SUDAH lebih dari tujuh dekade, dunia menyaksikan dengan mata telanjang sebuah kejahatan kemanusiaan yang terus berlangsung: penjajahan atas tanah Palestina oleh rezim Zionis Israel. Tanah yang dahulu diberkahi, kini berubah menjadi ladang darah dan air mata. Anak-anak kecil menjadi yatim sebelum sempat mengenal arti kata “damai”, para ibu kehilangan anak-anak mereka, dan para ayah dipaksa melihat rumah yang mereka bangun hancur dalam sekejap oleh rudal-rudal tak bermoral.
Rezim Zionis Israel bukan hanya penjajah dalam arti klasik. Mereka bukan hanya mengambil tanah—mereka mengambil hak hidup, hak merdeka, hak menjalankan agama, bahkan hak untuk bermimpi. Apa yang dilakukan oleh mereka bukanlah perang biasa. Ini adalah genosida perlahan, yang dibalut propaganda dan diam-diam didukung kekuatan besar dunia. Lebih keji lagi, semua dilakukan atas nama “keamanan nasional”, sembari melabeli perlawanan sebagai “terorisme”.
Lebih dari 30.000 nyawa warga Palestina telah hilang sejak 7 Oktober 2023, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan. Ini bukanlah angka—ini adalah tragedi manusia. Setiap satu nyawa adalah dunia. Dan dunia yang disebut “beradab” ini justru mendiamkan, atau bahkan mendukung, kekejaman yang nyata.
Zionisme Bukan Yahudi, Tapi Ideologi Penjajahan
Baca Juga: Al-Jama’ah: Wadah Iman, Ladang Amal, dan Kunci Kejayaan Islam
Penting untuk ditegaskan bahwa yang kita lawan bukan agama Yahudi atau orang Yahudi. Yang kita tentang adalah ideologi Zionisme—sebuah paham kolonialis yang menghalalkan segala cara untuk mendirikan dan mempertahankan entitas ilegal bernama Israel, di atas penderitaan dan darah rakyat Palestina.
Zionisme berdiri di atas prinsip supremasi etnis dan keyakinan akan “bangsa pilihan Tuhan” yang berhak menguasai tanah orang lain. Ini adalah bentuk rasisme terselubung yang kemudian dilegalkan oleh politik dan kekuatan militer. Para pendiri Israel seperti Theodor Herzl dan David Ben-Gurion tak menyembunyikan ambisi mereka untuk menghapus eksistensi bangsa Palestina dari tanahnya sendiri.
Jika apartheid di Afrika Selatan pernah dikecam dunia, maka Zionisme sejatinya adalah apartheid yang lebih kejam dan lebih sistematis. Bayangkan, di abad modern ini, masih ada sistem identitas yang membedakan hak seseorang berdasarkan agama atau keturunan. Orang Palestina yang lahir di tanah mereka sendiri, tidak diakui sebagai warga negara. Sementara orang Yahudi dari Eropa atau Amerika bisa datang dan langsung mendapatkan hak penuh, hanya karena keyakinannya.
Propaganda besar yang digencarkan Zionis juga sangat licik. Mereka menguasai media global, memutarbalikkan fakta, menggambarkan diri sebagai korban, dan menjadikan perlawanan rakyat Palestina sebagai ancaman yang harus “dinetralisir”. Padahal siapa yang sebenarnya mencuri tanah siapa? Siapa yang menyerang lebih dulu? Siapa yang merobohkan rumah, membom rumah sakit, menembak jurnalis, membunuh anak-anak, dan memblokade makanan serta obat-obatan?
Baca Juga: Bersama dalam Ketaatan: Urgensi Hidup Berjama’ah bagi Seorang Muslim
Zionis Israel telah menjadikan dunia sebagai panggung kebohongan, di mana mereka memainkan peran suci, padahal tangan mereka berlumuran darah.
Kapan Dunia Akan Melihat dengan Jujur?
