Temui Banyak Kelemahan Substantif, Forum Zakat Dorong Revisi UU Pengelolaan Zakat

Forum Zakat di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VIII di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Senayan, Jakarta. (Foto: Dok. Forum Zakat)

Jakarta, MINA – Ketua Umum (FOZ) Bambang Suherman mengungkapkan temuan-temuan kelemahan substantif UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ), yang menghambat peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan zakat. Pihaknya mendorong revisi Undang-undang tersebut.

“Pertama, dalam UU 23/2011 ada fungsi bertentangan yakni sebagai regulator sekaligus operator. Hal ini menimbulkan conflict of interest BAZNAS dalam perizinan LAZ,” kata Bambang pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/4).

Ia mengatakan, dari 18 LAZ Nasional yang eksis di era UU No. 38/1999, hanya tersisa 10 LAZ yang mampu bertahan dan kembali memperoleh perizinan sebagai LAZ Nasional di era UU No. 23/2011. Belum lagi, rumitnya perizinan pendirian Lembaga Amil Zakat pada era UU No.23/2011 dibandingkan dengan era UU No.38/1999.

“Sebelumnya, Ombudsman RI juga mengeluarkan hasil rapid assessment yang menyatakan bahwa fungsi rekomendasi pada BAZNAS berpotensi melakukan conflict of interest dalam pemberian izin. Faktanya banyak LAZ yang tidak diberikan izin sehingga menimbulkan ketidakpastian akan status dan operasional LAZ,” tambah Bambang.

Kedua, Undang-undang yang berlaku juga memarjinalkan amil tradisional, yaitu amil individual atau yang terafiliasi dengan pesantren, masjid, serta karyawan swasta, dan lebih lanjut berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang mengelola zakat tanpa izin. Hal ini jelas menghambat partisipasi masyarakat dalam mengelola dana zakat.

Terakhir, lanjut Bambang, pemberlakuan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) mematikan partisipasi LAZ yang dibentuk masyarakat.

“Dalam prakteknya, BAZNAS menarik dana penghimpunan dari lembaga terafiliasi dengan korporat atau BUMN sebesar 30% dari penghimpunan. Skema 70:30 UPZ ini dalam perspektif kami tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Lebih lanjut, skema ini mengurangi kebermanfaatan kepada mustahik serta mengganggu daya resiliensi . Forum Zakat juga menengarai rendahnya akuntabilitas dan transparansi dana 30% yang dikelola oleh BAZNAS,” tegasnya.

Bambang menyatakan terdapat upaya transaksi perizinan dari BAZNAS dengan memaksa korporasi induk LAZ untuk dijadikan UPZ dengan skema 70:30 sebelum memberikan izin kepada LAZ yang bersangkutan, sementara LAZ yang bersangkutan sangat memungkinkan menjadi LAZ tanpa skema UPZ.

Menurutnya, hal-hal tersebut menghambat partisipasi masyarakat dalam mengelola dana zakat. Padahal, banyak lembaga zakat masyarakat yang telah berkontribusi pada isu pembangunan, kemiskinan, dan kemanusiaan namun menjadi lembaga tidak berizin karena berbagai kendala yang ada. Hal ini kontraproduktif dengan keinginan pemerintah dalam target capaian SDGs dan pengentasan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024.

FOZ adalah asosiasi lembaga yang berfungsi sebagai wadah berhimpunnya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia. Saat ini FOZ memiliki anggota 196 lembaga dari Aceh hingga Papua.

Fungsi utama FOZ adalah penguatan kapasitas dan kompetensi pengelola, advokasi, sinergi, serta kolaborasi program-program pengentasan kemiskinan serta pemberdayaan komunitas masyarakat. (R/R7/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.