musibah-300x150.jpg" alt="musibah" width="494" height="247" />Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Ada manusia yang kelihatannya menderita secara jasmani, seperti baru ditinggal wafat keluarganya, atau terkena bencana alam, serta kehilangan harta benda yang dimiliknya, sehingga ia merasa sedih.
Namun bagi manusia beriman, ternyata musibah tersebut tidak membuatnya sakit atau duka dalam jiwa yang berkepanjangan. Musibah yang menimpanya tidak menjadikannya menjadi orang yang berputus asa dari karunia-Nya. Ujian yang diterimanya justru ia jawab dengan tetap beribadah kepada-Nya, bahkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Kadar iman dan takwanya mendorongnya untuk mengatakan kepada Sang Pencipta,
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali”. (QS Al-Baqarah [2]: 156).
Kata “musibah” berarti setiap kejadian yang tidak disukai (bagi orang beriman). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan sejumlah jenis musibah, antara lain : sakit, rasa lelah, resah, sedih, derita, galau, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Kata “Musibah” di dalam Al-Qur’an disebut beberapa kali, di antaranya :
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ
Artinya: “Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali). (QS Al-Baqarah [2]: 156).
Ayat ini menjadi penghibur agar kita jika tertimpa musibah jangan bersedih berlebihan dan berlarut-larut, menyesali nasib lalu berputus asa. Sebab semuanya memang hanya milik Allah. Termasuk kalau ada kematian memanggil keluarga atau saudara kita atau tetangga dan rekan kita, maka memang begitulah Allah hendak memanggil hamba-Nya ke sisi-Nya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Juga karena semua sudah tercatat di langit pada catatan Allah, ‘lauhul mahfudz’, seperti firman-Nya:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬
Artinya: “Tiada suatu musibahun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS Al-Hadid [57]: 22).
Dengan musibah itulah, Allah justru hendak menambahkan pahala buat hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Maka, ketika musibah datang, kita hendaknya menyerahkannya kepada Allah, seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpa, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,
اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا
Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripanaya”. (HR Muslim).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana akan berusaha mengobatinya sendiri dengan berbagai cara,
Pertama, dengan menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian, bencana, petaka dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak. Jadi kalau pun mendapat ujian, ya wajar saja.
Kedua, dengan melihat sekelilingnya bahwa ternyata masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar menimpa orang lain daripada musibah yang menimpa diri kita sendiri. Sehingga hati kita merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya bukan hanya dirinya saja.
Ketiga, dengan menyerahkan kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا
Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripdanaya”. (HR Muslim).
Keempat, dengan meyakini bahwa cobaan dan musibah dirasakannya adalah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu.
Begitulah, Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menyebutkan di dalam hadits, yang artinya: “Senantiasa cobaan menimpa laki-kali dan perempuan yang beriman pada tubuhnya, harta dan anaknya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Tinggal kita iringi dengan memperbanyak kalimat “Astaghfirullaahal ‘adzim” (aku mohon ampun ya Allah Yang Maha Agung), sebagai tanda kita menyerah kepada-Nya, bukti kita mengakui kelemahan diri kita dan ketidaktahuan kita akan apa rencana-Nya dan hikmah di balik semuanya, serta upaya pelebur dosa-dosa kita. Sekali lagi “Astaghfirullaahal ‘adzim”. (P4/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah