Survey: 53 Persen Anak Usia 10 Tahun Krisis Belajar

Jakarta, MINA – Direktur Global untuk Pendidikan, Jaime Saavedra mengatakan berdasarkan data Bank Dunia bahwa sebanyak 53 persen anak-anak di seluruh dunia yang berusia 10 tahun tidak bisa membaca dan memahami teks sederhana atau krisis belajar (learning poverty).

“Ini standar yang sangat rendah. Kita ada pada krisis belajar,” kata Saavedra saat audiensi World Bank-Kemendikbud untuk evaluasi dan rencana koordinasi untuk kerja sama layanan pendidikan bertema “The Promise of Education in Indonesia” di Jakarta, Selasa (19/11).

Menurutnya, ini menjadi tantangan bagi semua negara, terutama negara berpenghasilan rendah, temasuk Indonesia untuk mencapai pendidikan gratis, merata dan berkualitas pada tahun 2030.

“Jadi pada tahun 2030, pastikan bahwa semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah dengan gratis, merata dan berkualitas. 2030 tinggal 10 tahun lagi, yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin anak kita bisa mengeyam pendidikan secara berkualitas dan keseluruhan?” tegasnya di hadapan pejabat Kemendikbud dan para peserta.

Ia mamparkan tingkat ketidakmampuan atau kemiskinan balajar anak di antara negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, negara Afrika Timur dan Pasifik 21 %, Eropa dan Asia Tenggah 13 %, Amerika Latin dan Karibia 51 %, Timur Tengah dan Afrika Utara 63 %, Asia Selatan 58 % dan Sub-Saharan Afrika mencapai 87 % ( angka ketidak mampuan belajar anak tertinggi).

“Ada kesalahan yang hebat di seluruh dunia. Bahkan ada negara yang hampir nol persen anak-anak yang tidak dapat membaca dan memahami teks sederhana pada usia 10 tahun,” ujarnya.

Ia menambahkan, sementara negara maju dengan pengahasilan tinggi, angka ketidakmampuan belajar bisa mencapai di bawah 8%. Artinya, hampir seluruh anak bisa membaca dan memahami cerita dalam teks.

Pada abad 21 pemerintah Indonesia harus mampu mengatasi krisis belajar agar dapat mencapai tujuan bangsa berkelanjutan atau mencapai tujuan Indonesia maju. Namun di samping itu, tingkat kemampuan belajar juga bergantung pada kemajuan pendapatan negara.

“Jadi pendidikan abad ke 21 itu sangat berdampingan. Kita lihat negara maju, pengeluaran pemerintah per siswa, pertahunnya mencapai 8.000 dolar AS, sementara negara berpenghasilan rendah pengeluarannya hanya 200 dolar AS,” tambahnya. (L/R10/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)