Jakarta, 14 Jumadil Awwal 1437/22 Februari 2016 (MINA) – Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adi Lukman mengatakan, sertifikasi halal bagi masyarakat usaha kecil hanya bisa diberikan kepada yang mengklaim.
“Sertifikasi itu hanya bisa diberikan kepada pengusaha minuman dan makanan kecil yang mau mengklaim barangnya halal, kalau pemerintah melakukan pukul rata terhadap semua makanan, minuman yang dijual masyarakat kecil menengah, tidak segampang itu bisa terlaksana, baik itu sosialisasi,” ujar Adi Lukman kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Senin (22/2).
Dalam diskusi INDEF, Solusi Ekonomi Indonesia “Mengungkap Kartel Pangan” di Jakarta, Adi mengatakan, dari Kementerian Agama (Kemenag) sudah membahas tentang jaminan sertifikasi produk halal kepada masyarakat yang usaha makanan dan minuman kecil. Akan tetapi, belum ada implementasi.
“Sudah ada pembahasan sertifikasi halal dari badan struktur Kemenag sendiri yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), akan tetapi belum ada implementasinya,” katanya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Adi juga meminta kepada pemerintah,agar semua produk harus terjamin halal dan haramnya, dan jasa pun harus ikut. “Tapi tidak semua bisa mendapat sertifikasi halal, kalau pemerintah saja belum bisa melakukan itu,” kata Adi.
Ia mengatakan GAPMMI sendiri meminta kepada pemerintah dengan adanya Undang-Undang No.33 Tahun 2014 itu akan sulit dilaksanakan, yang isinya tentang mandatori semua produk harus halal, baik itu yang digunakan, dipakai, dan bahkan jasa pun harus ikut.
“Ini yang jadi masalah, karena ujung-ujungnya tidak bisa semua mendapatkan sertifikasi halal,” tambahnya.
Selanjutnya, Adi menjelaskan yang lebih penting lagi adalah bagaimana jaminan halal itu bisa dilakukan, bukan hanya sertifikat.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
“Kalau pemerintah mau membantu masyarakat Usaha Kecil Menengah (UKM) lewat sertifikat, itu tahap pertama, tapi praktiknya di dalam penjaminannya yang sulit, sehingga kita harapkan halal itu bukan menjadi wajib, yang menjadi wajib adalah bila kita mengklaim halal, maka itu wajib bersertifikat,” jelas Adi.
Dalam pasal 4 Undang-Undang Mandatori No 30. Tahun 2014 disebutkan semua produk harus halal, termasuk baju dan hijab.
“Diharapkan undang-undang itu ada revisi, apakah memungkinkan? Sedangkan sskarang untuk kemampuan yang bersertifikasi halal itu hanya 5.000 perusahaan. Bayangkan UKM pangan saja ada sekitar 1,5 juta, baru pangan, belum restoran, kantin, rumah tangga, semua kalau diwajibkan halal, gimana caranya? Pasti sulit, kalau perusahaan besar jangan dipikirkan, karena sudah pasti begitu mau produksi dia pasti meminta sertifikasi halal,” terang Adi.
Untuk sosialasai ke masyarakat, GAPMMI mendukung semua produk halal.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
“Contohnya penjual siomay. Kita tahu siomay itu halal, maka kata si penjual, saya harus meminta sertifikasi halal. Jadi ini yang kita mau, si pedagang siomay yang harus mengklaim barangnya halal. Jangan sampai pedagang kecil tidak menjual makanan karena tidak adanya sertifikat halal, padahal makanan yang dijual adalah halal,” tambahnya.
“Kita sedang dalam proses pembicaraan dengan LPPOM, Kemenag, pemerintah dan juga DPR. Sekarang Badan Standardisasi Nasional (BSN) membuat standar halal untuk menjadi solusi,” tutup Adi. (L/P007/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal