Oleh : Nurhabibi, M.P, Koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Nangroe Aceh Darussalam.
Kabar bahwa Pemerintah Indonesia sampai hati memberi visa masuk bagi Misha Zilberman (26) atlet bulutangkis Israel, untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis, di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 10-16 Agustus 2015, sejatinya telah melukai perasaan Umat Islam.
Atlet Israel yang baru memperoleh visa sebelas jam sebelum bertanding pada kejuaraan dunia bulu tangkis di Jakarta itu merasakan, bahwa izin yang diberikan kepadanya merupakan sebuah kemenangan besar, bukan hanya bagi dirinya, namun lebih khusus lagi bagi negaranya, Israel, yang memang sangat menginginkan terbukanya hubungan diplomatik dengan Negara Republik Indonesia.
Pemberian izin masuknya atlet Israel ke Indonesia, membuat impact yang negatif dan melukai hati nurani umat Islam Indonesia, karena sejak awal berdirinya Negara Indonesia ini, para founding fathers telah menancapkan amanah kokoh untuk tidak mengakui Israel selama-lamanya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dulu, tahun 1957, ketika tim nasional Indonesia lolos di zona Asia dan tinggal berhadapan dengan Israel untuk bisa ikut ke Piala Dunia di Swedia, tahun 1958. Indonesia dengan tegas menolak untuk bertanding di Jakarta atau Tel Aviv. Indonesia akhirnya mengundurkan diri setelah permintaannya untuk bertanding di tempat netral ditolak oleh FIFA. Presiden Soekarno juga pernah menolak keikutsertaan Israel dalam Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Bagi Soekarno, hal semacam ini bukanlah persoalan olah raga biasa tapi sudah masuk ke dalam ranah harga diri bangsa, untuk menjaga komitmen, konsisten terhadap amanah konstusi bangsa yang anti terhadap penjajahan dan cinta kemerdekaan.
Jika Ketua Kongres Yahudi Dunia, Robert Singer mengecam Indonesia yang mencampuradukkan olahraga dengan politik dan mengancam dengan pernyataan bahwa Indonesia tidak layak menjadi tuan rumah olah raga dunia, setidaknya memang perlu juga dikritisi bahwa Israel akan menggunakan berbagai cara untuk meloloskan kepentingannya, termasuk cita-cita mereka untuk menjalin hubungan diplomatik yang kokoh dengan Indonesia.
Belajar dari sejarah, pada saat Yahudi meminta Khalifah Turki Ustmani, Sultan Abdul Hamid II agar menyerahkan Palestina kepada mereka, segala usaha mereka lakukan, dari iming-iming harta, emas, penghapusan hutang sampai dengan usaha licik dengan menyusupkan sebanyak 50.000 Yahudi Dunamah dari Salonika, sebuah wilayah yang sekarang menjadi bagian Yunani Timur, ke dalam Gerakan Persatuan dan Pembangunan yang bertujuan merongrong kekuasaan Sultan Abdul Hamid II.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat