Sosialisasi Edukasi Dampak Oplosan Minol Anak Dibawah Umur Perlu Ditingkatkan

Jakarta, 2 Shafar 1438/2 November 2016 (MINA) – Sosialisasi edukasi bahaya dampak oplosan minuman beralkohol () perlu ditingkatkan terutama bagi anak-anak dibawah umur.

Hal itu disampaikan Pimpinan Tertinggi Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (Syuriah ), Taufik Damas pada diskusi publik “Dampak Oplosan dan Pengendalian Konsumsi Minol Dibawah Umur” di salah satu kawasan Jakarta, Rabu (2/11).

Taufik mengatakan, Sosialisasi edukasi perlu ditingkatkan terutama peran orang tua dalam rumah tangga.

“Para orang tua harus mengingatkan bahwa dampak minuman beralkohol atau minuman keras sangat berbahaya bagi anak-anak dibawah umur, misalkan dengan mengatakan jangan menyentuh, jangan bergaul dengan lingkungan yang tidak baik untuk pendidikannya,” jelas Taufik.

Menurut peneliti data Center for Policy Studies (), Rofi Uddarojat pelarangan alkohol akan mendorong masyarakat mengonsumsi alkohol ilegal.

Baca Juga:  Hardiknas, Fahmi Alaydroes: Selamat Hari ‘Keprihatinan’ Pendidikan Nasional

Konsumsi alkohol oplosan lima kali lebih tinggi dari alkohol legal di Indonesia, datanya adalah: Konsumsi alkohol oplosan 0,5 liter per kapita, sedangkan konsumsi alkohol legal 0,1 liter per kapita.

Meski pembahasan Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sudah masuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), namun masih ada perbedaan yang ekstrem terkait judul RUU. Di satu sisi, DPR tetap menghendaki pakai larangan, sementara pemerintah menolak judul larangan.

“Jika RUU ini disetujui, maka produsen dan konsumen akan terdorong untuk menggunakan jalur ilegal. Pelarangan juga akan memperbesar aktivitas sindikat kriminal dalam memproduksi alkohol oplosan,” ujarnya.

Menurtnya, hanya orang kaya yang mampu membeli alkohol legal dan menghindari alkohol ilegal. Data yang didapat sekitar 453 orang telah meninggal setelah minum oplosan sejak tahun 2013.

Baca Juga:  Takluk dari Irak 2-1, Indonesia Gagal Rebut Juara 3 Piala Asia U-23 di Qatar

RUU larangan minuman beralkohol bukan menjadi prioritas, mengingat rendahnya konsumsi minuman beralkohol masyarakat Indonesia dibandingkan negara-negara lain. Pemerintah perlu mengubah orientasi RUU dari pelarangan menjadi pengawasan (control) konsumsi minuman beralkohol ilegal.

“RUU ini perlu menitikberatkan dampak buruk yang diakibatkan oleh konsumsi alkohol ilegal demi melindungi kesehatan dan ketertiban publik,” tutur Rofi.

Pemerintah perlu membuka penjualan (Legalisasi) minuman beralkohol kadar rendah, seperti bir dan wine, dengan mengutangi pajak yang tinggi dan menyediakan akses distribusi kelada masyarakat agar konsumsi alkohol ilegal/oplosan berpindah (shift) kepada minuman beralkohol yang aman dan legal.

“Tingginya harga alkohol resmi menjadi salah satu alasan utama masyarakat mengonsumsi alkohol ilegal/oplosan,” jelas Rofi. (L/P007/P006/R02)

Baca Juga:  BBM di Radio Silaturahim: Intifada Intelektual di Kampus-Kampus AS

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.