Tidak Bisa Berbahasa China, Muslim Uighur Dianiaya

Peta Kota Qaraqash, Prefektur Hotan, Xinjiang, China. (Foto: RFA)
Peta Kota Qaraqash, Prefektur Hotan, , . (Foto: RFA)

Qaraqash, China, 11 Rabi’ul Akhir 1437/21 Januari 2015 (MINA) – Seorang mengaku dianiaya petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) di Kota Qaraqash, Prefektur Hotan, Xinjiang, China, karena dianggap berpura-pura tidak bisa berbahasa mandarin.

Ghojimemet Abdujappar (52), menyatakan tidak fasih berbahasa mandarin, baik lisan ataupun tulisan. Dua penjaga lapas lantas memukul dan menendangnya hingga tiga giginya rontok. Dia tak mengerti kenapa mereka bisa berlaku seperti itu.

“Pada awalnya, saya penasaran kenapa mereka begitu membenci saya dan bertindak tidak manusiawi, meskipun di antara kami tidak ada masalah pribadi,” ujar Abdujappar kepada Radio Free Asia (RFA), Rabu (20/1), dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Waktu itu saya tidak bisa membaca aturan pusat penahanan dalam . Soalnya, saya tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah China,” tandas Abdujappar. Namun, aparat tidak mempercayai hal itu.

“Mereka berkata,’Kamu bisa pergi ke Beijing tanpa membawa penerjemah dan mengeluh mengenai situasi kamu kepada pemerintah pusat. Jadi, kok bisa kamu tidak bisa membaca aturan pusat penahanan dalam bahasa mandarin?” tuturnya.

Abdujappar menegaskan dirinya menggunakan penerjemah ketika tiba di Beijing. Dokumen penting yang dia bawa juga sudah diterjemahkan di pusat terjemahan. Namun, petugas lapas tetap memaksanya berbicara bahasa mandarin.

Saat pertama ditahan, Abdujappar secara terbata-bata menyebutkan angka 1-10 dalam bahasa mandarin di depan otoritas lapas untuk menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa mandarinya buruk. Tapi, seorang petugas melihatnya lain.

“Dia berkata,’Kenapa kamu berbohong tentang kemampuan berbahasa China kamu, sedangkan kamu pergi ke Beijing untuk melakukan permohonan. Bagaimana bisa kamu berada di depan Kedubes asing di Beijing?” papar Abdujappar.

Permohonan Melawan Ketidakadilan

Pada 2008, pemerintah Xinjiang menyita tanah, rumah, dan perkebunan Abdujappar untuk dialihfungsikan menjadi kantor pemerintah. Tapi, kompensasi yang diberikan pemerintah lokal tidak memadai. Abdujappar pun protes.

Dua tahun kemudian, dia beserta empat adiknya pergi ke Beijing untuk mengadukan kasus itu kepada pemerintah pusat. Namun, pemerintah pusat memanggil polisi dan memulangkan mereka ke Xinjiang. “Permintaan saya sederhana, tapi ditolak,” katanya.

Tiga bulan kemudian, pemerintah lokal Xinjiang memenjarakan Abdujappar dan adiknya selama tiga tahun atas dakwaan permohonan illegal kepada pemerintah pusat. Adik perempuannya juga ditahan di pusat penahanan selama 48 hari sebelum akhirnya dibebaskan.

Kepala perkampungan tempat asal Abdujappar, Mettursun Yasin, mengatakan pemerintah melemparkan kasus ini kepada desa. “Pemerintah seharusnya menyelesaikan kasus ini dengan baik, bukan melemparnya kepada kami,” terang Yasin. (T/P020/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.