Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah Tepatkah Penggunaan Kata “Perang” untuk Menggambarkan Situasi di Gaza? (Oleh: Rendy Setyawan)

Rendi Setiawan - Jumat, 13 Oktober 2023 - 15:50 WIB

Jumat, 13 Oktober 2023 - 15:50 WIB

6 Views

Oleh: Rendy Setyawan, Wartawan MINA

Sabtu, 7 Oktober 2023, menjadi sejarah kelam yang akan selalu diingat Israel. Hal ini terjadi usai pejuang Palestina melakukan aksi heroik memberikan kejutan perlawanan yang tak pernah terkirakan.

Media-media Israel seperti The Times of Israel, The Jerusalem Post, hingga Haaretz menyebut, serangan pejuang Palestina membuat sedikitnya 1.200 orang Israel tewas.

Israel merespons beberapa jam kemudian. Jet tempur Israel melakukan serangan udara pertama kali sekitar pukul 10.46 waktu Gaza, seperti diberitakan The New York Times. Sejam kemudian, PM Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan perang terhadap pejuang Palestina.

Baca Juga: Satu Tawanan Israel Tewas di Gaza Utara

Kabar tersebut langsung beredar luas di ranah maya. Mayoritas pengguna internet pun latah memakai kata “perang” untuk menarasikan tragedi yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina. Sudah tepatkah penggunaan kata perang untuk menggambarkan situasi di Jalur Gaza?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V versi Kemendikbud, kata “perang” berarti permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dan sebagainya).

Dalam makna lain, disebut pula pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan (tentara, laskar, pemberontakan, dan sebagainya) atau lebih. Perang juga dimaknai sebagai konflik atau cara mengungkapkan permusuhan.

Banyak pakar mencoba menjelaskan secara detail dan lugas tentang apa sesungguhnya arti perang itu.

Baca Juga: Lima Kader Muhammadiyah Perkuat Kabinet Merah Putih

Definisi tersebut memberikan gambaran yang jelas soal apa itu perang dan bagaimana sebuah situasi atau keadaan bisa disebut sebagai perang.

Dengan demikian, perang bisa diartikan sebagai bentuk persengketaan negara yang setara dalam hukum internasional, di mana senjata digunakan sebagai bentuk sah terjadinya perang.

Merunut definisi tersebut, maka tragedi yang terjadi di Palestina tidak bisa disebut sebagai perang. Lalu apa? Pengetahuan yang umum diketahui adalah Israel menjajah Palestina. Dari sudut pandang Palestina, mempertahankan tanah air bukanlah perang, tapi perlawanan.

Sementara dilihat dari sudut pandang Israel, tindakan mereka merupakan aksi teror dan invasi terhadap wilayah negara lain yang sangat berbahaya. Beberapa alasan bencana di Palestina tak bisa disebut sebagai perang.

Baca Juga: Brigade Al-Qasam Hancurkan Pasukan Lapis Baja Israel di Jabalia

Jumlah pasukan Hamas

Berdasarkan data CIA, Hamas tidak memiliki militer konvensional di Jalur Gaza, namun memiliki pasukan keamanan di samping sayap militernya, Brigade Izzuddin Al Qassam; sayap militer melapor ke Biro Politik Hamas.

Ada beberapa kelompok lain yang beroperasi di Jalur Gaza, terutama Brigade Jihad Islam Palestina, yang biasanya tetapi tidak selalu terikat dengan otoritas Hamas.

Sayap militer Hamas pada 2023 diperkirakan memiliki 20.000-25.000 pejuang. Sayap militer Hamas dipersenjatai dengan senjata ringan, termasuk inventaris roket improvisasi, rudal anti-tank, dan kemampuan mortir.

Baca Juga: Pasukan Israel Tolak Evakuasi Warga Gaza yang Terjebak Reruntuhan

Berbagai sumber menyebut, sayap militer Hamas mendapat senjata lewat penyelundupan atau konstruksi lokal dan menerima sejumlah dukungan militer dari Iran.

Pada tahun 2017, Hamas bersama Jihad Islam mengumumkan pembentukan “ruang operasi bersama” untuk mengoordinasikan kegiatan sayap-sayap bersenjata mereka.

Pada akhir tahun 2020, formasi itu terdiri dari 12 kelompok pejuang yang beroperasi di Gaza dan telah melakukan latihan bersama pertamanya.

Perbandingan kekuatan

Baca Juga: Khaled Mashal: ‘Badai Sinwar’ akan Hancurkan Israel

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pasukan Hamas diperkirakan memiliki 20.000 hingga 25.000 pejuang. Jumlah pengeluaran pendanaan militer Hamas hingga saat ini tidak bisa diperkirakan dengan pasti.

Berbeda jauh dengan militer Israel yang menempati ranking ke 12 dunia jika ditilik dari jumlah pengeluaran untuk militer. Pengeluran Israel untuk militer pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 4,5% dari PDB.

Masih berdasarkan data dari CIA, Israel pada tahun 2023 memiliki sejumlah pasukan militer dan keamanan misalnya Pasukan Pertahanan Israel (IDF): Angkatan Darat, Angkatan Laut Israel (IN, termasuk pasukan komando), Angkatan Udara Israel (IAF, termasuk pertahanan udara).

