Terima Kasih Gubernur Bali, Anda Pejuang Kemanusiaan Sejati

oleh Widi Kusnadi, wartawan MINA

Federasi Sepak bola Dunia (FIFA) membatalkan sesi drawing (pengundian) U-20 yang sedianya dilakukan di Bali pada 31 Maret mendatang. Meski FIFA masih belum terbuka tentang alasan pembatalan drawing tersebut, namun banyak pihak menduga kuat hal itu karena surat , Wayan Koster kepada PSSI yang menolak kehadiran Israel di wilayahnya.

Beberapa hari sebelumnya, beredar di media, surat yang dilayangkan Gubernur Bali kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, No. T.00.426/11470/SEKRET, yang berisi penolakan terhadap Timnas Israel bertanding di Bali. Provinsi Bali menjadi salah satu dari enam provinsi di Indonesia yang ditunjuk menjadi tempat penyelenggaraan Piala Dunia U-20.

Polemik keikutsertaan Israel pada Piala Dunia U-20 di Indonesia memang menuai protes banyak pihak sejak tahun lalu. Banyak pihak menolak kehadiran timnas Israel ke Indonesia. Beberapa menawarkan alternatif negara ketiga seperti Singapura atau Australia untuk pertandingan timnas Israel. Namun hal itu sepertinya akan ditolak FIFA dan PSSI.

Banyak pihak mengkhawatirkan, dengan dibatalkannya drawing di Bali, Indonesia akan terkena sanksi berat dari FIFA. Masa depan sepak bola Indonesia diprediksi akan mengalami kesuraman jika Indonesia benar-benar mendapat sanksi tersebut.

Yang menarik di sini, penulis ingin menggarisbawahi Policy dari Bapak Wayan Koster yang tegas menolak kehadiran timnas Israel. Gubernur satu ini memiliki prinsip bagus dan selangkah lebih maju dibanding pimpinan wilayah lainnya yang akan menjadi tempat perhelatan ajang sepak bola internasional tersebut.

Koster yang kader PDIP dan beragama Hindu Bali, tidak sendiri. Kebijakannya itu diikuti oleh kepala daerah lainnya yakni Ganjar Pranowo dari Jawa Tengah dan Ketua DPD DKI Jakarta, Ady Wijaya. Sementara di Jawa Timur, Plt Ketua DPD PDIP Jawa Timur (Jatim) Said Abdullah mengatakan pihaknya menginstruksikan kepada Fraksi PDIP agar penolakan itu dilakukan secara terbuka dan disampaikan ke Gubernur Khofifah Indar Parawansa.

Pernyataan penolakan dari tokoh-tokoh partai yang notabene bukan dari kalangan “hijau” itu semakin memperkuat shaff para pihak yang menyuarakan penolakan terhadap timnas Israel. Rasa solidaritas kepada Rakyat Palestina seakan mengalahkan ancaman dari FIFA. Rasa kemanusiaan lebih berharga untuk digaungkan ketimbang sanksi yang mungkin akan akan diterima.

Hak Asasi Manusia di atas Segalanya

Ketua Presidium MER-C dr. Sarbini Abdul Murad menyambut langkah tegas Gubernur Bali Wayan Koster yang menolak kedatangan Tim Nasional Sepak Bola Israel pada gelaran Piala Dunia U-20 pada 20 Mei-11 Juni 2023.

“Saya salut dengan Gubernur Bali yang secara tegas menolak Timnas Israel untuk tanding di Bali. Ini langkah tepat. Kontitusi dan anti penjajahan menjadi dasar penolakan terhadap Timnas Israel,” ujar Sarbini.

Dr Ben, sapaan akrab Sarbini juga menyinggung Presiden RI agar bisa memperhatikan suara-suara penolakan dari berbagai elemen bangsa, khususnya dari Gubernur Bali tersebut.

Ia menyebut, penolakan Timnas Israel bukan berarti anti Yahudi, tetapi hal itu karena Israel adalah bangsa penjajah, bangsa apharteid yang tidak layak mengikuti ajang olehraga, apalagi dalam level internasional yang berprinsip menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Hal senada juga dikatakan tokoh dan politisi Indonesia, Rachland Nashidik. Ia menuturkan, penolakan kedatangan tim Israel bagian dari upaya Indonesia menegakkan keadilan untuk rakyat Palestina.

“Menolak tim sepak bola nasional Israel bukan memusuhi olahraga, sastra, atau sains. Ini cara diplomatik berupa ‘shaming’ pada Israel dengan tujuan memberi penekanan pada tuntutan perikemanusiaan dan perikeadilan dari rakyat Palestina,” tegas Rachland dikutip dari akun Twitternya.

Bangsa kita memang berpegang tegung pada prinsip perikemanusiaan dan perikeadilan sebagaimana termaktub dalam konstitusi negara ini, yakni Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

Konstitusi itu tentunya harus menjadi dasar semua kebijakan pemerintah Indonesia. Apabila ada pihak atau oknum yang setuju dengan kedatangan Timnas Israel, menurut pengamat Rocky Gerung, patut diduga, oknum tersebut adalah pengkhianat konstitusi.

Di sisi lain, Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi terhadap Israel (BDS) Indonesia menunjukkan sejumlah fakta bahwa Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA) sebagai pengelola timnas Israel secara aktif melibatkan klub-klub sepak bola dari permukiman ilegal, antara lain dari wilayah Ariel, Giv’at, Ze’ev, Ma’ale Adumim, Oranit, dan Tomer. Padahal, berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2334 (2016) menyatakan bahwa permukiman ilegal Israel adalah bentuk pelanggaran hukum internasional.

Israel bukan hanya menghalangi aktivitas para atlet Palestina, tapi mereka juga berulang kali menghancurkan fasilitas olahraga Palestina. Bahkan pada tahun 2018 penembak (sniper) Israel memberondong kaki para pemuda Palestina di Gaza, termasuk para atlet Palestina,” sambung pernyataan itu.

BDS Indonesia mengklaim, urusan kedatangan timnas Israel ke Indonesia bukan lagi perihal politik belaka. Ini merupakan ujian komitmen Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian dan anti-penjajahan.

Sementara itu, Ketua MUI bidang Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim mengingatkan kepada pemerintah RI untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa ketimbang memberi kesempatan kepada Israel bertanding di Indonesia. Pro-kontra antar sesama anak bangsa atas kedatangan Israel patut menjadi perhatian pemerintah.

Kedatangan timnas Israel ke Indonesia jelas akan memicu pertikaian antara sesama anak bangsa. Resikonya terlalu besar bagi keutuhan bangsa. Jadi, lebih baik pemerintah menghindari potensi-potensi perpecahan dari pada sekadar memberi kesempatan bermain timnas bangsa yang tidak memiliki perikemanusiaan.

Jadi, apa yang dilakukan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster beserta sejumlah tokoh dalam menolak kehadiran timnas Israel menurut penulis sudah tepat dan harus didukung oleh semua anak bangsa. Sanksi FIFA tidak seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan saudara-saudara kita di Palestina. Sanksi masih bisa dilobi, tetapi darah dan nyawa rakyat Palestina siapa yang mau ganti?

Menegakkan konstitusi jauh lebih mulia daripada sekadar ketakutan terhadap sanksi FIFA. Yakinlah dunia olah raga nasional akan dipandang berwibawa di mata masyarakat internasional jika memang benar-benar bisa menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Dan, penolakan terhadap timnas Israel adalah wujud menegakkan hak asasi manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemansuiaan dalam dunia olahraga.  (A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.