TURKI TOLAK DEKLARASI “PEMBUNUHAN MASSAL” BULGARIA

Gedung Parlemen Bulgaria. (Foto: dok. News Cafe)
Gedung Parlemen . (Foto: dok. News Cafe)

Ankara, 7 Rajab 1436/26 April 2015 (MINA) –  Pemerintah Sabtu 25/4 secara resmi menyatakan, menolak keputusan yang diambil Parlemen Bulgaria mengenai tentang kematian massal di era kekuasaan Kekaisaran Ottoman.

Parlemen Bulgaria menyetujui deklarasi pada Jumat yang menyebut peristiwa 1915 sebagai “pembunuhan massal” dan menyatakan April 24 sebagai “Hari Peringatan Korban, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, keputusan itu “fitnah” terhadap sejarah Turki dan mengatakan langkah itu diprakarsai oleh “ultra-nasionalis, xenophobia, rasis Partai Ataka yang bertentangan dengan nilai-nilai Euro-Atlantik”.

Kementerian itu mengatakan, partai di Bulgaria “menunjukkan sikap antagonis terhadap Turki”.

“Tetangga kita, Parlemen Bulgaria, disayangkan telah disandera oleh unsur-unsur ekstremis dalam dirinya dengan mengabaikan inisiatif kemanusiaan dan kenyataan,” kata pernyataan itu.

“Tidak diragukan lagi, keputusan ini akan berdampak negatif terhadap hubungan Turki-Bulgaria,” kata kementerian itu.

Dalam pernyataan juga diungkapkan, Duta Besar Bulgaria untuk Ankara telah diundang oleh Kementerian Luar Negeri Turki untuk dimintai penjelasannya.
Perdana Menteri Bulgaria Boyko Borisov telah ikut campur dalam draft akhir deklarasi dengan mengganti frase “genosida” dengan “pembunuhan massal”.

Satu-satunya anggota Parlemen Bulgaria yang menentang deklarasi adalah Partai Gerakan Kebebasan dan Kebenaran yang anggotanya sebagian besar etnis Turki.

“Keputusan ini serius akan merusak hubungan Turki dan Bulgaria,” kata Ketua Kelompok Persahabatan Bulgaria-Turki Shabani Ahmed kepada Anadolu Agency.

Dia menyatakan, Parlemen Bulgaria telah “menandatangani keputusan historis yang salah”.

Sehari sebelumnya, Turki mengecam sikap Perancis atas kematian bangsa pada 1915.

“Presiden Prancis Francois Hollande berpartisipasi pada upacara yang diadakan di Yerevan (ibukota Armenia) pada 24 April 2015 yang bukan menjadi peringatan untuk kerugiannya di masa lalu, ternyata mengambil kesempatan untuk memfitnah identitas, sejarah dan masyarakat Turki,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu menyayangkan Hollande memberi dukungannya pada narasi nasionalis Armenia.

Peristiwa 1915 terjadi selama Perang Dunia I ketika sebagian penduduk Armenia yang tinggal di Kekaisaran Ottoman berpihak pada Rusia, menyerang dan memberontak terhadap Kekaisaran.

Kekaisaran Ottoman memindahkan warga Armenia di Anatolia timur menyusul terjadinya pemberontakan dan ada korban di pihak Armenia selama proses relokasi.

Etnis Armenia telah menuntut permintaan maaf dan kompensasi, sementara Turki secara resmi telah membantah tuduhan Armenia atas insiden itu, meskipun banyak etnis Armenia tewas.

Namun, banyak orang Turki yang juga tewas dalam serangan kelompok-kelompok Armenia di Anatolia.

Pemerintah Turki telah berulang kali meminta sejarawan untuk mempelajari arsip Ottoman yang berkaitan dengan era itu untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi antara pemerintah Ottoman dan warga Armenia. (T/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0