Sesama Mukmin itu Bersaudara

Oleh: Zaenal Muttaqin, Wartawan dan Kepala Biro MINA di Jawa Tengah

Firman Allah:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al Hujurat: 10).

Ayat tersebut merupakan penegasan bahwa orang beriman atau itu bersaudara. Penegasan pada ayat itu menggunakan kalimat Hasyr yaitu (إِنَّمَا) yang artinya hanyasanya, dengan kata lain bahwa orang beriman itu hanyalah orang yang bersaudara.

Imam Al Qurtuby dalam kitab tafsirnya menyebutkan, persaudaraan antara orang mukmin itu karena sebab agamanya yang mulia, bukan karena sebab keturunan atau nasab. Sebab persaudaraan karena agama lebih kokoh dan tetap dari pada persaudaraan karena keturunan.

Persudaraan karena agama tidak akan terputus karena bedanya keturunan, sebaliknya persudaraan karena sebab keturunan dapat putus karena beda agama.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا، اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يَخْذُلُهُ ، وَلاَ يَحْقِرُهُ ، اَلتَّقْوَى هٰهُنَا، وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْـمُسْلِمَ ، كُلُّ الْـمُسْلِمِ عَلَى الْـمُسْلِمِ حَرَامٌ ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Artinya: “Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling memata-matai, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi. Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allâh yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu di sini, beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya atas muslim lainnya”. (HR Muslim).

Beberapa larangan yang tersebut pada hadits di atas merupakan perilaku buruk yang akan merusak persaudaraan antara sesama orang beriman. Sesama muslim juga bersaudara dan hendaknya tetap menjaga persaudaraan itu. Bahkan cukuplah keburukan seseorang jika ia menganggap remeh pada orang lain. Sesama muslim diharamkan saling membunuh dan merampas hartanya serta menjatuhkan kehormatannya.

Pada hadits lainnya juga disebutkan, bahwa Rasulullah Shallahu ‘alihi wasallam bersabda, “Orang muslim adalah saudara muslim lainnya, maka jangan berbuat aniaya kepadanya, jangan membuka aibnya, jangan menyerahkannya kepada musuh, dan jangan meninggikan bagian rumah sehingga menutup hembusan udara tetangganya kecuali dengan izinnya, jangan mengganggu tetangganya dengan asap makanan dari periuknya kecuali jika ia memberi segayung dari kuahnya. Jangan membeli buah-buahan untuk anak-anak, lalu dibawa keluar (diperlihatkan) kepada anak-anak tetangganya kecuali jika mereka diberi buah-buahan itu. “Kemudian Nabi saw bersabda, “Peliharalah (norma-norma pergaulan) tetapi (sayang) hanya sedikit di antara kamu yang memeliharanya. “Dalam hadits shahih lain dinyatakan, “Apabila seorang muslim mendoakan saudaranya yang ghaib (jauh), maka malaikat berkata ‘Amin’, dan semoga kamu pun mendapat seperti itu”.

Menjaga persaudaraan sangat diutamakan, bahkan jika terjadi perselisihan atau permusuhan di antara sesama mukmin agar segera didamaikan. Baik itu permusuhan antar perorangan, kelompok atau pun golongan, seperti diperintahkan oleh ayat tadi, harus didamaikan.

Ayat ke 10 dari surat Al-Hujurat tersebut juga petunjuk bahwa perbuatan memusuhi tidak menggugurkan keimanan seseorang, tetapi merupakan perbuatan dan akhlak yang buruk. Mereka yang bermusuhan tetaplah disebut sebagai orang yang beriman, dan kewajibannya harus didamaikan agar tidak saling bermusuhan. Bukan ikut memusuhi dengan membela atau mendukung salah satunya, akan tetapi harus didamaikan.

Ali bin Abu Tholib karamallahu wajhah pernah ditanya tentang orang-orang yang memusuhi dan menentangnya serta memeranginya pada perang Jamal dan perang Shiffin. Apakah mereka itu orang-orang musyrik ? Ali berkata, bukan, mereka jauh dari syirik. Apakah mereka itu orang-orang munafik ? Ali menjawab, bukan, karena orang munafik itu tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit. Lalu bagaimana sebenarnya mereka itu ? Ali menjawab, mereka adalah saudara-saudara kita juga, tetapi mereka melawan kita. Wallahu a’lam. (A/B05/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)