Xinjiang, 9 Rajab 1435/8 Mei 2014 (MINA) – Serangan bom oleh dua orang di sebuah stasiun kereta api wilayah barat laut otonom Cina, Xinjiang, Rabu (7/5) menyebabkan meningkatnya ketegangan etnis di salah satu wilayah Cina yang paling bergolak.
Kedua pria tewas dalam ledakan di kota barat Xinjiang, Urumqi, sementara 79 orang terluka. Salah satu penyerang diidentifikasi sebagai Sedierding Shawuti (39), anggota komunitas Muslim Uighur Cina, demikian dilaporkan Kantor Berita Anadolu yang dikutip Miraj Islamic News Agency (MINA).
Pemerintah dengan cepat menyalahkan separatis Uighur sebagai pelaku atas serangan itu, kejadian pertama di Urumqi selama 17 tahun terakhir.
“Tindakan tegas harus diambil untuk menekan para teroris,” kata Kantor Berita Xinhua, mengutip pernyataan Presiden Cina Xi Jinping.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Organisasi dan aktivis HAM mengatakan, pembatasan agama, budaya dan bahasa terhadap komunitas Uighur oleh pemerintah Cina telah memicu ketegangan dan kekerasan selama bertahun-tahun di provinsi kaya mineral dan minyak itu.
“Ada pembatasan tentang siapa yang dapat berkhutbah di pesta pernikahan, atau pembatasan tentang siapa yang dapat berpuasa selama Ramadhan,” kata Sophie Richardson, Direktur Human Rights Watch di Cina. “Bahkan ada pembatasan orang yang boleh memelihara janggut.”
Namun pemerintah Cina membantah keras tuduhan tersebut.
Konsensus tahun 2000 melaporkan, populasi etnis Uighur sekitar 45 persen dari penduduk Xinjiang, sementara Cina Han 40 persen.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Richardson menjelaskan, pembatasan yang menghentikan Uighur melaksanakan keyakinannya dengan leluasa adalah “sangat mengganggu”.
Dia menyebut etnis Uighur yang merupakan keturunan dari Turki sebagai “orang asing di negeri mereka sendiri”.
Ulama mengatakan, masuknya imigran Cina Han ke Xinjiang dengan pesat, sering memancing konflik.
Menurut Biro Statistik Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, penduduk Han meningkat dari 6,7 persen (220.000) pada 1949 menjadi 40 persen (8,4 juta) pada tahun 2008.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
“Uighur mengatakan bahwa mereka merasa adalah minoritas di daerah yang secara historis mereka adalah mayoritas,” kata Richardson. “Mereka telah menjadi orang asing di tanah mereka sendiri.”
Menurut para ahli, dari tahun 1950 hingga 1970, Han bermigrasi ke Xinjiang. Migran dikirim untuk bekerja di Xinjiang Production dan Construction Corps (XPCC) yang dikelola negara, membantu membangun pertanian dan kota.
“Infrastruktur yang dibangun di Xinjiang untuk ‘membantu’ penduduk setempat, tapi pada kenyataannya, sebagian besar berfungsi untuk memenuhi kebutuhan Cina Han dengan mengeksploitasi sumber daya ekonomi Xinjiang, minyak dan mineral,” kata Stephanie Gordon, seorang peneliti ilmu politik di University of Leicester, Inggris. ”Kebijakan ini tidak berbuat banyak untuk melayani penduduk Uighur setempat dan justeru meningkatkan ketegangan di kawasan ini.”
Pada bulan Juli 2009, serangkaian kerusuhan kekerasan yang menewaskan sekitar 197 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang lainnya, pecah di ibukota Xinjiang, Urumqi, dengan target utama etnis Cina Han. (T/P09/EO2).
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon