Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tuntutan JPU Terhadap Ahok Dinilai Ciderai Keadilan

Admin - Sabtu, 22 April 2017 - 21:01 WIB

Sabtu, 22 April 2017 - 21:01 WIB

276 Views ㅤ

Jakarta, 25 Rajab 1438/ 22 April 2017 (MINA) – Direktur Pusat Advokasi dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Jakarta Nurul Amalia mengatakan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwah Penista Agama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) telah menciderai rasa keadilan.

“Tuntutan tersebut sungguh sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, di mana dalam proses hukum terhadap perkara penodaan agama biasanya terhadap terdakwa selalu dapat dipastikan dituntut minimalnya tiga tahun,” kata Nurul kepada Kantor Berita Islam MINA, Sabtu (22/4).

Ia mengungkapkan dalam perkara ini sangat disayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menggunakan Pasal 156 Kitab Undang-undang Hidup Pidana (KUHP) bukan Pasal 156 a KUHP sebagaimana dakwaannya.

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

Menurut Nurul, pada praktiknya pidana percobaan disamakan dengan pidana bersyarat, sehingga pidana bersyarat berkaitan dengan masa percobaan selama pidana bersyarat itu dilakukan, yakni suatu pemidanaan di mana pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan (salah satunya) karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut habis.

Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 14 huruf a KUHP, menyebutkan sebagai berikut : Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.

Kemudian dalam huruf b ayat 3 disebutkan bahwa masa percobaan dapat dijalankan pada saat putusan memiliki kekuatan hukum tetap (in cracht).

“Apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Ahok, memutus sebagaimana tuntutan JPU maka Ahok tidak akan menjalankan hukuman kecuali jika kemudian hari ternyata Ahok sebelum masa percobaan berbuat peristiwa pidana kembali maka dia dapat menjalani hukumannya,” ungkapnya

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Nurul juga menjelaskan dengan mengutip pendapat ahli Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” (hal. 183-184) menjelaskan mengenai pidana penghukuman bersyarat (pidana bersyarat) yang diatur dalam Pasal 14 a dan seterusnya dalam KUHP, bahwa apabila seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan.

Kecuali, kemudian ditentukan lain oleh hakim, seperti apabila si terhukum dalam tenggang waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu.

“Rasanya tidak tepat untuk jenis kejahatan yang dilakukan oleh Terdakwa yang telah menimbulkan kegaduhan dan ketidaktenangan dalam masyarakat hanya dituntut dengan hukuman pidana percobaan, karena pidana percobaan seperti yang dituntut JPU terhadap terdakwa Ahok sangat tidak relevan dengan perbuatan terdakwa yang telah menyebabkan terganggunya ketertiban umum,” tegasnya.

Lebih lanjut, mengenai aspek tujuan dari pemidanaan bersyarat ini sebenarnya lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap kejahatannya.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Sehingga sangat tidak tepat apabila Terdakwa penodaan agama yang pada faktanya telah menyebabkan terganggunya ketertiban umum hanya diberikan hukuman percobaan karena pada praktiknya sangat mungkin penghukuman bersyarat ini sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman. (L/R12/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Indonesia
Indonesia