Sejarah akan mencatat betapa dunia gagal bersikap adil. Negara-negara besar yang terus berbicara soal hak asasi manusia, nyatanya menutup mata. Mereka mendukung Israel dengan dana, senjata, dan veto di Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat mengirimkan miliaran dolar setiap tahun untuk membiayai mesin perang Israel. Ironisnya, sebagian besar dana itu berasal dari pajak warga sipil yang mungkin tidak tahu bahwa mereka membiayai kematian anak-anak Gaza.
Betapa banyak resolusi PBB yang dikangkangi oleh Israel? Betapa banyak perjanjian damai yang dilanggar? Betapa sering mereka menembak tanpa peringatan, menghancurkan rumah tanpa surat perintah, menangkap anak-anak tanpa alasan?
Baca Juga: Hidup Bersama Al-Jama’ah: Kewajiban, Hikmah, dan Jalan Menuju Keutuhan Umat
Lebih menyakitkan lagi, negara-negara Muslim yang seharusnya satu tubuh dengan Palestina justru diam, atau bahkan berdamai dengan Zionis demi kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek. Mereka lupa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh; jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit dengan berjaga dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dimana empati itu sekarang? Apakah karena kita tidak melihat darahnya langsung, maka nurani kita tidak lagi terusik? Apakah karena media tidak menayangkan tangisan anak Gaza, maka kita tidak merasa perlu menangis?
Zionis Israel telah melampaui batas. Mereka bukan hanya penjajah tanah, tapi juga pembunuh nurani. Mereka tidak hanya membunuh tubuh, tapi juga menghancurkan harapan dan masa depan.
Mari Suarakan Kebenaran dengan Akhlak Mulia
Baca Juga: Menetapi Al-Jama’ah: Pilar Keimanan dan Penjaga Kesatuan Umat Islam
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk melawan kezaliman, namun tetap menjaga akhlak dan adab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri bahkan dalam perang tidak mencederai perempuan, anak-anak, atau menghancurkan tempat ibadah. Dalam Islam, perlawanan dilakukan bukan untuk balas dendam, tapi demi tegaknya keadilan dan marwah umat manusia.
Kita tidak perlu membalas kebiadaban dengan kebiadaban. Kita melawan dengan bukti, dengan kebenaran, dengan semangat solidaritas dan bantuan nyata. Kita bantu Palestina dengan doa, dengan harta, dengan boikot produk pendukung Israel, dan dengan menyuarakan kebenaran di mana pun kita berada.
Hari ini, perang bukan hanya terjadi di medan tempur, tetapi juga di medan narasi. Jangan biarkan dunia hanya mendengar versi Zionis. Jadilah bagian dari suara-suara yang menyuarakan derita Palestina. Jangan diam.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan, “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (Qs. Hud: 113)
Baca Juga: Museum Al-Qur’an Al-Akbar Palembang: Wisata Religi Ikonik di Sumatera Selatan
Mendiamkan kezaliman adalah bentuk pembiaran. Dan pembiaran adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.
Zionisme adalah wajah nyata dari kezaliman modern yang menginjak-injak nilai kemanusiaan. Mereka menjajah dengan senjata, membungkam dengan propaganda, dan menipu dunia dengan narasi palsu. Tapi ingat, sejarah selalu berpihak pada kebenaran. Penjajahan tidak akan abadi. Palestina akan merdeka, sebagaimana dahulu Aljazair dan Afrika Selatan pernah merdeka setelah dijajah begitu lama.
Tugas kita hari ini adalah terus menyuarakan suara mereka yang dibungkam. Jangan pernah lelah, karena Palestina bukan hanya urusan politik. Ia adalah urusan hati, urusan akidah, dan urusan kemanusiaan. Free Palestine is not a slogan. It’s a moral obligation.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ziarah ke Masjid Al-Aqsa, Kunjungan Spiritual dan Persaudaraan