Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SETELAH PENEMBAKAN CALIFORNIA, KELUARGA MUSLIM AS BERJUANG PERTAHANKAN IDENTITAS

Widi Kusnadi - Selasa, 29 Desember 2015 - 07:26 WIB

Selasa, 29 Desember 2015 - 07:26 WIB

609 Views

Sherrel Johnson. seorang manajer humas

Sherrel Johnson. seorang manajer humas

San Francisco, 17 Rabiul Awwal 1437/29 Desember 2015 (MINA) – Mirvette Judeh mulai menutupi jilbabnya dengan hoodie (sejenis jaket dengan tutup kepala) dua minggu yang lalu saat berada di dalam mobil dengan dua anaknya yang masih kecil.

Seseorang mungkin ingin menyakiti ibu mereka, ia menjelaskan kepada mereka, karena jilbab dengan mudah mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim.

“Sekarang aku harus melakukan percakapan ini dengan anak-anak,” kata Judeh, 39 tahun, yang tinggal di California selatan. “Itulah yang menghancurkan hati saya -. Untuk memberitahu anak-anak bahwa pilihan saya untuk membela agama bisa membuatnya tidak aman”

Ketika reaksi anti-Muslim meluas di AS menyusul pembantaian 2 Desember oleh pasangan muda Muslim yang terinspirasi dengan Daesh di San Bernardino, California, banyak keluarga muda Muslim mengatakan mereka mengkhawatirkan keselamatan mereka dan berjuang dengan identitas Amerika dan Muslim mereka , tulis Arab News, seperti dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu

Judeh, misalnya, mengemukakan dia telah mengatakan kepada anak-anaknya bahwa tindakan mereka mungkin akan menghadapi pemeriksaan tambahan karena mereka adalah Muslim.

Dia mengajarkan anaknya yang berusia 8 tahun, misalnya, agar jangan sekali-kali mengucapkan kata-kata “meledakkan” di sekolah, terlepas dari apa konteksnya, dan jangan pernah meniru-niru orang bermain dengan senjata, bahkan sekalipun para temannya melakukan hal itu.

Anaknya telah diminta jika orang membenci dia dan keluarganya, kata Judeh, ini suatu masalah yang ternyata sulit untuk dijawab setelah mendengar berbagai komentar penuh kebencian dan ancaman akibat jilbabnya.

Masalah itu semakin menggumpal sejak orang-orang bersenjata yang setia kepada Daesh menewaskan 130 orang di Paris pada 13 November.

Baca Juga: DK PBB Berikan Suara untuk Rancangan Resolusi Gencatan Genjata Gaza

Pasang naik jelang pilpres

Tetapi bahkan sebelum aksi kekerasan di Paris, sentimen anti-Muslim sedang meningkat, terbawa retorika calon presiden AS – dari komentar Ben Carson dari Partai Republik pada September bahwa umat Islam tidak layak menjadi presiden hingga komentar terakhir miliarder Donald Trump mengenai larangan imigrasi Muslim.

Mantan Gubernur Florida Jeb Bush, seorang Republikan yang berkampanye dalam beberapa bulan terakhir telah mengatakan Amerika Serikat seharusnya hanya mengizinkan pengungsi Suriah yang dapat membuktikan bahwa mereka adalah Kristen – sebagian kecil dari jutaan orang yang diusir dari negara yang hancur akibat perang tersebut.

Beberapa keluarga Muslim mengatakan mereka takut kejahatan kebencian yang diarahkan terhadap iman mereka sedang mengalami pasang naik, seperti ketika kepala babi ditemukan di luar pintu masjid Philadelphia pada 7 Desember, sebuah insiden yang menjadi berita utama nasional. Babi dan produk sampingan daging babi haram atau dilarang dalam Islam.

Baca Juga: Kepada Sekjen PBB, Prabowo Sampaikan Komitmen Transisi Energi Terbarukan

Tindakan diskriminasi sebagian besar tidak diketahui, seperti ketika seorang wanita melemparkan kopi panas pada sekelompok Muslim yang sedang shalat di sebuah taman di California pada 6 Desember. Dewan Hubungan Amerika-Islam, yang melacak insiden tersebut, mengatakan skala vandalisme, kerusakan dan intimidasi di masjid-masjid Amerika tahun ini merupakan yang terburuk dalam dalam catatan mereka selama enam tahun.

Banyak dari sekitar 2,8 juta Muslim Amerika mengatakan mereka takut ketegangan dapat menjadi lebih buruk dalam pemilihan presiden yang sudah menggelorakan kemarahan dan kefanatikan.

Para Muslim muda negara itu mengatakan mereka sering merasa perlu membuktikan bagaimana sebagai warga Amerika mereka menjauhkan diri dari radikalisme. Di Baltimore, Arif Khan mengatakan dia tidak ingin masa kecil anaknya dipenuhi dengan percakapan tentang penembakan atau serangan lainnya.

Dikatakannya, ia dan istrinya, yang memakai jilbab, mengambil tindakan pencegahan ketika meninggalkan rumah. Mereka memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka dan hati-hati memilih tempat-tempat umum untuk shalat ketika tidak berada di rumah.

Baca Juga: Puluhan Anggota Kongres AS Desak Biden Sanksi Dua Menteri Israel

Ia mengatakan ia dan istrinya ingin anak mereka yang masih bayi dan berusia satu setengah bulan agar berwaspada ketika usianya meningkat dewasa. Namun mereka juga berharap untuk mengajarinya bahwa nilai-nilai Islam dan Amerika-nya saling melengkapi. (T/R07/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Tiba di Peru, Prabowo akan Hadiri KTT APEC

Rekomendasi untuk Anda

Amerika
Indonesia
Dunia Islam
Internasional
Dunia Islam