Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SEJARAH PALESTINA KUNO (Bagian I Pra-Islam)

Ali Farkhan Tsani - Selasa, 3 November 2015 - 08:26 WIB

Selasa, 3 November 2015 - 08:26 WIB

916 Views

<a href=ardhu kan'an" width="285" height="301" />Oleh: Ali Farkhan Tsani* 

Tanah Kan’an

Sejumlah ahli arkeologi berpendapat, bahwa suku Nathufiyyah adalah manusia pertama yang mendiami wilayah utara Al-Quds, wilayah pantai dan di goa-goa dekat gunung Karmel, kira-kira pada 14.000-8.000 tahun Sebelum Masehi.

Pada tahun 8.000-4.500 SM, mulailah manusia mendiami satu wilayah dengan tidak berpindah-pindah yaitu di Kota Ariiha (Jericho). Hal tersebut tampak dari tanda-tanda sebagaimana para pakar arkeologi, seperti bangunan-bangunan kuno yang merupakan bangunan pertama di dunia. Sementara itu, di desa Abu Syasyah, di dekat Ramallah, tampak tanda-tanda keberadaan sejumlah suku yang mendiami wilayah tersebut, kira-kira 3.500 SM.

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Pada awal sejarah menunjukan bahwa kabilah-kabilah Arabiyyah (bangsa Kan’an, Amuriyyah, Yabusiyyah, dan Finikiyyah) adalah bangsa yang paling pertama mendiami wilayah Palestina.Berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah barat maupun timur, yaitu kira-kira pada tahun 2.500 SM. Mereka menetap di wilayah pantai dan gunung-gunung.

Adapun Yabusiah, mereka mendiami kawasan Al-Quds dan membangun kota di sana yang dinamakan kota Yabus. Dengan demikian bangsa Palestina saat ini adalah keturunan suku-suksu tersebut. Suku Kan’an membangun 119 kota. Sementara bangsa Yahudi tidak ada ada satupun tanda-tanda pernah mendiami kawasan in. sebagaimana disebutkan kitab Taurat maupun Injil.

Pada tahun 2.000 s.d. 1200 SM, daerah ini dipimpin oleh Haksus (Heksos). Wilayah ini bisa menyempit dan meluas, tergantung siapa yang memerintahnya. Namun wilayahnya tidak sampai ke luar kawasan Syam (Syam saat ini terdiri dari kawasan Palestina, Lebanon, Suriah, Jordania, dan Mesir).

Nama Palestina

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

Nama Palestina waktu itu belum ada, yang ada adalah tanah Kan’an (Ardhu Kan’an), karena yang mendiaminya adalah bangsa Kan’an.

Hubungan nama Kan’an dengan Nabi Nuh memang tidak terdapat secara eksplisit di dalam ayat Al-Quran, melainkan penafsiran saja. Ayat-ayat yang menjelaskan interaksi Nabi Nuh dengan Kan’an tidak terdapat dalam surat Nuh itu sendiri, melainkan di Surat Hud ayat 42 sampai 48.

Firman Allah, artinya: “Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” Dan air pun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas Bukit Judi, dan dikatakan: Binasalah orang-orang yang lalim.”

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.”

Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Q.S. Huud [11] : 41-48).

Imam As-Suyuti menyebutkan bahwa nama Nuh bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Suriah yang artinya “bersyukur” atau “selalu berterima kasih”.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Imam Al-Hakim berkata dinamakan Nuh karena seringnya dia menangis, nama aslinya adalah Abdul Ghafar (Hamba dari Yang Maha Pengampun).

Di dalam Al-Quran disebutkan, “(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Q.S. Al Israa’ [17] :3).

Nabi Nuh ‘Alaihis Salam hidup sekitar 3993-3043 SM, atau berusia sekitar 950 tahun. Nuh ‘Alaihis Salam diangkat menjadi Nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di Babylonia (wilayah selatan dari Iraq sekarang). Namanya disebutkan sebanyak 43 kali dalam Al-Quran.

Nabi Nuh ‘Alaihis Salam memiliki empat anak laki-laki yaitu: Kan’an, Sem (Syam), Ham dn Yafet.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Pada tahun 1960, berita Life Magazine menyebutkan bahwa pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di puncak Gunung Ararat (nama lainnya adalah Guardian, Armenia, Judi).Panjangnya sekitar 500 kaki (150 meter) dan diduga perahu Nabi Nuh ‘Alaihis Salam (The Noah’s Ark).

Dr. Salih Bayraktutan dari Universitas Attaturk Turki mengatakan, “Ini adalah struktur (kapal) buatan manusia, dan pasti ini bahtera Nuh. Situs ini langsung di bawah Gunung al-Judi, yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai tempat berlabuhnya kapal, seperti dalam Surat Hud ayat 44”.

Dari keturunan Syam bin Nuh, melahirkan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Garis keturunannya adalah Ibrahim bin Azzar bin Tahur bin Sarush bin Ra’uf bin Falish bin Tabir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Syam bin Nuh.

Ibrahim (hidup sekitar tahun 1997-1882 SM), atau usianya sekitar 115 tahun. Menjadi Nabi sekitar tahun 1900 SM atau saat berumur 97 tahun. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam diutus untuk kaum Kaldan di wilayah Ur, Babylonia (kawasan selatan Iraq sekarang).

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Menurut teks kuno dan legenda, pendiri Babylonia adalah Raja Namrud bin Kan’an bin Kush bin Ham bin Nuh. Ia memerintah bersama Ratu Semiramis. Raja Namrud digambarkan sebagai tiran perkasa yang dzalim dan mengaku dirinya sebagai dewa penguasa alam.

Tanah Kan’an dan Nabi Ibrahim

Terusir oleh kedzaliman Raja namrud, Nabi Ibrahim bersama Nabi Luth berhijrah dari Babylonia ke wilayah Kan’an (Ardhu Kan’an), suatu daerah di barat daya Haran, meliputi daerah di lembah sungai Jordania, Wilayah Syam (yang kemudian disebut dengan Palestina).

Buminya sangat subur dan indah. Dikuasakan kepada Ibrahim dan keturunannya dengan syarat: mereka (keturunannya) tidak berbuat dzalim (aniaya, baik pada Tuhan maupun pada manusia).

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

Dari Hajar, Nabi Ibrahim memperoleh keturunan Nabi Ismai’l ‘Alaihis Salam (tinggal di Mekkah). Yang melahirkan keturunan hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sedangkan dari Sarah, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam memperoleh anak Nabi Ishak ‘Alaihis Salam (di Syam atau Palestina).

Sementara dari Nabi Ishak ‘Alaihis Salam memperoleh anak yang dinamakan Nabi Ya‘qub ‘Alaihis Salam, yang diangkat Allah menjadi Rasul-Nya dan bertugas meneruskan risalah kakeknya, Ibrahim ‘Alaihis Salam.

Nabi Ishak ‘Alaihis Salam mempunyai anak (sulung) yang bernama Aishu (Essau). Aishu menikah dengan anak perempuan Nabi Ismail ‘Alaihis Salam dan menurunkan bangsa Romawi dan Yunani.

Nabi Ya‘qub ‘Alaihis Salam inilah yang digelari dengan “Israaiil” (artinya hamba Allah) dan anak keturunannya disebut sebagai Bani Ya’qub atau Bani Israil.

Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu

Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam (hidup sekitar 1837-1690 SM, atau berusia sekitar 147 tahun) memiliki dua belas putera, yakni : Rubin, Syam’un, Lawway, Yahuda, Zabulaon, Yasakir, Dann, Gad, Asyar, Naftali, Yusuf, dan Bunyamin.

Sampai berkembang di sini pun nama Palestina belum muncul. Namanya masih disebut dengan Ardhu Kan’an, tanahnya bangsa Kan’an, anak keturunan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.

Nama Palestina

Pada masa 1550 – 1200 SM, bangsa Mesir menguasai beberapa wilayah termasuk Tanah Kan’an (Ardhu Kanan), yang kemudian dinamakan Palestina.

Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud

Awalnya, beberapa pendatang dari jazirah Kreet, di kepulauan Yunani, terkenal sebagai bangsa pelaut, yang asal-usul nenek moyangnya merupakan keturunan Nabi Ishaq bin Ibrahim, dari putera sulungnya Aishu (Essau) yang menikah dengan puteri Nabi Ismail ‘Alaihis Salam. Mereka datang dan mendiami selatan wilayah tepi pantai antara Gaza dan Yafa, yang masa itu dalam kekuasaan Fir’aun di Mesir. Suku-suku ini membangun kota. Mereka kemudian bergaul dan berasimiliasi dengan warga setempat Ardhu Kan’aan.

Nama Ardhu Kan’aan (Tanah Kan’aan) adalah nama tertua untuk daerah yang kemudian dikenal dengan tanah Palestina. Orang-orang Kan’aan mendirikan sebagian besar kota-kota di wilayah tersebut. Tidak kurang dari dua ratus kota kuno didirikan, seperti Beit She’an, Ashkelon, Acre, Haifa, Hebron, Ashdod, Beersheba dan Betlehem.

Penduduk setempat kemudian menamakan daerah ini dalam prasasti kuno dengan kata dalam bahasa Arab “ “ب – ل – س – ت (B-L-S-T). Wilayahnya meliputi lima kerajaan kota-kota kuno : Ghaza, Asdod, Gat, Ekron, dan Ashkelon.

Penyebutan “ “ب – ل – س – ت (B-L-S-T) berasal dari “Flisthyun” (فلسطيون) dari akar kata “palah”

Baca Juga: Menyelami Surga Tersembunyi di Aceh Barat Daya

Orang-orang dari Yunani dan Romawi kuno, tempat asal sebagian pendatang ke Tanah Kan’an (Ardhu Kan’an) menambahkan kata “n” (nun), dengan alasan untuk kombinasi, dalam penyebutannya. Sehingga mereka kemudian menyebutnya dengan “Filistin”.

Nama tersebut kemudian di-Inggris-kan menjadi Palestine (Palestina –dalam bahasa Indonesia), diberikan kepada wilayah penyebaran dari pantai Mediterania timur ke Lembah Yordan ke daerah meliputi Galilea di utara dan selatan Gurun Negev.

Wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan Turki Ottoman (Dinasti Utsmaniyyah) selama 400 tahun, dengan pusat administrasi berada di Damaskus.

Setelah jatuhnya Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I, nama Palestine dihidupkan kembali dan diaplikasikan di bawah Mandat Inggris untuk Palestina.

Jadi, sejak adanya tanah Palestina dari Ardhu Kan’an adalah milik orang-orang Arab asli dan pendatang dari Yunani yang kemudian menetap di wilayah tersebut. Wilayah tersebut juga erat kaitannya dengan diturunkannya Pata Nabi utusan Allah, yaitu Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim, yang mebawa risalah tauhid, mengajak menyembah Allah Yang maha Esa, sebagai hamba-hamba yang berserah diri kepada-Nya (sebagai seorang Muslim).

Tidak ada satupun sejarah yang menyebutkan bahwa penduduk asli wilayah Palestina adalah orang-orang Yahudi Israel.

Wallahu A’lam. Sumber Utama : Tarikh Filisthin al-Qadimah. Prof. Aly Muqbil. Mu’assasah al-Quds ad-Dauly Shanaa, Yaman. (P4/R02)

Ali Farkhan Tsani

Ali Farkhan Tsani, Penulis adalah Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Duta Al-Quds, Alumni Mu’assasah Al-Quds ad-Dauly Shana’a, Yaman, dan aktivis Aqsa Working Group (AWG).

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Breaking News
Feature