Clichy, Perancis, MINA – Ketegangan meletus pada Jumat (10/11) saat pejabat Perancis dan ratusan warga kota pinggiran Paris berusaha menghalangi umat Islam yang akan menunaikan Shalat Jumat di jalan.
Perselisihan tersebut mencerminkan masalah nasional terkait minimnya ketersediaan fasilitas masjid di negara itu, independent.ie melaporkan.
Tidak ada yang terluka dalam peristiwa di Kota Clichy-la-Garenne tersebut, tapi kedua belah pihak tampaknya kian terjerembab ke jurang perselisihan yang dalam mengenai ruang shalat di kota.
Membawa spanduk besar bertuliskan “Hentikan Shalat di Jalan Ilegal”, Wali Kota Remi Muzeau memimpin lebih dari 100 demonstran dalam sebuah aksi untuk memaksa Muslim tidak shalat di alun-alun kota.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Sebaliknya jamaah Muslim telah menunaikan ibadah Shalat Jumat di sana dalam beberapa bulan terkahir untuk memprotes penutupan ruang shalat mereka.
Puluhan jamaah mencoba untuk shalat, tapi di sisi lain berusaha menghindari konfrontasi dengan para pemrotes dan mundur ke tempat yang kurang terlihat. Tapi para demonstran terus maju yang mengakibatkan mereka tersudut ke dinding kayu.
Saat umat Islam meneriakkan “Allahuakbar”, kelompok demonstran yang lebih besar dengan nyaring menyanyikan lagu kebangsaan Perancis. Beberapa memegang bendera nasional dan sebuah salib.
Di tengah aksi saling dorong, sebuah spanduk yang dibawa oleh para jamaah bertuliskan “Bersatu untuk Masjid Jami Clichy” dirobohkan oleh pemrotes.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Polisi dengan perisai kemudian membentuk barikade manusia di antara kelompok bersebrangan dan umat Islam akhirnya membuka gulungan permadani mereka di trotoar, melepas sepatu, dan melantunkan doa-doa.
Saat insiden usai, para jamaah bertepuk tangan, dan wali kota menyatakan ia dan pengunjuk rasa akan kembali lagi pekan depan. Jamaah Muslim pun menyambut dengan tekad yang sama.
“Kami akan melakukannya setiap hari Jumat jika perlu,” kata Muzeau. “Saya harus menjamin ketenangan dan kebebasan masyarakat di kota saya,” ujarnya. “Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi di negara kita. Negara kita, Republik Perancis ternoda.”
Hamid Kazed, Ketua Persatuan Asosiasi Muslim Clichy, yang memimpin Shalat Jumat, mengatakan, “Kami akan melanjutkan (kegiatan shalat Jumat di sini) sampai ada dialog untuk mendapatan tempat (shalat) yang pasti.”
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
“Itu yang mereka inginkan, memecah belah warga,” ujarnya. “Kami bukan fundamentalis. Kami warga Islam Perancis.”
Para demonstran bergabung dengan presiden wilayah Paris, Valerie Pecresse, serta pejabat dan penduduk pinggiran kota Paris lainnya.
Ketika Islam telah lama menjadi agama terbesar kedua di Perancis, negara itu menghadapi masalah kekurangan masjid yang kronis untuk sekitar 5 juta penduduk Muslim.
Muslim di beberapa kota berusaha menggelar shalat di jalanan, memicu sentimen antiimigran yang dikipasi oleh pemimpin sayap kanan Front Nasional, Marine Le Pen.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Orang-orang Clichy telah menyewa sebuah aula sebagai tempat shalat dari Balai Kota. Tapi wali kota kota memutuskan untuk mengubah ruang itu menjadi perpustakaan bagi 60.000 penduduk kota tersebut, dan aula shalat ditutup pada bulan Maret setelah sebuah upaya hukum di pengadilan.
Balai Kota mengatakan umat Islam dapat beribadah di sebuah pusat budaya Islam yang baru, yang sudah digunakan oleh ratusan orang.
Namun, beberapa umat Islam mengatakan fasilitas yang diresmikan tahun lalu itu terlalu kecil, terpencil, dan tidak memenuhi standar keselamatan. (T/R11/RI-1)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump Disebut Menentang Rencana Israel Aneksasi Tepi Barat
Baca Juga: Syamsuri Firdaus Juara 1 MTQ Internasional di Kuwait