Tim Pengacara: Kasus Mavi Marmara Akan Ditutup

, 18 Muharram 1438/19 Oktober 2016 (MINA) – Tim pengacara menyatakan, kemungkinan kasus serangan pasukan khusus Israel yang dilancarkan terhadap ratusan aktivis di Kapal Mavi Marmara yang tergabung dalam armada kemanusiaan Freedom Flotilla Kedua pada Mei 2010 lalu itu akan ditutup oleh pengadilan.

terhadap kapal yang penuh dengan bantuan kemanusiaan di perairan internasional tersebut mengakibatkan 10 orang meninggal ditembak oleh pasukan khusus Israel sementara ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Sejak kasus Mavi Marmara, tuntutan terhadap kebiadaban Israel terus dilakukan guna menyeret penjajah tanah Palestina tersebut ke Pengadilan Internasional. Setidaknya sudah 12 kali sidang dilakukan sejak kasus ini digulirkan ke pengadilan.

Gulden Sonmez, Direktur Hukum dan Hak Asasi lembaga kemanusiaan IHH mengatakan, keputusan tersebut akan disampaikan pada Sidang Mavi Marmara ke-13 guna mendengarkan kesaksian para korban serangan brutal itu yang rencananya digelar pada Rabu (19/10) pagi Waktu Istanbul.

“Persidangan akan dilakukan besok, dan kemungkinan hakim akan membacakan keputusan bahwa kasus ini akan di tutup,” kata Gulden Sonmez di depan puluhan aktivis yang hadir dalam rapat umum di Istanbul, Turki,  Selasa (18/10) malam waktu setempat, demikian laporan Koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Menurutnya, normalisasi Israel-Turki beberapa waktu lalu nampaknya menjadi salah satu alasan kuat penghentian kasus ini oleh pengadilan di Turki.

“Jika hukum berada di atas Politik, maka kasus ini tidak bisa dihentikan dan blokade terhadap Gaza tidak akan terjadi,” terang pengacara wanita yang biasa disapa Gulden ini.

Gulden menambahkan bahwa keluarga para syuhada yang anggota keluarga mereka meninggal ditembak Israel di kapal Mavi Marmara menyatakan mereka menginginkan kasus ini terus dilanjutkan.

“Kami tidak ingin uang 20 juta USD itu, kami ingin pengadilan diteruskan dan blokade terhadap Gaza dicabut,” tegas Gulden mengutip pernyataan keluarga para syuhada yang menolak uang kompensasi atas meninggalnya keluarga mereka.

Normalisasi hubungan Israel dan Turki ditentang keras oleh keluarga korban dan lembaga kemanusiaan IHH asal Turki yang menjadi inisiator Freedom Flotilla. Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan para keluarga syuhada pada akhir Juli 2016 yang lalu menyatakan bahwa pengadilan tidak berhak untuk menghentikan kasus ini karena ini bertentangan dengan konstitusi di Turki.

Konstitusi di Turki (Pasal 36) memberikan jaminan bahwa “Setiap orang berhak melakukan tuntutan baik sebagai penggugat atau tergugat dan hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil di pengadilan melalui cara dan prosedur yang sah.”

“Jika korban tidak diperbolehkan atau dibatasi untuk mengajukan gugatan terhadap hak-haknya yang telah dilanggar orang lain, maka hal ini bertentangan dengan hukum perundang-undangan yang berlaku Turki,” terang pernyataan tersebut.

Undang-undang Republik Turki menegaskan bahwa setiap intervensi untuk kasus pengadilan Mavi Marmara di mana para korban berasal dari 37 negara berbeda yang menuntut keadilan bagi mereka yang dibunuh oleh tentara Israel di kapal Mavi Marmara, merupakan pelanggaran prinsip-prinsip universal hukum dan konstitusi. Kami ingin memperingatkan otoritas terkait untuk tidak meninggalkan noda hitam pada sejarah Republik Turki mengenai hal ini.

“Singkatnya, kami tidak akan peduli dan akan terus melanjutkan perjuangan kami dengan barbagai cara sampai blokade tidak manusiawi pada saudara-saudara kita di Gaza diangkat dan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan orang yang kita cintai dibawa ke pengadilan,” tambah pernyataan itu. (L/K01/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.