Banjul, 23 Rabi’ul Akhir 1438/22 Januari 2017 (MINA) – Yahya Jammeh yang sebelumnya menolak mundur dari jabatan presidennya setelah kalah pemilu, akhirnya setuju menyerahkan jabatannya dan pergi meninggalkan negara.
Penolakan Jammeh terhadap hasil pemilu telah menimbulkan ketegangan politik dan membuat sebagian warga mengungsi ke negara tetangga Senegal karena khawatir terjadinya kerusuhan.
Jammeh dan keluarganya menuju ke pengasingan politik pada Sabtu (21/1) malam, mengakhiri pemerintahannya selama 22 tahun. Demikian The Guardian memberitakan yang dikutip MINA.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Sebelumnya, bergantian para pemimpin negara-negara Afrika Barat gagal membujuk Jammeh untuk menyerahkan jabatannya kepada Presiden Gambia terpilih Adama Barrow.
Barrow yang kepresidenannya didukung oleh PBB terpaksa dilantik sebagai presiden di Kedutaan Gambia di Dakar, ibukota Senegal pada Kamis (19/1).
Jammeh awalnya mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 1994 yang kemudian selalu memenangkan pemilihan presiden negara itu.
Kemundurannya terjadi di bawah tekanan tentara Afrika Barat yang masuk Gambia untuk memaksa dia mengakui bahwa ia kalah dalam pemilihan pada 1 Desember melawan Barrow.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Presiden Guinea Alpha Conde dan kepala regional PBB, Mohamed Ibn Chambas, tetap tinggal di ibukota setelah membujuk Jammeh untuk mundur.
Pasukan regional yang diposisikan di negara itu tetap bersiap untuk bergerak jika Jammeh berubah pikiran dan menolak untuk menyerahkan kekuasaannya. (T/RI-1/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan