Riyadh, 10 Sya’ban 1438/7 Mei 2017 (MINA) – Media-media Arab Saudi pada hari Kamis (4/5) lalu memberitakan bahwa Raja Salman bin Abdulaziz mengizinkan para wanita untuk menerima layanan dari institusi pemerintah meski tidak memiliki izin dari walinya.
“Kecuali jika ada dasar hukum untuk permintaan ini sesuai dengan ketentuan Syariah Islam,” kata titah kerajaan yang dikeluarkan oleh Raja Salman dan dilaporkan oleh harian lokal Okaz, demikian Arab News memberitakan yang dikutip MINA.
Keputusan Kerajaan itu turun kepada semua instansi pemerintah terkait setelah menyetujui usulan yang diajukan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Menteri untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Dalam sebuah pernyataan di situsnya, Presiden Komisi Hak Asasi Manusia Bandar bin Mohammed Al-Aiban mengatakan bahwa dia menyambut baik isyarat tersebut.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Menurutnya, itu mencerminkan kepedulian Raja Salman terhadap rakyatnya dan mewujudkan keprihatinannya untuk menyederhanakan prosedur bagi wanita yang merupakan setengah dari masyarakat Arab Saudi, termasuk mitra utama dalam pengembangan masyarakat.
Banyak pendukung pemberdayaan wanita Arab Saudi memuji pengumuman tersebut, karena mereka menganggap, membutuhkan persetujuan wali laki-laki dapat menimbulkan hambatan yang signifikan bagi perempuan.
“Ini (perwalian laki-laki) selalu menjadi hambatan bagi wanita dan merendahkan, karena sayangnya beberapa wali menyalahgunakan wewenang mereka atas wanita dan mengambil keuntungan,” kata Maha Akeel, Direktur Informasi dan Komunikasi Publik Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang bermarkas di Jeddah (OKI ).
Dengan adanya titah raja tersebut, Akeel mengatakan, seorang wanita bisa menjadi wali sendiri dan mengurus masalah resminya tanpa perlu persetujuan wali.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Menurut Komisi Hak Asasi Manusia, Mahkamah Agung telah meminta instansi terkait untuk meninjau kembali prosedur yang berlaku.
Lembaga-lembaga pemerintah yang terkait diminta memberikan penjelasan tentang dasar undang-undang untuk layanan tersebut dalam waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan perintah tersebut.
Pada tanggal 19 April lalu, negara-negara anggota PBB memilih Arab Saudi untuk melayani Komisi PBB untuk Status Perempuan, yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
“Kami telah menempuh perjalanan jauh,” kata Lina Almaeena, anggota perempuan di Dewan Syura. Dia mengatakan langkah tersebut sejalan dengan Visi Saudi 2030 untuk meningkatkan jumlah perempuan di angkatan kerja dan mengurangi pengangguran.
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Pada tanggal 9 Mei nanti, Dewan Syura dijadwalkan akan mendiskusikan dan mempertimbangkan sebuah rekomendasi yang menuntut Kementerian Dalam Negeri mendukung perempuan mengemudi di negara itu.
Tren yang memberi kelonggaran kepada kaum wanita dimulai pada tahun 2011, ketika almarhum Raja Abdullah mengizinkan perempuan masuk sebagai anggota ke Dewan Syura.
Wanita pun kini dapat memilih dalam pemilihan kota, bekerja di beberapa pekerjaan ritel dan perhotelan, serta diizinkan untuk bersaing di ajang olahraga Olimpiade untuk pertama kalinya di tahun 2012.(T/RI-1/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Agresi Israel Hantam Pusat Ibu Kota Lebanon