Semangat berkurban, warga pontianak, di kelurahan Sui Jawi Luar, agaknya perlu ditiru. Status pekerjaan yang mereka miliki tak menyurutkan tekadnya berlomba dalam mengamalkan amalan yang dicintai Allah di hari raya Idul Adha itu. Bagaimana tidak, sebagian besar mereka yang mendaftarkan diri ke panitia penyelenggara adalah warga dengan ekonomi menengah ke bawah.
“Bahkan kira-kira setengahnya mereka yang kerja serabutan, pedagang kecil, buruh harian dan pegawai swasta,” kata ketua panitia, Suparyono.
Suparyono, mengatakan sejak tahun 1990-an kegiatan fastabiqul khairat itu rutin setiap tahun dilakukan. Peningkatan kesadaran mulai terlihat dari awal tahun 2000-an hingga saat ini.
“Tahun kemarin kita bahkan mencapai hampir 30 ekor sapi,” terangnya.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Pembekalan akan kesadaran pentingnya berkurban dari para ustaz, ulama ke pengajian-pengajian rutin dilakukan, membuat warga sekitar bersungguh-sungguh melaksanakan amalan yang memiliki hukum sunnah mu’akkadah.
“Setelah merasakan kenikmatan dalam memenuhi ibadah teladan Nabi Ibrahim dan Ismail ini, mereka jauh-jauh hari telah berniat,” lanjutnya.
Dengan 10 Ribu Bisa Berkurban
Man Jadda wa jadda, barang siapa yang bersungguh sungguh pasti dia akan mendapat. Mungkin itulah keyakinan warga Pontianak yang ingin mencoba untuk meneladani Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Rahmad Basuki misalnya, penjual nasi goreng kaki lima ini, sejak tujuh tahun lalu rutin berkurban setiap tahun. Penghasilan harian hasil dagangannya, ia sisihkan 10 ribu untuk jatah kurban.
“Saya senang bisa memenuhi perintah Allah ini,” terangnya singkat.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Gusti Mulyadi, lelaki 40 tahun yang bekerja sebagai tukang pijit dan bekam ini, malah sudah lupa kapan ia pertama kali berkurban. Meski penghasilannya sebatas cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun niat untuk menunaikan ibadah utama di bulan Dzulhijjah ini tidak pernah ia abaikan. Agar tidak memberatkan, Gusti pun mensiasatinya dengan cara menabung setiap pekan 50 ribu rupiah.
“Saya merasa ada yang kurang kalau tidak berkurban, jadi ini bagian dari kebutuhan saya, lagi pula pengalaman saya hikmah kurban itu luar biasa, selalu ada jalan keluar,” jelasnya.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Tidak jauh berbeda yang dialami Zakaria contohnya, seorang guru PAUD yang bertempat tinggal sekitar 20 kilometer utara Kota Pontianak, merasakan kenikmatan tersendiri saat bisa menunaikan ibadah yang disunnahkan dan dicintai Allah tersebut.
Zakaria menceritakan, dengan modalnya azzam dan tetap berdoa, ia berhasil melaksanakan kurban yang kedua kalinya setelah tahun 2015.
“Alhamdulillah sepuluh hari sebelum Idul Adha, saya dapat kerjaan, sehingga bisa bayar kurban, padahal sebelumnya tidak punya gambaran sama sekali,” terangnya.
Zakaria merasakan banyak kemudahan yang Allah karuniakan hikmah dari ibadah ini. “Rezeki mengalir seperti hujan, yang penting kita ikhlas dan bersungguh-sungguh,” katanya.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Tahun depan, bapak dua putra ini sudah memasang niat untuk berkurban atas dirinya dan istrinya.
Suparyono menuturkan total kurban dari warga kota Pontianak di kelurahan Sui Jawi Luar dan sekitarnya difasilitasi Jama’ah Muslimin (Hizbullah) untuk tahun ini, ada 23 ekor sapi dan satu ekor kambing.
“Alhamdulillah 2.640 kantong hewan kurban yang kita sebarkan dari sembelihan tersebut,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Wakil Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) wilayah Kalimantan Barat, Urai Salam mengucapkan terima kasih dan mendoakan kepada seluruh pihak yang membantu menyukseskan pelaksanakaan pemotongan hewan kurban agar Allah membalas kebaikan mereka.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“Alhamdulillah tahun ini di seluruh Kalbar kurban yang kita fasilitasi 58 ekor sapi dan lima kambing,” terangnya.(L/P004/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah