VISA BAGI PEBULUTANGKIS ISRAEL

Diceritakan oleh Theodore Hertzl, tokoh Zionisme, dalam catatan hariannya. Alkisah, dengan ditemani oleh aktivis dan dua orang miliuner Yahudi, Dr Theodore Hertzel menemui Sultan Abdul Hamid. Kepada Sultan, Hertzel meminta agar diberi keluasan bagi orang Yahudi untuk datang berziarah dan bermukim sementara di tanah Palestina yang pada masa itu berada di bawah kekuasaan Turki. Kepada Sultan, Hertzel mengumbar janji manis dengan memberikan kompensasi yang menggiurkan jika Sultan mengabulkan permohonannya. Kompensasi itu adalah:

  1. Orang-Orang Yahudi bersedia membangun armada laut kerajaan Turki untuk melindungi diri dari serangan musuh dari laut sebesar 120 Juta Frank Swiss.
  2. Orang-orang Yahudi bersedia membayar hutang kerajaan Turki kepada beberapa negeri asing sebesar 132 juta poundsterling emas.
  3. Orang-orang Yahudi akan memberikan bantuan hutang kepada pemerintah kerajaan Turki tanpa bunga sebesar 35 juta lira emas, untuk memulihkan kerajaan Turki dan armada lautnya, serta untuk membiayai eksploitasi sumber alam yang ada.

Tawaran menggiurkan itu tak pernah mendapat respon dari Sultan Abdul Hamid II. Bahkan, konon dengan sangat marahnya, sultan sempat meludahi wajah dedengkot Zionis itu. Sebagaimana ditulis dalam catatan harian Hertzl, Sultan Abdul Hamid II saat itu mengatakan, “Dr. Hertzel agar berhati-hati! Jangan teruskan langkah-langkah anda lebih lanjut dalam hal ini. Karena aku tidak akan pernah memberikan sejengkal pun dari tanah Palestina, karena tanah itu bukan milik pribadiku, tapi milik umat Islam yang diperoleh dengan darah dan napas mereka. Dan harta-harta orang Yahudi itu supaya disimpan saja. Hingga seandainya pada suatu hari mereka bisa merobek-robek kekuasaanku, maka saat itu mereka boleh mengambil wilayah itu. Tetapi hal itu tidak mungkin bisa mereka lakukan selagi aku masih hidup.” (Dikutip dari Dr Ali Garishah, Wajah Dunia Islam Kontemporer, Pustaka Al-Kautsar, 1989, hal.97)

Point di atas, merupakan pelajaran berharga bagi Umat Islam bahwa Yahudi akan menggunakan usaha apapun dalam memuluskan berbagai kepentingan politik. Zionis Israel biasa memadukan kepentingan ekonomi, sosial, budaya, olahraga, pendidikan, pertahanan dan keamanan dengan tujuan politik kepentingan. Dari hal-hal yang kita anggap sepele saja, seperti urusan olahraga atau pariwisata, namun menjadi pointer besar dan penting bagi Zionis. Hal-hal sepele inilah yang seharusnya diwaspadai oleh umat Islam, sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh Bung Karno yang mencegah atlet berhadapan dengan . Bung Karno paham betul untuk tidak memberikan celah sekecil apapun bagi Israel untuk mendekati Indonesia, karena akan melukai perasaan Umat Islam Palestina yang telah menaruh harapan besar kepada Indonesia dalam membantu perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan seperti halnya bantuan Palestina terhadap Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan.

Kasus diterbitkannya izin visa masuk bagi atlet Israel ke Jakarta oleh Pemerintah Indonesia bisa dijadikan dua perkiraan yang beralasan:

  1. Pemerintah Indonesia memang terbukti bermain mata untuk mengikat hubungan yang lebih serius lagi dengan Zionis Israel, oleh karenanya
  2. Zionis ingin membuat semacam testing untuk menguji sejauh mana kejantanan dan nyali umat Islam Indonesia saat ini yang dulu bersikukuh untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina, apakah masih segarang dulu ataukah sudah menciut.

Sudah menjadi rahasia umum, jika Pemerintah Indonesia, kadangkala tergiur untuk menjalin hubungan yang serius dengan Israel. Sampai-sampai harus bersembunyi untuk bekerjasama dalam bidang militer, intelijen, ekonomi, perdagangan dan investasi.

Pemerintah Indonesia sering berdalih tak memiliki hubungan apapun dengan Israel, namun sesungguhnya kerjasama secara rahasia dan diam-diam sudah sering terjadi. Salah satunya diungkap dalam dialog seorang purnawirawan perwira TNI AU, Marsma (Purn) Djoko F Poerwoko dalam sebuah talk show di Mata Najwa di MetroTV Rabu malam (15/12/), pukul 22:05 WIB. Acara bertema “Rahasia Negara” itu antara lain mengungkap operasi rahasia para perwira AU yang berlatih di Israel.

Poerwoko lulusan AKABRI Angkatan Udara tahun 1973 ini mengakui, militer Indonesia melakukan kerjasama rahasia dengan Israel. Tahun 1980-an ia dan puluhan kawan-kawannya yang juga pilot, menerima tugas dengan sandi “Operasi Alpha”.

Operasi alpha adalah operasi klandestin terbesar yang dilakukan oleh TNI AU, dimana TNI AU melatih pilot dan melakukan pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel.

Pernyataan di atas, diperkuat sendiri oleh Marsma (Purn) Djoko F Poerwoko dalam buku otobiografinya yang berjudul “Menari di Angkasa”. Berikut adalah kutipannya :

Wartawan: hadist

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0