Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekolah Hukum Harus Mampu Hadapi Persaingan Pasar Bebas MEA

Risma Tri Utami - Jumat, 11 Maret 2016 - 13:50 WIB

Jumat, 11 Maret 2016 - 13:50 WIB

464 Views ㅤ

Guru besar sekaligus penasehat hukum International Islamic University Malaysia (IIUM), Prof. Dr. Nik Ahmad Kamal Bin Nik Mahmod saat mengisi pidato milad Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Foto: UMY)
Guru besar sekaligus penasehat hukum International Islamic University Malaysia (IIUM), Prof. Dr. Nik Ahmad Kamal Bin Nik Mahmod saat mengisi pidato milad Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Foto: UMY)

Guru besar sekaligus penasehat hukum IIUM Malaysia, Prof. Dr. Nik Ahmad Kamal Bin Nik Mahmod saat mengisi pidato Milad Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(Foto: UMY)

Yogyakarta, 2 Jumadil Akhir 1437/11 Maret 2016 (MINA) – Guru besar sekaligus penasehat hukum International Islamic University Malaysia (IIUM), Prof. Dr. Nik Ahmad Kamal Bin Nik Mahmod mengatakan arus globalisasi memaksakan untuk harus bisa bersaing dengan negara-negara di kawasan regional Asia Tenggara.

Persaingan tersebut bukan hanya melibatkan para pebisnis, namun juga melibatkan kalangan mahasiswa, terutama para sarjana yang harus siap menghadapi persaingan dalam ranah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Terlebih para sarjana hukum juga harus mampu bersaing dengan para sarjana dari negara-negara Asia Tenggara. Gelar sarjana hukum yang didapat, tidak harus menjadi pengacara, hakim, advokat, atau hal yang berkaitan dengan hukum.

Hal itu disampaikan Nik Ahmad saat mengisi pidato Milad Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY) ke-35 di Ruang Sidang AR. Fachruddin A Lantai 5, beberapa waktu lalu, demikian laman resmi UMY yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!

Nik Ahmad menyampaikan bahwa jika ditelaah terkait pendidikan hukum di Asean, menurut Tan Cheng Han yang telah mengamati pendidikan hukum di Asean, saat ini Indonesia memiliki lebih dari 200 sekolah hukum dan kebanyakan sekolah tinggi dan universitas swasta.

“Di Malaysia sekolah hukum hanya memiliki enam sekolah hukum negeri dari total sepuluh sekolah hukum. Di samping itu, sekolah hukum dalam negeri, sarjana hukum juga datang dari sekolah hukum asing dan melayani profesi hukum di negara mereka, seperti banyaknya pengacara Asean yang lulus dari USA, UK, Australia, Perancis, dan negara lainnya di luar Asean,” ungkapnya.

Nik Ahmad menambahkan, pendidikan hukum merupakan suatu fenomena yang relatif baru di Vietnam, Kamboja, Laos, dan Brunei Darussalam. Meskipun demikian, sekolah hukum dalam dan luar negeri telah memenuhi pengacara untuk dipraktekkan dalam industri hukum di negara-negara anggota Asean.

“Dengan sistem hukum yang berbeda, sekolah-sekolah hukum di Asean mengambil pendekatan pragmatis dalam pengajaran hukum dalam negeri kepada mahasiswa mereka, sehingga mereka dapat mempraktikkannya sebagai pengacara dalam negeri di negara mereka,” jelasnya.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini

Dengan adanya MEA tersebut, tidak menutup kemungkinan terdapat peluang dan tantangan bagi sekolah-sekolah hukum maupun para sarjana hukum.

Menurutnya, peluang MEA adalah dapat membuka peluang bisnis dengan cara membuka kantor advokat dengan negara-negara Asean.

“Dengan dibukanya peluang kerjasama dalam membangun bisnis, memberi peluang dibukanya kerjasama dengan kantor advokat di negara anggota Asean lainnya. Ini juga menjadi koraborasi kerjasama dalam kegiatan bisnis antara kantor advokat dari beberapa negara,” ujarnya.

Sedangkan keuntungan dalam perbandingan pengetahuan, ia menambahkan bahwa keuntungan yang didapat yaitu dapat mempersiapkan lulusan hukum dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman, untuk mempersiapkan tantangan pasar bebas yang menghendaki operasi di Asean dan kantor advokat global.

Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online

Sementara itu, tantangan yang perlu dihadapi di sekolah-sekolah hukum dalam menjalani MEA, masih banyak dosen-dosen hukum belum mempunyai dasar dalam perbandingan hukum untuk mengajarkan mata kuliah perbandingan hukum.

“Pengetahuan perbandingan hukum masih rendah, sehingga dosen hukum tidak mempunyai rasa percaya diri dalam mengajarkan mata kuliah tersebut. Selain itu kurangnya referensi dalam memahami bahasa hukum juga menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar,” pungkasnya. (T/ima/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan

TagMEA

Rekomendasi untuk Anda

Pendidikan dan IPTEK
Ekonomi
Indonesia
Kolom
Ekonomi
Kolom
Kolom
Khadijah