Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اِهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ (٧) (الفاتحة [١]: ٦ــــ٧)
Baca Juga: Jelajah Bumi Para Nabi
“Tunjukilah kami jalan yang lurus [6] (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [7]” (QS Al-Fatihah [1]: 6-7)
Para ulama menjelaskan maksud dari kalimat ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (jalan yang lurus) adalah agama Islam yang benar, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam. Jalan ini meliputi keimanan yang benar, amal shalih, serta ketundukan kepada Allah Ta’ala dengan mengikuti syariat-syariat-Nya.
Dalam tafsir Ibnu Katsir, kalimat ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ adalah jalan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh yang mendapat nikmat dari Allah Ta’ala (QS An-Nisa [4]: 69). Jalan itulah yang mengarahkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sementara itu, penjelasan kata ٱلْمَغْضُوبِ (orang-orang yang dimurkai), Ibnu Katsir dan para ulama ahli tafsir lainnya sepakat bahwa hal itu merujuk kepada kaum Yahudi. Sementara kata ٱلضَّآلِّينَ (orang-orang yang sesat) merujuk kepada orang Nasrani karena mereka menjadikan Nabi Isa Alaihi Salam sebagai tuhan.
Baca Juga: Menjaga Diri dari Godaan Duniawi di Akhir Ramadhan
Orang Yahudi dimurkai karena telah mengetahui kebenaran, tetapi enggan mengamalkannya. Sifat ini meliputi kesombongan, yakni menolak syariat para nabi, bahkan membunuh mereka, pengingkaran terhadap janji-janji yang mereka ucapkan sendiri, dan penyelewengan terhadap ajaran-ajaran Allah Ta’ala. Kemurkaan Allah Ta’ala itulah yang menyebabkan orang-orang Yahudi selalu mengalami kekalahan.
Dalam catatan sejarah, kaum Yahudi sering kali melanggar janji kepada Allah Ta’ala dan para nabi-Nya. Mereka telah berulang kali menyelewengkan kitab Taurat, menolak ajaran Nabi Musa Alaihi Salam, bahkan mengingkari Nabi Isa Alaihi Salam dan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.
Pelajaran dari sifat buruk kaum Yahudi yang sombong, suka melanggar janji dan berkhianat terhadap perjanjian-perjanjian itu dapat menjadi peringatan bagi umat Islam. Kaum Muslimin hendaknya senantiasa bersikap tawadhu’, menjaga amanah dan berpegang teguh pada ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kekalahan adalah konsekuensi dari penyimpangan terhadap syariat. Sebaliknya, kesuksesan dan kebahagiaan akan didapat oleh orang-orang yang tunduk, patuh menjalankan perintah-perintah Tuhannya.
Baca Juga: Bulan Ramadhan Ibarat Permainan Ular Tangga, Dimana Posisi Kita?
Yahudi Sebagai Bangsa dan Agama
Yahudi adalah sebuah istilah yang merujuk kepada dua hal, yakni sebagai bangsa dan agama. Sebagai bangsa, Yahudi mengacu pada komunitas etnis yang memiliki nasab yang tersambung kepada Yehuda, putra Nabi Ya’kub Alaihi Salam yang memiliki nama lain, yaitu Israil (QS Ali Imran [3]: 93.
Sejarawan modern bernama Shlomo Sand, dalam bukunya “The Invention of the Jewish People,” berpendapat bahwa konsep bangsa Yahudi sebagai entitas etnis yang homogen. Sementara itu, ahli sejarh lain seperti Simon Schama menyoroti kesinambungan sejarah Yahudi melalui teks-teks kuno, tradisi lisan, dan praktik budaya yang menghubungkan diaspora Yahudi di seluruh dunia. Jadi, sebagai bangsa, Yahudi mencerminkan identitas etnis yang eksklusif.
Adapun Yahudi sebagai agama, Yudaisme adalah salah satu tradisi monoteistik yang mereka klaim mengikuti jejak Abraham. Namun, para pakar sejarah menyebut, Yudaisme sebagai agama diperkirakan muncul pada abad ke-13 SM, ribuan tahun setelah masa hidup Nabi Ibrahim Alaihi Salam.
Baca Juga: Gila Hormat dalam Perspektif Ilmiah dan Syariat Islam
Kitab sucinya bukanlah Taurat, melainkan Talmud. Talmud adalah kumpulan tradisi lisan Yahudi yang kemudian dituliskan. Talmud tidak berisi wahyu, tetapi hasil diskusi dan perdebatan para rabi (tokoh agama kaum Yahudi) yang tidak ada hubungannya dengan ajaran nabi manapun.
Sementara sebagai agama, Yahudi adalah sistem kepercayaan yang berakar pada tradisi dengan kitab Talmud sebagai kitab sucinya. Tokoh Yahudi seperti David Ben-Gurion (pendiri negara ilegal Zionis Israel) menegaskan, Yahudi bukan hanya identitas agama, tetapi juga bangsa yang “memiliki hak” atas tanah leluhur mereka. Tanah Palestina mereka klaim sebagai warisan leluhur mereka.
Atas klaim sesatnya itu, mereka kemudian menduduki wilayah Palestina dengan merampas, mengusir dan membunuh warganya. Tidak segan-segan mereka melakukan kejahatan kemanusiaan, melanggar HAM dan melanggar berbagai perjanjian yang telah mereka sepakati sendiri.
Kekalahan Yahudi dalam Lintasan Sejarah
Baca Juga: Tarawih Express: Antara Kecepatan dan Kekhusyukan
Perjalanan kaum Yahudi adalah perjalanan kekalahan. Tercatat dalam sejarah, sejak zaman Fir’aun di Mesir hingga konflik modern saat ini. Kisah penindasan Yahudi di Mesir kuno merupakan salah satu episode paling terkenal dalam sejarah mereka.
Bangsa Yahudi disebut sebagai kaum yang diperbudak oleh Penguasa Mesir saat itu yang bergelar Fir’aun (16-13 SM). Mereka dipaksa bekerja tanpa upah. Anak laki-laki mereka dibunuh, sementara anak perempuannya dijadikan budak.
Mereka kemudian diselamatkan oleh Allah Ta’ala melalui Nabi Musa Alaihi Salam. Bersama Nabi Musa Alaihi Salam, kaum Yahudi kemudian diperintahkan untuk berpindah dari Mesir ke Baitul Maqdis dan beribadah menyembah Allah Ta’ala semata.
Meskipun Nabi Musa Alaihi Salam berjasa besar kepada mereka, kaum Yahudi tetap tidak patuh kepada perintahnya. Justru mereka membuat patung anak sapi sebagai sesembahannya. Akhirnya mereka bingung dan terdampar di Padang Tih (lembah antara Mesir dan Suriah) selama 40 tahun.
Baca Juga: Defisit Amal: Sebab dan Solusi Menurut Islam
Ketika mereka tinggal di Baitul Maqdis, bangsa Yahudi kembali mengalami kekalahan besar, yaitu pada masa Raja Nebukadnezar II dari Babilonia yang menghancurkan Yerusalem (abad ke-6 SM). Banyak orang Yahudi diasingkan ke Babilonia untuk menjadi budak.
Pada abad ke-7 Masehi, bangsa Yahudi kembali menghadapi kekalahan dengan ditaklukkan oleh kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alihi Wasallam. Mereka terusir dari Madinah, padahal sudah mendiami wilayah itu selama ratusan tahun.
Mereka diusir karena melanggar Piagam Madinah yang telah mereka sepakati bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam untuk hidup damai, berdampingan dengan umat Islam di Madinah. Mereka bersekongkol dan membuat konspirasi untuk membunuh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam.
Kekalahan bangsa Yahudi digambarkan oleh Allah Ta’ala dalam QS Al-Hasyr [59] yata ke-2:
Baca Juga: Kebiadaban Zionis Israel di Bulan Ramadhan
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَخْرَجَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ مِن دِيَٰرِهِمْ لِأَوَّلِ ٱلْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا۟ ۖ وَظَنُّوٓا۟ أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ ٱللَّهِ فَأَتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا۟ ۖ وَقَذَفَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِى ٱلْمُؤْمِنِينَ فَٱعْتَبِرُوا۟ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَبْصَٰرِ (الحشر [٥٩]: ٢)
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Dalam sejarah modern, salah satu kekalahan terbesar Yahudi terjadi pada masa Perang Dunia II, ketika jutaan Yahudi dibantai dalam tragedi Holocaust oleh rezim Nazi Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler.
Mereka dibantai karena dianggap bersekongkol dengan pasukan sekutu sehingga menjadi penyebab kekalahan Jerman pada Perang Dunia 1 yang terjadi pada 1914 hingga 1918 M.
Baca Juga: Qia, Balita Tasikmalaya, Kirimkan Cinta untuk Anak-Anak Palestina Lewat Celengan
Terlepas dari kontroversi tentang terjadinya Holocaust itu, peristiwa tersebut meninggalkan trauma mendalam bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia. Kekejaman itu kemudian menjadi salah satu alasan utama mereka mendirikan negara Israel pada tahun 1948 dengan merampas tanah bangsa Palestina.
Kekalahan Zionis Israel Menghadapi Pejuang Palestina
Zionis Israel yang didukung penuh Amerika Serikat (AS) saat ini adalah manifestasi dari Yahudi yang menjajah bangsa Palestina. Dalam beberapa tahun terakhir, peperangan antara Zionis Israel dan pejuang Palestina telah memasuki babak baru penuh ketegangan.
Serangan militer yang dilancarkan oleh penjajah Zionis Israel di Gaza disambut dengan perlawanan sengit dari kelompok pejuang Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam.
Baca Juga: 9 Kiat Mudik Aman
Pejuang Palestina terus melakukan perlawanan, meskipun dari kekuatan dan teknologi militer tidak seimbang. Beberapa media Israel mengungkap, dari perlawanan itu ribuan tentara Zionis tewas, puluhan ribu lainnya cacat permanen, sementara yang masih hidup mengalami depresi dan gangguan mental serius.
Beberapa pakar militer Israel sendiri telah mengkritik strategi pemimpinnya (Benyamin Netanyahu) dalam perang Gaza dan mengidentifikasi sejumlah faktor yang menyebabkan kegagalan dalam misi tersebut.
Mantan Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Jenderal (Purn) Giora Eiland, menyatakan bahwa Israel akan mengalami kegagalan total dalam perang di Gaza. Menurutnya, kekalahan ini dapat diukur dari pihak mana yang berhasil mencapai tujuannya dan siapa yang mampu memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, pejuang Palestina lah yang menang.
Dunia internasional yang sebelumnya tidak simpatik kepada pejuang Palestina, kini mereka menyuarakan dukungannya kepada Palestina dengan berbagai forum dan acara, baik secara resmi (forum PBB dan perwakilan pemerintah) ataupun turun ke jalan melakukan berbagai aksi sebagai bentuk dukungan.
Baca Juga: Akhlak Rasulullah sebagai Teladan Kehidupan
Menurutnya, Netanyahu telah keliru menyamakan Hamas dengan ISIS. Jika ISIS dimusuhi komunitas di sekelilingnya, maka Hamas didukung penuh warga Gaza. Tidak hanya warga Gaza dan komunitas internasional yang berempati kepada mereka.
Selain itu, Netanyahu terlalu fokus pada intervensi militer, tanpa mempertimbangkan pendekatan lain. Eiland menyebut, Hamas telah bersiap menghadapi segala taktik perang selama lebih dari 15 tahun.
Selain itu, mantan pejabat militer Israel, Jenderal Yitzhak Brick mengkritik kesiapan militer Israel dalam menghadapi perang regional. Ia menyoroti bahwa ribuan tentara Israel menjadi korban jiwa dan luka serius akibat jebakan saat memasuki rumah-rumah tanpa pemeriksaan yang memadai.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di surat kabar Haaretz baru-baru ini, Brick menyatakan bahwa Israel akan mengalami kehancuran dalam waktu satu tahun ke depan jika perang melawan Hamas terus berlanjut. Ia menekankan bahwa negaranya sedang menuju jurang kehancuran dan runtuhnya negara Israel dalam waktu dekat.
Runtuhnya negara Zionis Israel semakin tampak dengan banyaknya negara dan komunitas di dunia yang mempertanyakan status negara tersebut, bahkan sebelum terbentuknya.
Beberapa alasan, negara Zionis Israel dipertanyakan keabsahannya antara lain:
- Status tanah yang dijadikan sebagai negara
Israel mengambil kendali atas Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur selama Perang Enam Hari pada 5-10 Juni 1967. Sejak saat itu, Israel telah membangun pemukiman-pemukiman di wilayah yang diduduki tersebut, yang melanggar hukum internasional.
Resolusi Dewan Keamanan PBB, khususnya Resolusi 242 dan 338, menyerukan kepada Israel untuk menarik diri dari wilayah yang diduduki, namun Israel terus mengabaikan kewajiban internasional ini.
Pendirian pemukiman di Tepi Barat, yang dianggap ilegal oleh hukum internasional, menunjukkan bahwa Israel tidak mematuhi prinsip-prinsip dasar yang mengatur pengakuan negara dan kedaulatan. Oleh karena itu, Israel tidak berhak disebut sebagai negara.
Sementara itu jika Israel pernah dianggap menang dalam perang 1948 dan 1967 melawan Palestina – yang didukung beberapa negara Arab – sebenarnya tidak tepat. Karena rakyat Palestina hingga saat ini terus melakukan perlawanan dan terbukti akhirnya tentara Zionis Israel mengakui kekalahan dalam perang 7 Oktober 2023 lalu.
- Kehilangan legitimasi berdasarkan resolusi PBB
Pada 1947, PBB mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi negara Yahudi dan negara Arab melalui Resolusi 181. Namun resolusi tersebut tidak mendapat dukungan dari mayoritas negara-negara Arab dan Palestina.
Konflik terus berlanjut setelah itu, dan hingga hari ini Palestina tidak mendapatkan pengakuan penuh sebagai negara merdeka meskipun telah mengeklaim wilayahnya sendiri.
Selain itu, status Yerusalem yang juga merupakan bagian dari wilayah yang dipertentangkan semakin memperburuk klaim negara Israel. PBB dan sejumlah negara besar tidak mengakui penguasaan penuh Israel atas Yerusalem sebagai ibukota negara tersebut, yang menunjukkan bahwa legitimasi Israel sebagai negara sah masih dipertanyakan dalam banyak kalangan.
- Melakukan diskriminasi terhadap rakyat Palestina dan Arab
Sejak didirikan sebagai negara, Israel telah mengimplementasikan kebijakan yang menurut banyak kritikus berlandaskan diskriminasi, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.
Diskriminasi ini terlihat jelas dalam undang-undang yang membatasi hak-hak warga Palestina yang tinggal di Israel, seperti dalam Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi yang disahkan pada 2018.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa hak penentuan nasib sendiri di Israel hanya berlaku untuk orang-orang Yahudi dan mengabaikan hak-hak warga Arab yang merupakan sekitar 20 persen dari populasi Israel.
- Pelanggaran hukum internasional
Dari sudut pandang hukum internasional, pengakuan Israel sebagai negara tidaklah mutlak. Israel telah mengabaikan hak-hak Palestina yang diatur oleh hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa yang mengatur perlindungan terhadap wilayah yang diduduki.
Zionis Israel lebih mengutamakan kepentingan politik strategis daripada mempertimbangkan hukum internasional yang mendasari hak-hak bangsa Palestina.
- Melakukan pelanggaran HAM
Berbagai organisasi hak asasi manusia internasional, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menyebut Israel berulang kali melakukan pelanggaran HAM, khususnya terhadap warga Palestina.
Pelanggaran ini meliputi pembatasan kebebasan bergerak, penghancuran rumah-rumah, dan penggunaan kekuatan militer secara berlebihan terhadap warga sipil, agresi militer dan genosida di Gaza yang dilakukan sejak puluhan tahun lalu.
Jika sebuah negara melakukan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan berulang kali, tanpa ada yang menghentikannya, maka negara itu tidak layak hidup berdampingan dengan negara lain dan tidak pantas eksis di muka bumi. []
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Mi’raj News Agency (MINA)