Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wapres: Indonesia Butuh Ahli Ijtihad yang Dinamis

Rana Setiawan - Kamis, 23 Februari 2023 - 03:56 WIB

Kamis, 23 Februari 2023 - 03:56 WIB

2 Views

Tangerang Selatan, MINA – Wakil Presiden (Wapres) RI KH. Ma’ruf Amin menyampaikan, perkembangan dinamika sosial yang terus terjadi saat ini menimbulkan beragam tantangan dan permasalahan baru di tengah masyarakat.

“Hukum Islam (fikih) yang sebelumnya ditetapkan, terkadang juga sudah tidak relevan untuk menjadi sandaran bagi umat Muslim dalam praktik kehidupan sehari-hari,” kata Ma’ruf saat menghadiri Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar dan Orasi Ilmiah Prof. DR. H. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A. di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, Rabu(22/2).

Untuk itu, tuturnya, dibutuhkan peran para cendekiawan untuk melahirkan hukum-hukum syariat dari Al-Quran dan hadis melalui pemikiran dan penelitian mendalam (ijtihad).

“Banyak masalah fikih yang harus direspon, masalah syariah harus direspon, baik masalah baru ataupun malah lama yang mengalami pembaharuan, karena itu butuh ahliyatul ijtihad,” tegasnya.

Baca Juga: Menag Wacanakan Pramuka Wajib di Madrasah dan Pesantren

Terlebih, lanjut Wapres, berbagai masalah yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, baik yang sifatnya domestik maupun global, sangat dinamis dan membutuhkan hukum syariat yang relevan namun tetap berpegang pada hukum Islam.

“Nash (Al-Quran dan hadis) itu tidak akan bertambah, sedangkan permasalahan tidak terbatas, oleh karena itu harus di-ijtihadi dan disikapi, sehingga memerlukan ahli fikih yang pandai ber-ijtihad,” ungkapnya.

Merespon kebutuhan tersebut, Wapres berharap, lembaga pendidikan tinggi agama Islam terus mencetak pemikir-pemikir andal yang mampu merumuskan solusi dari berbagai permasalahan yang ada.

“Itulah memerlukan banyak ahli ijtihad khususnya profesor dari UIN Jakarta dan Universitas Islam lain. Inilah suatu kebutuhan SDM unggul di bidang Ilmu Fikih,” terangnya.

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Al-Qur’an Dikencingi Tentara Israel, Kita tidak Boleh Diam!

Wapres menilai, hal ini penting karena baik pemerintah maupun masyarakat membutuhkan pandangan dan panduan para ulama agar tidak menyimpang dalam berperilaku sehari-hari.

“Penting terus dibangun, masalah yang kita hadapi di nasional saja harus direspon, baik diminta pemerintah karena memerlukan pandangan ulama, maupun diminta umat sehingga masyarakat ada panduan dalam menjalankan syariatnya sesuai agama,” jelasnya.

Di sisi lain, di mata Wapres, Asrorun Ni’am merupakan sosok tokoh pemuda yang memiliki kualitas unggul dalam berbagai bidang.

“Beliau dikenal sebagai Cendekiawan Muda Inspiratif, karena memiliki pribadi yang cerdas, gerak cepat, ulet serta mempunyai spirit yang tinggi untuk mendorong lahirnya karya dan inovasi generasi muda,” tutur Wapres.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Dominan Berawan dan Hujan Ringan Turun Sore Hari Ini

Terakhir, Wapres mengucapkan selamat dan bergembira atas capaian akademik tertinggi yang diperoleh Asrorun Ni’am. Ia pun berharap dengan gelar tersebut, Prof. Ni’am dapat mengambil peran lebih untuk kepentingan bangsa.

“Semoga capaian Guru Besar ini kian mengokohkan keilmuan yang didapat, menjadi penyemangat untuk terus berkontribusi kepada negeri, serta menebar kebaikan dan keberkahan kepada umat,” tutupnya.

Dalam Orasi Ilmiahnya, Asrorun Ni’am menyampaikan bahwa untuk mengoptimalkan peran fatwa dalam mewujudkan kemaslahatan publik, menghidupkan fatwa dalam kesadaran kolektif, serta mengefektifkan transformasi fatwa dalam perilaku dan kebijakan publik, ia merumuskan konsep “LIVING” dalam penetapan fatwa.

“Fatwa harus kontekstual, karena ia merupakan jawaban atas permasalahan konkret yang muncul di masyarakat dalam perspektif hukul Islam. Pendekatan LIVING, yaitu Luwes, Implementatif, Visioner, Ilmiah, Nalar-Kritis, dan Gerak-Dinamis,” jelasnya.

Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Gelar Doktor Bahlil

Dalam buah pikirnya yang berjudul “Living Fatwa: Transformasi Fatwa dalam Perilaku dan Kebijakan Publik Milenial” ini pula, Asrorun Ni’am menekankan relasi agama dan negara hendaknya bersifat saling mendukung (paradigma simbiotik).

“Pendekatan simbiotik meniscayakan harmoni antara fatwa keagamaan dengan kebijakan negara. Substansi agama menjadi ranah agama dan negara mengadministrasinya agar berjalan baik dan terwujudnya kemaslahatan,” tambahnya.(R/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Pelatih Timnas Arab Saudi Puji Suporter Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Ekonomi
test
Indonesia