New York, MINA – Banyak pemimpin Afrika menggunakan pidato mereka di Majelis Umum PBB pada pekan ini untuk mengungkapkan kekhawatiran tentang meningkatnya ancaman kekerasan ekstremisme di Afrika, VOA melaporkannya.
Beberapa pemimpin dari benua tersebut meminta masyarakat internasional untuk membantu memperlengkapi kekuatan antiteror kawasan dalam memerangi terorisme, terutama pada saat para milisi, yang kalah di Timur Tengah akibat kelompok kehilangan wilayah kontrol, akan kembali ke negara asal mereka di Afrika.
“Kami menginginkan Afrika dalam kedamaian dan keamanan; Afrika yang tidak menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-kelompok teroris dari tempat lain,” kata Presiden Senegal Macky Sall kepada para pemimpin dunia pada pertemuan tahunan PBB ke-72, Rabu.
Namun sebuah studi yang dilakukan oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) menunjukkan faktor pendorong ektremisme dan terorisme justru datang dari pemerintah di Afrika.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Studi yang dilakukan oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) bulan ini menemukan tindakan yang diambil oleh pemerintah Afrika dalam memerangi terorisme telah mendorong lebih banyak orang bergabung dengan kelompok-kelompok ekstremis.
Berjudul “Journey to Extremism”, sebuah studi dua tahun yang dilakukan oleh UNDP, didasarkan pada wawancara dengan lebih dari 700 orang, hampir 600 di antaranya adalah anggota kelompok ekstremis sukarela atau dipaksa di Kenya, Somalia, Nigeria, Sudan, Kamerun, dan Niger.
Studi tersebut menyebutkan kondisi keluarga yang buruk, kurangnya pendidikan, dan kemiskinan sebagai faktor yang mendorong orang-orang melakukan kekerasan dan ekstremisme.
Kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan ole negara merupakan ‘titik kritis akhir’ bagi rakyat untuk bergabung dengan kelompok ekstremis.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
“Tanggapan bersifat militer terhadap ekstremisme kekerasan justru memperdalam ketidakpercayaan dan keterasingan yang sudah berlangsung lama,” kata laporan PBB.
Studi itu menambahkan banyak negara Afrika telah menunggangi agenda kontrateror untuk membatasi ruang bagi oposisi politik dan menekan masyarakat sipil dan media.
Studi tersebut menyarankan dibandingkan dengan pendekatan yang berfokus pada keamanan semata, upaya pemerintahan di Afrika dalam membangun tata pemerintahan yang baik pada akhirnya akan lebih efektif dalam melawan terorisme dan ekstremisme di wilayah tersebut.
Agama Bukan Alasan
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Studi PBB menemukan agama memainkan peran yang kurang penting dalam menarik orang bergabung dengan kelompok ekstremis. Sebaliknya, kata laporan itu, pengajaran agama yang lebih lama dari rata-rata menjadi sumber ketahanan dalam menghadapi ekstremisme.
“Membina pemahaman agama yang lebih besar, melalui metode yang memungkinkan siswa untuk mempertanyakan dan terlibat secara kritis dengan apa yang diajarkan, merupakan sumber kunci untuk (mencegah ekstremisme kekerasan),” kata studi tersebut.
Indeks Terorisme Global 2016 menunjukkan kawasan sub-Sahara Afrika adalah wilayah yang paling terpengaruh oleh kelompok ekstremis setelah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Kelompok Al-Qaida di Maghreb Islam (AQIM), Pergerakan untuk Persatuan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO), Boko Haram di Nigeria, Al-Shabab di Afrika Timur, dan Tentara Perlawanan Tuhan di Afrika Tengah adalah kelompok ekstremis paling aktif di benua ini.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Kelompok-kelompok tersebut dilaporkan menyebarkan kegiatan mereka melintasi perbatasan negara dan memikat lebih banyak kelompok dan orang untuk berjanji setia pada ideologi mereka dan melakukan serangan kekerasan.
Organisasi UNDP mengestimasi ekstremisme kekerasan telah menewaskan lebih dari 33.000 orang di Afrika dalam enam tahun terakhir dan menyebabkan perpindahan penduduk sipil yang meluas.
Di Nigeria timur laut saja, tempat Boko Haram membangun pijakan, diperkirakan lebih dari 20.000 orang telah terbunuh dan lebih dari 2,6 juta orang mengungsi sejak kelompok teror tersebut muncul pada tahun 2009. (T/R11/R01)
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Mi’raj News Agency (MINA)