Oleh : Uray Helwan Rusli, Majelis Kutab Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Kalimantan Barat
Tidak ada ummat yang Allah manjakan dengan lautan nikmat seperti Bani Israel. Namun karunia yang Allah anugerahkan itu mereka balas dengan kekufuran.
Yahudi, pada mulanya Allah lebihkan atas segala umat, seperti yang Allah tegaskan dalam Al-Quran surat Al Baqarah:47 yang sama bunyinya dengan 122:
يٰبَنِىۡٓ اِسۡرَآءِيۡلَ اذۡكُرُوۡا نِعۡمَتِىَ الَّتِىۡٓ اَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَاَنِّىۡ فَضَّلۡتُكُمۡ عَلَى الۡعٰلَمِيۡنَ ﴿۴۷﴾
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat”. (QS. Al Baqarah:47)
Setidak-tidaknya ada lima keistimewaan yang Allah karuniakan kepada Bani Israil, namun tidak mereka syukuri, yakni: senantiasa diayomi para Nabi dan Rasul, diiringi berbagai pertolongan dari-Nya dengan diturunkan mu’zizat, dianugerahi negeri keberkahan sebagai tempat menetap, hidup “mendampingi” tiga kitab suci (Taurat, Injil dan Al Quran), dan tahu persis sosok pembawa risalah terakhir sebagaimana layaknya mereka mengenal anak-anak sendiri. Berikut ini adalah penjelasannya.
1. Diayomi para Nabi-Rasul
Ini adalah keistimewaan tersendiri bagi mereka. Yakni, senantiasa diiringi para Nabi dan Rasul. Sebagaimana dalam hadistnya:
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
Artinya: “Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Dari masa ke masa para Rasulullah yang mengayomi Bani Israel adalah Nabi Ya’kub, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Isa dan Nabi Yahya alaihimussalam. Semuanya para Rasul tersebut membawa risalah tauhid, agar Bani Israel senantiasa menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Seperti yang diwasiyatkan oleh Nabi Ya’kub (Nabi Israel) ketika beliau menjelang dipanggil Allah (QS. Al Baqarah:133). Atau dalam hitungan rentang waktu mulai dari masa hidup Nabi Ya’kub alaihissalam (sekitar 1837-1690 SM) hingga diutusnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihiwasallam, sebagai Nabi untuk seluruh ummat di akhir zaman, tahun 571 m. Jadi ada rentang waktu sekitar 2400an tahun.
Nabi Ya’kub hidup satu masa dengan Nabi Yusuf, sebagai Bapak dan Anak. Nabi Musa dan Harun juga satu masa. Nabi Harun Allah utus untuk membantu Nabi Musa alaihimussalam. Nabi Daud dan Sulaiman juga hidup satu masa dalam hubungan bapak dan anak. Nabi Sulaiman melanjutkan kejayaan kerajaan Nabi Daud alaihimussalam. Terakhir Nabi Zakaria, Isa dan Yahya alaihimussalam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah memerintahkan kepada Bani Israel lima perkara yang disampaikan oleh Nabi Yahya, beliau bersama Nabi Isa alaihimussalam.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Dari Al Harits Al ‘Asyari, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihiwasallam pernah bersabda “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada Yahya ibnu Zakariya alaihissalam untuk mengamalkan lima kalimat dan memerintahkan kepada Bani Israel untuk mengamalkannya. Akan tetapi Yahya alaihissalam hampir terlambat untuk mengamalkannya sehingga Isa alaihissalam berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu telah diperintahkan untuk mengamalkan lima kalimat. Kamu pun memerintahkan Bani Israel agar mereka mengamalkannya. Apakah kamu yang menyampaikannya atau diriku?” Yahya menjawab: “Hai saudaraku sesungguhnya aku merasa takut jika kamu yang menyampaikannya nanti aku akan diazab atau dikutuk”. Kemudian Yahya bin Zakaria mengumpulkan Bani Israel di Baitul Muqaddas sehingga mesjid menjadi penuh oleh mereka. Yahya duduk di atas tempat yang tinggi kemudian memuji dan menyanjung Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian ia mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku lima kalimat, DIA memerintahkan pula agar kalian mengamalkannya. Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempersekutukan Allah itu seperti keadaan seorang laki-laki yang membeli seorang budak dengan uangnya sendiri secara murni, baik uang perak maupun uang emas. Lalu si budak bekerja dan memberikan hasil penjualan jasanya itu kepada selain tuannya. Maka siapakah diantara kalian yang suka diperlakukan demikian? Sesungguhnya Allah lah yang menciptakan kalian dan memberi rezeki kalian. Maka sembahlah Dia oleh kalian jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakan shalat, karena sesungguhnya Zat Allah berada dihadapan hamba Nya selagi si hamba (yang sedang sholat itu) tidak menoleh. Karena itu apabila kalian sedang sholat janganlah menoleh. Allah telah memerintahkan kalian untuk berpuasa, karena sesungguhnya perumpamaan puasa itu seperti keadaan seorang laki-laki yang membawa sebotol minyak kesturi berada di tengah-tengah segolongan kaum, lalu mereka dapat mencium wanginya minyak kesturi. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya minyak kesturi. Allah memerintahkan kalian untuk bersedekah, karena sesungguhnya perumpamaan sedekah itu seperti laki-laki yang ditawan musuh, dan mengikat kedua tangannya ke lehernya, lalu mengajukannya untuk menjalani hukuman pancung. Kemudian laki-laki itu berkata, “Bolehkah aku menebus diriku dari kalian?” Lalu lelaki itu menebus dengan semua miliknya, baik yang bernilai murah maupun yang bernilai mahal, sehingga dirinya terbebas. Allah memerintahkan kalian untuk berzikir dengan banyak mengingat Allah, karena sesungguhnya perumpamaan hal itu seperti keadaan seorang lelaki yang dikejar-kejar musuh yang memburunya dengan cepat dari belakang. Kemudian lelaki itu sampai ke suatu benteng lalu ia berlindung ke dalam benteng (dari kejaran musuhnya). Sesungguhnya tempat yang paling kuat bagi seorang hamba untuk melindungi dirinya dari setan adalah bila ia selalu dalam kedaan berzikir mengingat Allah. …” HR.Ahmad dan Tirmidzi, pen).
Tentu saja banyak sekali hal-hal yang istimewa hidup bersama para Nabi, mereka bisa senantiasa kontak dengan wahyu-wahyu Allah, berinteraksi langsung dengan keindahan akhlak manusia terbaik dan diperlihatkan berbagai mu’zizat atas izin-Nya. Hidup berdampingan dengan para Nabi berarti tertutup rapat celah keraguan terhadap risalah yang Allah turunkan. Karena semuanya terang di depan mata. Penolakan terhadap kebenaran risalah para Nabi pada waktu itu, bukan karena kaburnya berita namun lantaran human eror, hatinya rusak tertutupi oleh penyakit-penyakit nifaq, hasad, ujub, fasik, dan lain sebagainya. Hidup mendampingi para Nabi adalah sebuah kehormatan karena diberi kesempatan untuk mengukir sejarah kebaikan bersama manusia-manusia yang langsung menerima wahyu dari Allah.
Inilah yang seharusnya dirasakan oleh Bani Israel. Pengayoman dari satu Nabi ke Nabi lainnya semestinya membuat mereka semakin menjadi ummat yang sholeh. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Tanpa rasa malu, mereka menunjukkan sifat dan perilaku yang menjijikkan. Satu demi satu nabi yang diutus kepada mereka, alih-alih ditaati dan diimani, justru menjadi sasaran kedurhakaan serta perilaku melampaui batas lainnya. Allah nyatakan dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 87:
وَ لَقَدۡ اٰتَيۡنَا مُوۡسَى الۡكِتٰبَ وَقَفَّيۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِهٖ بِالرُّسُلِ وَاٰتَيۡنَا عِيۡسَى ابۡنَ مَرۡيَمَ الۡبَيِّنٰتِ وَاَيَّدۡنٰهُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِؕ اَفَكُلَّمَا جَآءَكُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَهۡوٰٓى اَنۡفُسُكُمُ اسۡتَكۡبَرۡتُمۡۚ فَفَرِيۡقًا كَذَّبۡتُمۡ وَفَرِيۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿۸۷﴾
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?.
2. Diiringi Pertolongan Allah & Ditampakkan Mu’zizat
Kenikmatan berikutnya adalah mereka senantiasa diiringi pertolongan dari Allah ‘Azza Wa Jalla. Allah bebaskan mereka dari kekejaman Fir’aun si penguasa Mesir, sekaligus ditampakkan mu’zizat besar di depan mata mereka, yakni terbelahnya lautan. Mereka selamat hingga ke seberang sana, sementara musuh yang menindas mereka, Allah tenggelamkan. Al Qur’an menyebutkan hal ini:
وَاِذۡ نَجَّيۡنٰکُمۡ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ يَسُوۡمُوۡنَكُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ يُذَبِّحُوۡنَ اَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُوۡنَ نِسَآءَكُمۡؕ وَفِىۡ ذٰلِكُمۡ بَلَاۤءٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ عَظِيۡمٌ ﴿۴۹﴾ وَاِذۡ فَرَقۡنَا بِكُمُ الۡبَحۡرَ فَاَنۡجَيۡنٰکُمۡ وَاَغۡرَقۡنَآ اٰلَ فِرۡعَوۡنَ وَاَنۡتُمۡ تَنۡظُرُوۡنَ ﴿۵۰﴾
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), ketika Kami belah lautan untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. QS. Al Baqarah: 49-50
Tidak banyak ummat yang mengalami keunikan sejarah seperti yang dirasakan oleh Bani Israel. Mu’zizat terbelahnya lautan ditampakkan di depan mata mereka, satu peristiwa yang sekaligus menghimpun empat hal yang pasti mereka inginkan yakni pertolongan Allah, mu’zizat, kebinasaan musuh dan kemenangan mereka.
Sampai di sini sebenarnya, sudah sangat lebih dari cukup untuk menancapkan keimanan yang dalam kepada Allah. Karena semua celah sudah tertutupi. Celah kegalauan karena merasa tidak diperhatikan Allah, Allah jawab dengan turunnya pertolongan dari-Nya. Celah logika yang sering liar tidak terkontrol, Allah tundukkan dengan ditampakkannya di depan mata, kekuasaan Nya yang tidak mampu dilakukan oleh siapapun selain Nya, yakni terbelahnya lautan. Celah merosotnya harga diri akibat sejarah penindasan yang dialami selama ini, Allah pungkasi dengan kebinasaan musuh di depan mata mereka yang berarti pula kemenangan bagi mereka.
Pertanyaannya, benarkah Bani Israel menjadi ummat yang benar-benar beriman setelah peristiwa itu? Jawabannya seperti yang anda ketahui, mereka tidak berubah melainkan segolongan kecil yang istiqomah beriman dan bersyukur. Bahkan bisa dikatakan mu’zizat yang tampak jelas di depan mata mereka tersebut, seperti angin lalu tidak membekas sama sekali. Mengapa? Karena iman adalah perkara hati, kalau hatinya penuh borok dan berselimut noktah, maka meski hidup ditengah-tengah Rasul, setiap hari mendengar ayat-ayat Allah, selalu ditampakkan mu’zizat didepan mata, dimuliakan dengan berbagai pertolongan Allah, tetap saja mereka tidak beriman. Itulah hati yang mati, yang hanya bersemayam di dada orang-orang yang kufur kepada Allah.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَهُمۡ اَمۡ لَمۡ تُنۡذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُوۡنَ ﴿۶﴾ خَتَمَ اللّٰهُ عَلَىٰ قُلُوۡبِهِمۡ وَعَلٰى سَمۡعِهِمۡؕ وَعَلٰىٓ اَبۡصَارِهِمۡ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيۡمٌ ﴿۷﴾
Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. Al Baqarah: 6-7)
3. Dianugerahi Negeri Keberkahan Sebagai Tempat Menetap
Keistimewaan ketiga yang dianugerahkan Allah kepada Bani Israel adalah negeri keberkahan sebagai tempat menetap. Pada tulisan terdahulu (Petaka Yahudi Akibat Hianati Perjanjian) sedikit banyak telah dikupas, berkenaan dengan kalimat mitsaqon gholizho, yang dalam konteks Bani Israel adalah perintah tunduk ketika memasuki Baitul Maqdis dan larangan pengabaian syariat hari Sabat. Ternyata perintah tersebut tidak mereka taati kecuali sedikit yang istiqomah. Meskipun selanjutnya mereka berhasil masuk ke kota Yerusalem, namun keburukan tabiat mereka tidak pernah hilang hingga akhirnya mereka dihukum oleh Allah dengan berbagai peristiwa memilukan, seperti pengusiran, pembunuhan, dijadikan budak, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Penjelasan tersebut di atas adalah bagian dari anugerah negeri keberkahan sebagai tempat menetap. Tapi mengapa justru lebih banyak peristiwa tragis yang mereka alami di Yerusalem ? Hal ini karena mereka tidak mensyukuri nikmat. Sejak dulu hingga sekarang, rumus kenikmatan hanya satu: Jika disyukuri maka nikmat akan bertambah, sebaliknya jika dikufuri azab akan Allah turunkan (QS. Ibrahim:7). Jadi ketika mereka tidak bersyukur terhadap negeri keberkahan yang Allah karuniakan kepada mereka, turunlah bencana dan berbagai penderitaan dari waktu ke waktu.
Awalnya Yerusalem memang menjadi negeri yang dianugerahkan kepada mereka oleh Allah, seperti yang termaktub dalam Al Quran surah Al Maidah ayat 21.
يٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَةَ الَّتِىۡ كَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمۡ وَلَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰٓى اَدۡبَارِكُمۡ فَتَـنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِيۡنَ ﴿۲۱﴾
Artinya: Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Di dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kata allati kataballahu lakum pada ayat di atas dimaksudkan adalah yang telah dijanjikan Allah kepadamu dalam keterangan ayahmu dahulu Ya’qub (Israel) bahwa kalian akan mewarisi kota itu selama kalian tetap beriman, karena itu kalian jangan mundur ke belakang, niscaya kalian akan merugi.
Masih dalam Tafsir Ibnu Katsir, secara ringkas diceritakan bahwa Nabi Musa mengajak kaumnya (Bani Israel) untuk berjihad dan masuk Baitul Maqdis yang dahulu dikuasakan atas tangan mereka di masa Nabi Ya’qub, ketika pindah bersama putra-putranya ke Mesir di masa kerajaan Nabi Yusuf alaihissalam kemudian tinggal menetap di sana, sampai mereka keluar bersama Musa alaihissalam. Ketika itu mereka mendapati di Baitul Maqdis orang-orang gagah perkasa telah menguasainya, dan kini Nabi Musa mengajak mereka untuk berjihad dan masuk ke negeri itu, dan pasti akan menang dengan pertolongan Allah. Tetapi Bani Israel menolak ajakan Nabi Musa alaihissalam, sehingga mereka dihukum oleh Allah dengan diharamkan kota itu atas mereka, dan mereka harus menjadi perantauan yang tidak mempunyai tempat tinggalnya selama empat puluh tahun karena tidak mentaati perintah Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa alaihissalam.
Selama Allah mengutus para nabi dari kalangan Bani Israel, selama itu pula Yerusalem dijanjikan untuk mereka. Ini menjadi nikmat tersendiri, karena Yerusalem adalah tanah yang diberkahi oleh Allah sejak masa dahulu.
Namun Bani Israel tidak pernah mensyukuri nikmat ini, kecuali sedikit dari kalangan mereka. Ayat yang disebutkan di atas, QS. Al Maidah:21, tentang penyebutan Baitul Maqdis (Al Ardhol Muqoddasah) sebagai tempat yang telah ditetapkan untuk mereka, dilanjutkan dengan ayat-ayat berikutnya tentang keburukan tabiat mereka yang tidak menghargai kesucian Baitul Maqdis, sekaligus memperlihatkan kedangkalan keimanan mereka. Mereka menjawab ajakan jihad Nabi Musa alaihissalam dengan cemoohan: “Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.” QS. Al Maidah: 24.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Dalam ayat lain disebutkan, ketika turun perintah Allah kepada mereka untuk memasuki Baitul Maqdis tersebut, orang-orang zalim dari kalangan mereka mengubah perintah dengan sesuatu yang lain yang tidak diperintahkan kepada mereka. Ayat tersebut terdapat dalam (QS. Al Baqarah: 58-59)
وَاِذۡ قُلۡنَا ادۡخُلُوۡا هٰذِهِ الۡقَرۡيَةَ فَکُلُوۡا مِنۡهَا حَيۡثُ شِئۡتُمۡ رَغَدًا وَّادۡخُلُوا الۡبَابَ سُجَّدًا وَّقُوۡلُوۡا حِطَّةٌ نَّغۡفِرۡ لَـكُمۡ خَطٰيٰكُمۡؕ وَسَنَزِيۡدُ الۡمُحۡسِنِيۡنَ ﴿۵۸﴾ فَبَدَّلَ الَّذِيۡنَ ظَلَمُوۡا قَوۡلاً غَيۡرَ الَّذِىۡ قِيۡلَ لَهُمۡ فَاَنۡزَلۡنَا عَلَى الَّذِيۡنَ ظَلَمُوۡا رِجۡزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَا كَانُوۡا يَفۡسُقُوۡنَ ﴿۵۹﴾
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik”. (58). Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (59) “
Akhirnya, karena mereka tidak mensyukuri nikmat negeri keberkahan ini, mereka tidak sepenuhnya menempatkannya sebagaimana yang Allah perintahkan, maka bukan keberkahan yang mereka dapatkan, melainkan berbagai fitnah kesengsaraan. Diusir, dibumihanguskan, dan dihancurkan sehingga terlunta-lunta ke seluruh penjuru negeri.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Semuanya menjadi jelas bagi Bani Israel. Ketika Yerusalem diwariskan kepada mereka, mereka melecehkan dan mengabaikannya, bagaimana mungkin disaat amanah untuk mewarisi Yerusalem itu Allah cabut dari mereka dan diserahkan kepada umat lain, mereka justru merasa berhak atasnya? Sungguh jauh panggang dari api. Kalaupun mereka berhasil menguasainya, bukan karena anugerah terhadap tanah yang dijanjikan, seperti yang mereka hayalkan, namun Allah berkehendak untuk memperlihatkan tindak kezaliman yang mereka lakukan sebelum kehancuran mereka akhir zaman.(L/P004/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)