Amalan Yang Baik bagi Orang Beriman
Menurut akhwat yang hobinya membaca dan crafting itu, minimal yang harus benar-benar dijaga oleh generasi muda Islam terutama kaum muslimah adalah menjaga shalat 5 waktu dan selalu berusaha sekuat mungkin menutup aurat. “Shalat adalah tiang agama karena itu harus dijaga benar. Dan menutup aurat adalah perintah langsung dari Allah dan Nabi Shallallahu alaihi wasallam juga harus dijaga,” katanya.
Selain berpesan agar setiap muslim terutama para muslimah menjaga shalat dan aurat, Salma yang juara 3 MHQ kategori tahfidz 30 juz pada bulan Septermber 2024 lalu, juga mengingatkan agar bijak dalam memilih lingkungan dan teman karena kedua hal itu yang akan membentuk diri dan agama seseorang. Ia mengimbau agar menjauhi lingkungan yang buruk, dan berusaha terus untuk bergaul dengan orang-orang bai (shaleh), selalu minta perlundungan kepada Allah dari keburukan makhluk-Nya.
Kehidupan Salma di pesantren adalah bukti bahwa keinginan kuat dan doa yang tulus mampu membuka jalan bagi siapa pun. Dalam keterbatasan, ia bisa membuktikan, ternyata mimpi besar tidak memerlukan latar belakang yang mewah. Dengan kesungguhan, Salma berhasil menembus batas-batas yang mungkin tidak pernah dibayangkan oleh banyak orang.
Di desa kecil tempat ia tumbuh, Salma menjadi kebanggaan, bukan hanya karena prestasinya, tetapi juga karena akhlaknya yang mulia. “Salma tidak pernah berubah. Dia tetap sederhana meskipun sudah hafal Al-Qur’an dan diterima kuliah di LIPIA Jakarta, ” kata salah seorang tetangganya.
Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir
Kisah Salma Fadilah Azzahro adalah cerminan bahwa Al-Qur’an mampu menjadi cahaya bagi siapa pun yang mendekatkan diri kepadanya. Di tengah tantangan zaman, Salma membuktikan, menjadi hafidzah adalah jalan kemuliaan yang layak diperjuangkan. Semoga langkah Salma ke depan terus membawa berkah, dan ia bisa menjadi pelita bagi generasi berikutnya.
Di pesantren Nurul Bayan, nama Salma akan selalu dikenang. Ia telah menorehkan jejak indah di sana, jejak seorang gadis muda yang mencintai Al-Qur’an dengan sepenuh hati. Semoga, kisahnya bisa menjadi inspirasi bagi banyak anak muda di luar sana, untuk berani bermimpi, berani berjuang, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman hidup mereka.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Saatnya Wanita Generasi “Z” Beraksi