Polisi nasional, termasuk polisi perbatasan dan polisi imigrasi, berada di bawah wewenang Kementerian Keamanan Publik

Baca Juga: Israel Akan Tindak Hukum Macron yang Larang Ikut Pameran

Badan Keamanan Israel (ISA); badan ini berada di bawah wewenang Perdana Menteri; pasukan ISA yang beroperasi di Tepi Barat berada di bawah IDF untuk operasi dan pembekalan operasional.

Per tahun 2023, Israel memiliki sekitar 170.000 personel tugas aktif (130.000 Angkatan Darat; 10.000 Angkatan Laut; 30.000 Angkatan Udara).

Sebagian besar inventaris IDF terdiri dari senjata yang diproduksi di dalam negeri atau diimpor dari Eropa dan AS; AS telah menjadi pemasok utama senjata dalam beberapa tahun terakhir.

Israel memiliki basis industri pertahanan yang luas yang dapat mengembangkan, memproduksi, mendukung, dan menopang berbagai macam sistem persenjataan baik untuk penggunaan domestik maupun ekspor, khususnya kendaraan lapis baja, sistem pesawat tanpa awak, pertahanan udara, dan peluru kendali.

Baca Juga: Pemukim Ilegal Serang Petani Palestina saat Panen Zaitun

Israel menerapkan sistem wajib militer untuk warganya. Pada usia 18 tahun untuk wajib militer, usia 17 tahun untuk wajib militer sukarela, orang Yahudi dan Druze dapat mengikuti wajib militer.

Orang Kristen, Sirkasia, dan Muslim dapat menjadi sukarelawan, laki-laki maupun perempuan wajib mengikuti wajib militer, kewajiban wajib militer adalah 32 bulan untuk tamtama pria dan sekitar 24 bulan untuk tamtama wanita (bervariasi tergantung pada pekerjaan militer).

Perwira menjalani wajib militer selama 48 bulan, pilot Angkatan Udara berkomitmen untuk menjalani wajib militer selama 9 tahun, kewajiban cadangan untuk usia 41-51 tahun (laki-laki), usia 24 tahun (perempuan).

Perempuan telah bertugas di militer Israel sejak didirikan pada tahun 1948. Pada tahun 2021, 35 persen dari personel IDF adalah perempuan.

Baca Juga: Pengusaha Israel Ramai-ramai Pindahkan Modalnya ke Luar Negeri

Lebih dari 90 persen spesialisasi militer, termasuk spesialisasi tempur, terbuka untuk perempuan dan lebih dari 3.000 perempuan bertugas di unit-unit tempur; unit infanteri campuran gender pertama IDF, Batalion Caracal, didirikan pada tahun 2004.

Wajib militer terdiri dari sekitar 70 persen dari pasukan darat IDF yang bertugas aktif. Setiap tahun IDF membawa sekitar 800-1.000 prajurit asing dari seluruh dunia.

Lebih layak disebut invasi

Daripada menarasikan kondisi di Jalur Gaza sebagai perang, rasa-rasanya lebih tepat disebut invasi atau aksi teror. Merujuk KBBI, berikut ini definisi kata invasi:

Baca Juga: Israel Hancurkan Rumah dan Tempat Pengungsian di Gaza Utara

“Hal atau perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan bersenjata dengan maksud menyerang atau menguasai negara tersebut, penyerbuan ke dalam wilayah negara lain.” 

Invasi juga diartikan: “Hal berbondong-bondong memasuki suatu daerah, tempat, atau negeri.”

Menteri Pertahanan Israel juga secara terang menyatakan “invasi Gaza”. Hal ini dibuktikan ketika Israel merespons serangan kejutan pejuang Palestina. Mereka mengerahkan ribuan pasukan membombardir Gaza tanpa ampun.

Aksi mencolok lainnya yang dilakukan Israel terhadap Jalur Gaza adalah melakukan blokade total. Mereka memutus segala jenis kebutuhan sehari-hari, seperti air, listrik, hingga makanan. Tragedi kemanusiaan ini jelas tak bisa disebut karena perang, melainkan invasi maupun aksi teror.

Baca Juga: Israel Tutup Masjid Ibrahimi untuk Perayaan Hari Raya Yahudi

Luas Jalur Gaza yang hanya sekitar 365 km² ini dihuni oleh 2,1 juta jiwa, yang bahkan luasnya hanya setengah dari luas Kota Jakarta yang mencapai 661 km².

Lebih parahnya lagi, Amerika Serikat dan Inggris secara ugal-ugalan membantu Israel melakukan invasi ke Jalur Gaza. Tak tanggung-tanggung, Washington mengirim kapal induk Gerald R Ford, yang disebut-sebut sebagai kapal induk terbesar dengan kekuatan nuklir.

Data terbaru yang dihimpun, ribuan bangunan besar maupun kecil mengalami kerusakan parah dengan jumlah korban jiwa yang tidak sedikit. Data sementara, sekitar 900 orang Palestina meninggal dunia, ribuan lainnya luka-luka, yang mayoritas adalah anak-anak dan wanita.

Bagaimana bisa bencana kemanusiaan ini dinarasikan sebagai sebuah peperangan? Ini jelas aksi teror dan tindakan invasi yang sangat membahayakan perdamaian serta keamanan dunia.

Akhirnya, Pembukaan UUD 1945 menjadi pegangan kita semua, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.” (A/R2/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda