Baghdad, 11 Syawwal 1438/5 Juli 2017 (MINA) – Ulama Syiah Irak, Moqtada Al-Sadr telah meminta Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) untuk menghentikan rencananya mengadakan referendum kemerdekaan.
Pemimpin oposisi itu meminta presiden KRG Masoud Barzani untuk membatalkan referendum yang menurutnya sebagai langkah pertama untuk membatalkannya di masa yang akan datang.
“Ada satu Irak untuk semua orang,” kata Sadr. Demikian The New Arab memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA). “Ini tidak membeda-bedakan orang Irak selama mereka mencintai negaranya dan tidak beroperasi dengan agenda asing.”
Pada bulan Juni lalu, Presiden Barzani mengumumkan akan ada pemungutan suara publik yang dijadwalkan pada 25 September, untuk menentukan, apakah wilayah Kurdi akan berpisah dari Irak dan membentuk sebuah negara merdeka atau tidak.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Namun, pemerintah Baghdad berpendapat bahwa tindakan tersebut dilakukan sebelum waktunya, sebab negara ini sedang berusaha mengusir militan Islamic State (ISIS) dari kota Mosul.
“Pemerintah federal tidak akan mengambil bagian, mendukung atau mendanai referendum mengenai kemerdekaan wilayah Kurdi dari Irak,” kata Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi dalam sebuah pernyataan bulan lalu. “Saya pikir referendum akan menambah lebih banyak masalah ke wilayah ini.”
Amerika Serikat juga telah memperingatkan, pemungutan suara dapat mengalihkan perhatian dari perang melawan ISIS. Iran dan Turki juga menyuarakan penolakan terhadap referendum tersebut.
Kurdistan memperoleh pemerintahan otonom berdasarkan konstitusi 2005, tapi masih dianggap sebagai bagian dari Irak. Wilayah ini diciptakan pada tahun 1970 berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah Irak untuk mengakhiri pertempuran sengit selama bertahun-tahun. (T/RI-1/B05)
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)