USAMAH BIN ZAID, PANGLIMA TERMUDA PENUH INSPIRASI

(Gambar: YouTube)
(Gambar: YouTube)

Oleh: Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Banyak disebutkan di dalam kitab-kitab sejarah nama-nama panglima perang Islam, mulai dari Panglima Khalid bin Al-Walid, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan lainnya ridwanullah ta’ala anhum. Akan tetapi panglima yang paling muda diantara mereka adalah panglima yang menjadi panglima di usia yang masih belia, 17 tahun.

Biografi

Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma adalah anak dari seorang sahabat dan merupakan anak angkat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum Islam masuk dan menghapus hukum anak angkat, yaitu Zaid bi Haritsah dan Ummu Aiman, pengasuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika kecil.

Dalam suatu riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Ummu Aiman adalah ibuku satu – satunya sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu satunya keluargaku yang masih ada”. Riwayat lain bahkan mengatakan Ummu Aiman juga pemah menyusui anak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Adapun Zaid bin Haritsah adalah sahabat kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan anak angkat, yang menyebabkan Zaid sempat dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad, tetapi kemudian dihapus oleh hukum Islam. Dimana nama anak harus dinasabkan kepada orang tua kandungnya.

Demikian sayangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepadanya, sehingga Usamah diberi lagab, Al-Hibb wa Ibnil Hibb “Kesayangan dari Anak Kesayangan” dan Hibb Rasulillah, Jantung Hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena beliau mencintainya sebagaimana mencintai cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma.

Usamah lahir tahun ke 7 sebelum hijrah ke Madinah. Kondisi dakwah yang begitu sulit saat itu membuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa bersabar. Ketika berita kelahiran Usamah sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka wajah beliau langsung berseri-seri.

Usamah tumbuh sebagai pribadi yang besar, cerdik dan pintar, berani luar biasa, bijaksana, pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya, tahu menjaga kehormatan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela, pengasih dan sebaliknya dikasihi banyak orang, taqwa, wara’ (berhati-hati), dan mencintai Allah Ta’ala.

(Gambar: Akumuslim)
(Gambar: Akumuslim)

Panglima Termuda

Menjelang wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kekuatan Islam sempat mendapatkan tekanan dan ancaman. Pihak musuh sengaja memanfaatkan kesempatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang sedang sakit untuk membuat gejolak di perbayasan syam. Begitupun dari arah Yaman muncul Aswad Al-Ansi yang mengaku sebagai Nabi.

Di tengah sakitnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap memerintahkan penyerangan ke arah perbatasan Syam. Beliau mengirim surat perintah pembunuhan Nabi palsu untuk pasukan yang berada di Yaman, lebih khusus kepada Muadz bin Jabal yang ditugaskan sebagai ulama’nya.

Tidak genap 40 hari sejak mendeklarasikan sebagai Nabi, Aswad Al-Ansi pun berhasil dibunuh oleh panglima perangnya yang diperlakukan kurang menyenangkan, dia bekerjasama dengan istri Aswad yang dirampas dari suaminya setelah sebelumnya dibunuh oleh Aswad.

Sementara untuk perbatasan Syam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang, membawahi para sahabat lainnya, termasuk diantaranya bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Namun, sebelum pasukan diberangkatkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terlebih dahulu wafat sehingga pemberangkatan tertunda.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun dibaiat menjadi khalifah menggantikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan dua hari setelah meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hal pertama yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah memberangkatkan pasukan ke perbatasan Syam.

Program ini pun menuai kritik dari sahabat lainnya, kondisi keamanan ummat islam di Madinah memang kurang stabil. Rawan digempur oleh pasukan kafir dari arah manapun.

Umar bin Khattab pun termasuk diantara yang banyak memberi masukan Abu Bakar untuk menunda pemberangkatan pasukan agar stabilitas keamanan Madinah lebih terjaga. Namun Abu Bakar menolaknya, mengingat pemberangkatan pasukan ini adalah wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Umar bin Khattab tetap berusaha memberi masukan, hingga kemudian menyarankan agar panglima perang diganti dari Usamah bin Zaid ke sahabat lainnya yang lebih berpengalaman, mengingat ketika itu Usamah bin Zaid masih berusia 18 tahun. Abu Bakar mendengar itu langsung melompat dari tempat duduknya dan menarik jenggot Umar bin Khattab, beliau mengingatkan Umar agar jangan pernah meragukan pilihan Rasul sekecil apapun (termasuk pengangkatan Usamah sebagai panglima perang).

Pasukan pun diberangkatkan dengan ummat Islam di Madinah diliputi perasaan sedikit waswas. Namun Usamah bin Zaid benar menunjukkan kehebatannya.

Ia mampu membawa pasukan dalam peperangan, meredam gejolak, menumpas para pengkhianat, menyalurkan logistik, membagi ghanimah hanya dalam waktu 40 hari. Dan ingat! Dalam peperangan itu tidak ada satupun pasukan muslim yang gugur.

Ketika menjadi panglima perang, usianya saat itu baru menginjak 18 tahun, wajar jika sebelumnya para sahabat agak meragukan kepemimpinannya. Namun ia membuktikan, dialah panglima besar di usianya yang sangat muda.

Kemenangan Usamah

Meski dilabeli sebagai panglima termuda di masa Rasulullah, Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam, setelah melewati beberapa daearah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits.

Ia maju meninggalkan pasukan hingga tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju. Setelah berhasil mendapatkan berita tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan tidak bersiap-siap.

Ia mengusulkan agar pasukan secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan diri. Usamah setuju. Dengan cepat mereka bergerak. Seperti yang direncanakan, pasukan Usamah berhasil mengalahkan lawannya. Hanya selama empat puluh hari, kemudian mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang besar, dan tanpa jatuh korban seorang pun.

Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”

Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.

Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, , karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu dinar.

Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.

Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”

Setelah menjalani hidupnya bersama para sahabat, Usamah bin Zaid wafat tahun 53 H / 673 M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.

Itulah cuplikan dari kisah seorang pemuda yang berani dalam membela agama Allah tanpa mempedulikan sesuatu yang mengancam jiwanya, dari sinilah kita sebagai pemuda penerus bangsa dan agama alangkah patutlah meniru sosok seorang sahabat yang pemberani Usamah bin Zaid.

Seperti inilah sejarahnya. Peradaban Islam dibangun dan disebarkan dengan menjadikan derap kaki pemuda sebagai penopangnya. Namun sayangnya kini, generasi muda Islam berhasil dirusak. Mari kita melihat, apa yang mampu kita perbuat di usia 18 tahun? Apa yang mampu diperbuat pemuda saat ini di usianya ke-18 tahun?

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini. Wallahu A’lam. (P011/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0