Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Solidaritas Palestina; Dari Ruang Kelas hingga ke Puncak Gunung

Arina Islami Editor : Widi Kusnadi - 16 menit yang lalu

16 menit yang lalu

2 Views

Pendakian Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat oleh AWG dalam BSP 2024. (Foto: AWG)

”FREE Free Palestine,” kalimat ini terus bergema di berbagai penjuru dunia, terutama pasca-serangan perlawanan para pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 lalu. Meski jauh sebelum itu, Indonesia sudah sejak awal berdiri bersama Palestina bahkan dipelopori langsung oleh Founding Father negara ini, Ir. Soekarno.

Konstitusi Indonesia pun menentang keras segala bentuk penjajahan di muka bumi. Ini menjadi landasan kuat mengapa sampai sekarang Indonesia menjadi salah satu negara yang paling solid terhadap perjuangan Palestina.

Dukungan Indonesia untuk Palestina tidak sebatas upaya diplomasi di forum-forum internasional. Suara solidaritas ini mengalir hingga ke gerakan akar rumput yang dimotori oleh berbagai komunitas masyarakat sipil, salah satunya Aqsa Working Group (AWG); sebuah organisasi pergerakan yang menghimpun anak-anak muda dalam satu visi yang sama yaitu memerdekakan Palestina dan membebaskan Masjid Al-Aqsa.

Tinggal menghitung hari, kita memasuki bulan November. Bulan ini terasa spesial di setiap tahunnya sejak AWG mencetuskan November sebagai Bulan Solidaritas Palestina pada 2022. Dengan demikian, 2025 menjadi tahun keempat gelaran Bulan Solidaritas Palestina (BSP).

Baca Juga: Proyek Israel Raya, Upaya Menguasai Timteng dengan Dukungan AS

Bulan November dipilih berdasarkan sejumlah peristiwa sejarah yang terjadi di bulan tersebut, antara lain 2 November 1917 Deklarasi Balfour, 11 November 2004 wafatnya Yasser Arafat, 15 November 1988 Hari Kemerdekaan Palestina, dan 29 November 1947 Hari Solidaritas Internasional Bersama Masyarakat Palestina.

Gelaran akbar yang berlangsung selama sebulan penuh itu diwarnai dengan berbagai kegiatan, mulai dari bedah buku, seminar, turnamen futsal, aneka perlombaan, hingga pendakian gunung. Beragam kegiatan ini menunjukkan bahwa masalah Palestina bukanlah isu eksklusif yang hanya dibicarakan dalam ruang kelas atau mimbar masjid.

Melalui Bulan Solidaritas Palestina (BSP), AWG ingin menegaskan bahwa masalah yang terjadi di Palestina harus masuk ke seluruh lapisan masyarakat, termasuk komunitas pendaki, penggemar sepak bola, seniman, hingga di warung-warung kopi.

Bendera Palestina kemudian tidak hanya berkibar di gedung kedutaan atau terpasang di dalam ruang diskusi akademik. Kita melihat bendera berwarna hitam, hijau, putih, dan merah itu berkibar di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut.

Baca Juga: Aneksasi Upaya Menghapus Masa Depan Palestina

Konon, semakin tinggi bendera sebuah negara dikibarkan, semakin menunjukkan kedaulatan negara tersebut. Barangkali inilah pesan yang ingin dibawa oleh para pendaki dalam acara Bulan Solidaritas Palestina.

Tahun ini, AWG sepakat akan mengibarkan bendera Palestina di 23 gunung di seluruh Indonesia dengan melibatkan 1.000 pendaki; sebuah kolaborasi fantastis bersama organisasi kemanusiaan Salam Aid. Pendakian gunung-gunung itu dijadwalkan akan berlangsung secara serentak.

Bayangkan, bendera Palestina (tentu didampingi bendera Indonesia) akan berkibar di puncak-puncak ketinggian Bumi Pertiwi. Gunung Raung, sebagai salah satu gunung tertinggi di Jawa Timur dan gunung tersulit di Pulau Jawa bahkan masuk dalam daftar tujuan pendakian BSP 2025.

Dampaknya, persoalan Palestina tidak lagi dipandang sebagai masalah para akademisi, para ulama, atau politisi semata. Komunitas pencinta alam pun turut meyakini bahwa menapaki bebatuan terjal menuju puncak gunung bisa menjadi salah satu wujud solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Baca Juga: Olimpiade dan Penjajahan: Polemik IOC–Indonesia

Meski tidak bisa dibandingkan tapi paling tidak mereka percaya, semakin sulit sebuah gunung didaki, semakin mereka memahami bagaimana pengorbanan rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan, untuk bisa memekikkan “Free Palestine”, untuk bisa mengibarkan bendera mereka di tanah airnya.

Ruang kelas dan mimbar masjid memang menjadi langkah awal memupuk semangat solidaritas dengan ilmu dan pengetahuan tentang apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Diskusi akademik yang melibatkan para ahli tentu harus terus digencarkan agar solidaritas Palestina tidak hanya menjadi tren di tengah masyarakat tetapi melekat di akal pikiran kita.

Isu Palestina pun harus terus diangkat oleh para politisi di panggung-panggung internasional karena kita tetap membutuhkan kekuatan diplomasi. Maka untuk melengkapi perjuangan ini, AWG melebarkan lingkup solidaritas Palestina sehingga siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, Palestina selalu menjadi buah bibir masyarakat Indonesia.

Kita telah sepakat bahwa persoalan Palestina adalah masalah kemanusiaan, terlepas jika secara khusus bagi pemeluk agama Islam, Palestina berkaitan pula dengan akidah. Soal kemanusiaan ini, AWG pun menggandeng tokoh-tokoh lintas agama untuk sama-sama bergerak dalam perjuangan Palestina.

Baca Juga: Tatanan Baru Palestina dan Ujian Bagi Solidaritas Dunia Islam

Dalam gelaran BSP, berkali-kali AWG melibatkan salah satu pendaki senior yang pernah menjalani misi mengagumkan; mengibarkan bendera Palestina di 111 gunung, dialah Mangihut Hasudungan; seorang penganut Kristen yang bahkan dalam berbagai kesempatan mengklaim dirinya sebagai Ateis. Ada pula Romo Magnis Suseno; imam bagi pemeluk agama Katolik yang vokal menentang penjajahan Zionis Israel, ia kerap diundang AWG sebagai pembicara pada diskusi Palestina dalam gelaran BSP.

Dengan begitu, kita tidak perlu lagi bertanya tentang apa yang sebetulnya bisa kita lakukan untuk Palestina, siapa kita hingga berani bicara Palestina, atau di mana kita pantas membicarakan Palestina. Karena jawabannya sudah diberikan AWG melalui kegiatan Bulan Solidaritas Palestina (BSP).

Maka mari terus berisik tentang isu ini, mari terus menjadi corong bagi rakyat Palestina kepada dunia, mari menjadi bagian dari orang-orang yang melawan segala bentuk ketidakadilan di muka bumi dari ruang-ruang kelas, kedai-kedai kopi, lapangan sepak bola, hingga dari puncak tertinggi negeri ini.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Dari Viral ke Vital, Menata Ekonomi Kreatif dan Gig Economy 2025

Rekomendasi untuk Anda