Zuwidatul Husna, Dokter Muda Hafidzah Al-Qu’ran

Oleh : Shobariyah Jamilah, Wartawati Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Siapa sangka muslimah asal Banyuwang  ini salah satu satu tenaga dokter internsip yang kini sedang magang di RSUD Genteng, , Jawa Timur adalah orang yang tergolong istimewa. Ia tidak hanya berprofesi sebagai dokter tapi Ia juga hafal Al-Qur’an (hafidzah), perempuan muda itu adalah Zuwidatul Husna (25 tahun) yang baru setahun menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Di sela waktu kerjanya di bagian Poli Anak RSUD Genteng, salah satu media lokal sempat menemui dokter muda yang hafal Al-Qur’an itu. “Ini semua hasil kerja keras dan arahan orang tua,” kata putri ketiga dari enam bersaudara Rais Syuriyah PCNU Banyuwangi, KH Ahmad Hisyam Syafaat itu seperti dilansir Kabar Banyuwangi.

Ning Wida, sapaan Zuwidatul Husna, mengisahkan masa kecilnya dihabiskan di lingkungan Pondok Pesantren Darussalam. Setelah tamat SD, masuk ke SMP Al-Islam di Kabupaten Ponorogo. “Saat di SMP itu tinggal di Pesantren Darul Hikam,” katanya.

Lulus dari SMP Al-Islam di Ponorogo, Ning Wida melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah (MA) Ma’arif, Singosari, Malang. Saat belajar di Aliyah itu, dirinya bercita-cita ingin menjadi dokter hingga akhirnya masuk di jurusan IPA. “Semua itu juga arahan dari kedua orang tua,” ujarnya.

Selama sekolah di MA Ma’arif itu, Ning Wida tinggal di Pondok Pesantren Al-Qur’an Nurul Huda, Singosari, Malang. Saat berada di pesantren itu, mulai menghafal ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Sistem hafalan yang diberlakukan di pesantrennya, setiap santri dalam sehari harus hafal satu lembar.

“Setiap hari setoran hafalan pada guru minimal satu lembar,” ungkapnya. Ning Wida mengakui apa yang dijalani itu memang cukup berat. Tapi berkat keseriusan, ketekunan, dan kerja keras, semuanya bisa diatasi. “Saya pernah tidak setoran pada guru, karena memang belum hafal satu lembar,” katanya sambil senyum.

Tiga tahun belajar di MA Ma’arif, memang belum hafal 30 juz. Tapi, hafalan diteruskan setelah melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama. Ning Wida salah satu peserta yang berhasil lolos dalam seleksi program beasiswa unggulan tersebut. “Hafalan paling berat saat menjadi mahasiswi,” ungkapnya.

Berat yang dirasa itu karena harus pintar-pintar membagi waktu. Apalagi, jadwal kuliah juga cukup padat. Belum lagi kegiatan sosial yang ditekuni dalam Tim Bantuan Medis UIN Syahid Medical Rescue (TBM USMR). Selain itu, juga kegiatan ekstra kampus di PMII Cabang Ciputat.

“Yang membuatnya berat lagi, selama kuliah itu tidak ada guru yang disetori hafalan, jadi hafalan sendiri,” katanya. Sebagai seorang dokter yang hafizah, semua dianggap biasa dan tidak ada yang berat. Banyak yang bilang penghafal Al-Qur’an itu ada pantangan dan penuh risiko, baginya itu tidak berlaku.

“Bagi saya risiko orang yang hafal Al-Qur’an itu ya lupa, makanya harus dibaca dan dihafal terus,” cetusnya. Agar tidak lupa hafalannya itu, Ning Wida setiap malam juga melakukan setoran, seperti saat menghafal di pesantrennya dulu. Hanya saja, setoran kali ini pada sang suami, Bahrul Ulum, yang juga hafal Al-Qur’an.

“Setiap habis maghrib sampai isya, setoran 1,5 juz, ini untuk menjaga kualitas hafalan,” katanya. Disadari, hafal Al-Qur’an itu bukan karena dirinya berada di lingkungan pesantren. Siapa pun yang mau belajar dan menghafal, pasti akan bisa. “Asal ada kemauan, kemampuan, dan guru, siapa saja bisa,” jelasnya.  (T/P005/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Ali Farkhan Tsani

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.