Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Seorang muslim harus selalu berhati-hati dalam menjalani kehidupannya. Sebab jika sedikit saja lalai, maka ia akan terjerumus pada hal-hal yang bisa membinasakan dirinya sendiri. Di antara hal-hal yang bisa membinasakan diri sendiri adalah setiap keburukan seperti ujub, pelit dan lain sebagainya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tiga perkara yang membinasakan seorang hamba. Beliau bersabda:
فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ: فَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan; (1) kekikiran yang ditaati, (2) hawa nafsu yang diikuti, (3) seseorang meraja ‘ujub dengan dirinya.” (Hadits dishahihkan oleh Syaikh Albani Rahimahullah).
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Hendaknya kita senantiasa untuk memeriksa apakah ada tiga perkara ini pada diri kita, saudaraku sekalian.
Pertama, kekikiran yang ditaati. Kekikiran atau pelit yang melilit hati akibat cinta dunia yang berlebihan. Orang yang kikir hakikatnya dia tidak beriman akan balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila ia bersedekah. Padahal Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berjanji bahwasanya orang yang bersedekah pasti Allah akan gantikan dengan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Sedekah tidak mengurangi harta sama sekali. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda demikian.
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Tidaklah sedekah mengurangi harta.” (HR. Tirmidzi).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Ini janji dari Allah dan RasulNya. Maka orang yang pelit seakan ia tidak percaya dengan janji Allah, seakan dia menganggap kalau dia mengeluarkan hartanya dan berinfak di jalan Allah itu akan menjadikan dia jatuh miskin dan fakir. Padahal tidak demikian, justru kebalikannya.
Orang yang bersedekah, orang yang berinfak, mereka didoakan oleh dua malaikat agar diganti oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa setiap hari dua malaikat turun, yang satu berkata:
اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا
“Ya Allah, berikan ganti bagi orang yang berinfak.”
Yang satu lagi berdoa:
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Ya Allah binasakan harta orang yang pelit.”
Dia tidak sadar bahwasanya pelit itu hakikatnya merusak dan membinasakan hartanya.
Maka dari itulah berapa banyak orang-orang yang pelit kemudian mereka mudah terkena penyakit dengki. Berapa banyak orang-orang yang pelit bahkan sampai menumpahkan darah orang-orang yang ia dengki kepadanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Perkara pertama yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingatkan kepada ini, yaitu kekikiran yang ditaati. Seorang muslim yakin akan kehidupan akhirat. Seorang mukmin yakin bahwa kalau ia bersedekah, maka Allah pasti berkahi hartanya.
Oleh karena itu lihatlah para sahabat, mereka berlomba-lomba untuk bersedekah. Bahkan ada orang yang tidak memiliki harta, maka dia pergi ke pasar kemudian bekerja menjadi kuli di sana kemudian hasilnya ia infaqkan dan sedekahkan.
Kedua, hawa nafsu yang diikuti. Yang kedua ini lebih berat lagi, saudaraku sekalian. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwasanya manusia yang paling sesat di dunia adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya. Allah berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ
“Siapakah yang paling sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala?” (QS. Al-Qashash[28]: 50).
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Orang yang mengikuti hawa nafsu, walaupun ia memiliki ilmu yang banyak tentang agama, ia tersesat jalan. Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an tentang kisah Si Bal’am yang telah Allah ajarkan kepadanya ayat-ayatNya namun ia terlepas dari ayat-ayat Allah, ia tinggalkan ayat-ayat Allah demi untuk mendapatkan hawa nafsunya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ…
“Bacakan kepada mereka tentang kisah orang yang telah Kami ajarkan ayat-ayat Kami kepadanya. Lalu ia lepas dari ayat Kami, lalu setan pun mengikutinya dan jadilah ia orang-orang yang tersesat. Kalaulah Kami kehendaki, Kami akan memuliakan ia dengan ayat-ayat Kami, akan tetapi ia lebih condong kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya.” (QS. Al-A’raf[7]: 175-176)
Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa orang yang mengikuti hawa nafsu, mempertuhankan hawa nafsu, maka Allah sesatkan ia di atas keilmuan, Allah tutup mati hati, telinga dan matanya. Sehingga tidak lagi bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Allah berfirman:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ…
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang mempertuhankan hawa nafsunya dan Allah sesatkan ia diatas keilmuan.” (QS. Al-Jatsiyah[45]: 23).
Ilmu yang banyak itu percuma dan tidak akan ada manfaatnya apabila pelakunya senantiasa mengikuti hawa nafsu.
Seorang yang mengikuti hawa nafsu dan beragama sesuai dengan hawa nafsu, orang seperti ini akan sulit kembali kepada kebenaran. Bahkan jika ditegakkan kepadanya 1.000 dalil pun dia tidak akan pernah menerimanya. Karena yang ia ikuti adalah hawa nafsunya.
Maka kewajiban seorang hamba adalah menundukkan hawa nafsu sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena sesungguhnya sebab utama kesesatan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketika ia lebih mengedepankan hawa nafsu dan akalnya di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga agama dipermainkan sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Maka orang yang menjadi hamba hawa nafsu tidak akan pernah bisa tunduk kepada Allah, dia tidak akan pernah bisa taslim kepada Allah, dia tidak akan mampu menghambakan dirinya kepada Allah secara sempurna. Untuk mengatakan sami’na wa atha’na adalah perkara yang paling berat baginya. Sehingga akhirnya ketika beragama ia pilah dan pilih sesuai dengan selera dan kepentingannya saja. Inilah orang yang paling sesat di dunia. Dia beragama sesuai dengan hawa nafsunya.
Ketiga, ujub. Seseorang merasa bangga dengan dirinya, bangga dengan hartanya, bangga dengan motor dan mobilnya yang mewah, bangga rumahnya yang megah, bangga dengan banyaknya amalan shalih.
Tiga perkara di atas adalah perkara yang membatalkan amalannya, bila ia merasa ‘ujub dengan amalan shalih. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
لَوْ لَمْ تَكُوْنُوا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبَ
“Kalaulah kalian tidak berbuat dosa, maka aku khawatir kalian ditimpa dengan perkara yang lebih berat dari dosa (yaitu) merasa bangga dengan banyaknya ibadah.” (HR Al-Baihaqi).
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
‘Ujub membatalkan amal, saudaraku sekalian. Seseorang yang merasa ‘ujub dengan kendaraannya, dengan hartanya, dengan dirinya, ia terancam diadzab dalam kuburnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
بيْنَما رَجُلٌ يَمْشِي قدْ أعْجَبَتْهُ جُمَّتُهُ وبُرْداهُ، إذْ خُسِفَ به الأرْضُ
“Ketika seseorang berjalan dan ia merasa ‘ujub dengan rambutnya yang bagus dan pakaiannya yang indah, tiba-tiba Allah tenggelamkan ia ke dalam bumi.”
فَهو يَتَجَلْجَلُ إلى يَومِ القِيَامَةِ
“Dan ia terus diadzab sampai hari kiamat.”
Banyak di antara kita memiliki barang yang mewah, kita ‘ujub dengan barang tersebut. Ada orang yang punya motor yang sangat mewah dan mahal, kemudian ia mengendarainya dengan penuh rasa ‘ujub dan kesombongan, hakikatnya benda itulah yang akan menjerumuskannya ia ke dalam api neraka.
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah merasa bangga dengan pakaian yang ia pakai, maka kemudian ‘Aisyah segera sadar, dibukanya pakaian itu dan segera diinfakkan di jalan Allah.
Demikian para salafush shalih. Seorang muslim tak layak untuk merasa ‘ujub dan sombong dengan hartanya atau kelebihannya. Karena sesungguhnya semua itu adalah pemberian dari Allah ‘Azza wa Jalla, wallahua’lam.(A/RS3/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa