Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
HARI ini kita hidup di akhir zaman. Jika tidak berhati-hati menyikapi setiap informasi yang ber-sliweran di tengah-tengah kita, maka sangat mungkin seseorang akan terjebak pada talbis dan ghurur. Terkadang, talbis dan ghurur itu sengaja disebarluaskan untuk menjebak orang agar jatuh dalam keburukan.
Talbis artinya menampakkan kebatilan dalam rupa kebenaran. Adapun makna ghurur itu semaacam kebodohan yang menimbulkan keyakinan bahwa yang rusak itu lurus dan yang hina itu bagus. Sebabnya ialah adanya kerancuan. Iblis menyusupkan ke dalam diri manusia tergantung pada kadar yang dimungkinkannya, bisa bertambah dan bisa berkurang, tergantung kepada kadar kesadaran dan kelalaian manusia, kemahiran dan kebodohannya.
Ketahuilah bahwa hati itu bagaikan benteng. Di sekelilingnya ada pagar dan pagar itu mempunyai beberapa pintu. Sekalipun begitu, disana masih ada celah –celah yang bisa dimasuki. Yang menjaga celah-celah ini adalah akal dan para malaikat. Ada beberapa satuan pasukan penyerang yang senantiasa mendatangi benteng itu, pasukan hawa nafsu dan setan.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pasukan penyerang ini senantiasa datang dari waktu ke lain waktu dan tak mungkin bisa dihentikan, sehingga peperangan terus berkecamuk antara penghuni benteng dan pasukan penyerang (musuh). Pasukan setan berputar-putar mengelilingi benteng mencari kelengahan penjaga untuk bisa melewati celah. Berarti, penjaga harus mengetahui seluruh pintu benteng dan celah-celah yang ada di bawah tanggung jawabnya, tidak boleh lengah walau sekejap pun. Sebab musuh juga tidak pernah lengah walau sekejap pun.
Seorang pernah bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Apakah iblis juga tidur?”
Dia menjawab, “Andaikata iblis tidur, tentu kita bisa istirahat.”
Benteng itu menjadi terang karena iman dan dzikir. Di dalamnya ada cermin yang menkilap, membiaskan berbagai rupa yang terjadi di sana. Yang pertama kali dilakukan setan di tengah pasukan musuh ialah dengan memperbanyak asap, agar tembok-tembok benteng tampak kusam dan cerminnya menjadi buram. Hanya kesempurnaan pikiran dan kejernihan dzikirlah yang dapat membuat cermin itu tampak bersih dan bening. Sementara pasukan musuh sendiri senantiasa melancarkan serangan dan adakalanya serangan itu berhasil menyusup ke dalam benteng. Tentu saja penjaga akan menghadang serangannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Terkadang setan dapat masuk dan berada di dalam benteng karena kelalaian penjaganya. Terkadang angin ikut berperang menghembuskan asap kearah benteng, membuat dinding-dindingnya menjadi kusam dan cerminnya menjadi buram, sehingga setan dapat menghembuskannya tanpa diketahui. Terkadang penjaga benteng terluka karena lalai, atau justru dapat diperalat dan diperdayai.
Sebagian orang salaf ada yang berkata, “Aku bermimpi melihat setan yang berkata kepadaku, ‘Terkadang aku bertemu manusia dan kuajarkan sesuatu kepada mereka, dan terkadang aku bertemu manusia, dan aku yang belajar dari mereka’.”
Adakalanya setan menyerang orang pandai lagi pintar, sambil menyodorkan mahkota hawa nafsu kepadanya, lalu dia hanya menyibukkan diri dalam pandangan sendiri. Karena itu dia pun menjadi seperti seorang tawanan yang bodoh dan dia menjadi lemah karena lalai. Selagi baju besi yang berupa iman tetap menempel pada diri orang mukmin, maka anak panah musuh tidak akan sampai ke kancah peperangan.
Abu Ghassan An-Nahdi berkata, “Aku pernah mendengar Al-Hasan bin Shalih berkata, ‘Sesungguhnya setan itu benar-benar membukakan sembilan puluh sembilaan pintu kebaikan. Tapi dia mempergunakannya untuk kejahatan’.”
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Al-A’masi berkata, “Kami pernah diberitahu seseorang yang diajak bicara oleh sekumpulan jin. Mereka berkata, ‘Tidak ada yang lebih benar bagi kami kecuali orang yang mengikuti as-sunnah. Sedangkan orang-orang yang mengikuti nafsu, maka kami dapat mempermainkan mereka’.”
Talbis iblis dalam masalah hadats dan sesuatu yang dianggapnya lebih baik
Iblis menyuruh mereka untuk berlama-lama berada di dalam WC. Padahal yang demikian ini bisa mengganggu fungsi paru-paru. Seseorang boleh berada di dalam WC menurut kadarnya. Diantara mereka ada yang menganggap baik penggunaan air yang melimpah. Dia baru merasa puas jika dapat menghilangkan hadats sebanyak tujuh kali sesuai dengan mahdzab yang paling keras. Siapa yang tidak puas terhadap keterangan syariat, maka dia layak disebut ahli bid’ah, bukan orang yang melakukan itba’.
Talbis iblis dalam masalah wudhu
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Di antara mereka ada yang diperdaya setan dalam masalah niat, dengan berucap, “Aku berniat menghilangkan hadats.” Lalu berkata, “Untuk sahnya shalat.” Lalu berkata lagi, “Aku berniat menghilangkan hadats.”
Sebab talbis iblis ini ialah kebodohan terhadap syariat. Sebab yang namanya niat itu ada di dalam hati, bukan dengan lafadz. Memaksakan niat dengan lafazh merupakan sesuatu yang sama sekali tidak diperlukan, di samping tidak ada maknanya.
Di antara mereka ada yang dikecoh iblis tatkala memandang air yang digunakan untuk wudhu’, dengan berkata, “Dari mana engkau tahu bahwa air itu suci?” lalu dia membuat berbagai kemungkinan yang macam-macam. Padahal fatwa syariat sudah cukup baginya bahwa dasar hukum air adalah suci. Yang dasar ini tidak boleh ditinggalkan hanya karena kemungkinan-kemungkinan.
Di antara mereka ada yang dikecoh dengan masalah banyaknya air. Padahal banyaknya air menghimpun empat macam kemakruhan.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Berlebih-lebihan dalam penggunaan air
Menghabiskan waktu yang sangat berharga dalam perkara yang bukan wajib dan bukan pula sunnah. Melangkahi syariat, karena dia tidak meresa puas terhadap sesuatu yang sudah dicukupkan syariat, kaitannya dengan penggunaan air yang sedikit.
Memasuki perkara yang dilarang,berupa sikap yang berlebih-lebihan dalam tiga perkara di atas. Adakalanya dia wudhu’ dalam jangka waktu yang lama, sehingga tertinggal waktu shalat, atau tidak bisa shalat pada awal waktu atau ketinggalan mengikuti shalat jama’ah. Andaikata dia memikirkan urusan-urusannya, tentu dia akan tahu bahwa dia telah melakukan sesuatu yang kontradiksi dan juga berlebih-lebihan. Kita sering melihat orang yang sangat memperhatikan masalah was-was ini, sementara dia tidak mau memperhatikan masalah makan dan minumnya, tidak menjaga lidah dari ghibah. Andaikan saja dia mau membalik urusannya.
Di dalam sebuah hadits disebutkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa salam pernah melewati Sa’ad yang sedang wudhu’, lalu beliau bertanya, “Mengapa engkau berlebih-lebihan seperti itu wahai Sa’d?
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Sa’ad ganti bertanya, “Apakah di dalam wudhu’ juga ada istilah berlebih-lebihan?
Beliau menjawab, “Benar, sekalipun engkau berada di sungai yang mengalir.” (diriwayatkan Ibnu Majah dan Ahmad)1
Dari Abu Na’amah, bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berkata (berdo’a), “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surga Firdaus kepada-Mu, aku memohon istana berwarna putih disebelah kanan dari surga saat aku memasukinya.”
Lalu Abdullah berkata, “Mohonlah surga kepada Allah dan berlindunglah dari neraka. Karena aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa salam bersabda, “Akan muncul di tengah umat ini segolongan orang yang berlebih-lebihan dalam berdo’a dan bersuci.” (diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)2
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Abul Wafa’ bin Aqil berkata, “Sesuatu paling berharga yang dicari orang-orang yang berakal adalah waktu, dan yang paling sedikit digunakan orang yang beribadah adalah air.” Dari akhlaq Rasulullah shallallahu’alaihi wa salam, tidak pernah dikenal adanya ibadah dengan menggunakan air yang banyak.
Semoga Allah selalu menguatkan kita untuk selalu berjalan di atas sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga terhindar dari talbis dan ghurur, wallahua’lam.(A/RS3/RI-1)
(Sumber: Buku Talbis Iblis, karya Ibnu Qayim al Jauzi)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan