Oleh: Kurnia Muhamad Hudzaifah, Wartawan MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Lebih dua puluh tiga tahun Lukmanul Hakim mengabdi pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi saintis yang masyhur sebagai ujung tombak proses sertifikasi halal. Khadim atau pelayan “pewaris para nabi (“waritsat al-anbiya”) ini, ikhlas bekerja tanpa mengenal lelah demi kemaslahatan umat.
Tekadnya yang membuatnya dipercaya untuk kali kedua menjabat direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI). Lukmanul Hakim lahir di kota Santri Tasikmalaya, Jawa Barat, 31 Juli 1969 dari ayah yang berprofesi sebagai guru dari istri juga berprofesi “pahlawan tanpa tanda jasa” ia dikaruniai tiga anak.
Lukman telah mengabdikan setengah perjalanan usianya untuk urusan produk halal sebelum memimpin LPPOM MUI sejak 2009. Ia lebih 20 tahun terlibat dalam banyak penelitian bidang halal. ia melakukan evaluasi, pengawasan, perencanaan, hingga pengelolaan.
Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun
Setelah lulus dari jurusan Kimia Institusi Pertanian Bogor (IPB) pada 1993, ia bergabung dengan LPPOM MUI sebagai staf auditor. Karena produktivitas jajaran pengurus lembaga halal tersebut. Jabatan ini ia emban sambil melanjutkan studinya hingga merahi gelar magister sains (MSi) di bidang teknologi industri di IPB pada 2005.
Setelah menuntaskan program pendidikan di jenjang master. Ia dipromosikan menjadi wakil direktur Administrasi dan Sekretaris sistem Jaminan Halal pada 16 Agustus 2006. Tiga tahun kemudian pada 7 oktober 2009 ia mendapat mandat sebagai Direktur LPPOM MI untuk masa bakti hingga 2015.
Di sela-sela tugasnya sebagai direktur LPPOM MUI itulah Lukmanul Hakim memperkaya khasanah keilmuannya dengan mengambil gelar doctor di Islamic University of Europe, Rotterdam, Belanda.
Selain menjalan aktivitas sebagai direksi LPPOM MUI ia juga masih sempat membagikan ilmunya sebagai dosen di Universitas Djuanda Bogor di bidang teknologi pangan sejak 1995 sampai sekarang.
Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad
Atas prakarsanya, Unversitas Djuanda Bogor pada 2011 lalu mendirikan Fakultas Ilmu Pangan Halal. Hingga kini Lukman juga aktif di Masyarat Ekonomi Syariah (MES) sebagai anggota Dewan Pakar.
Ia juga salah satu pelopor penerbitan buku-buku standar sistem Jaminan Halal (HAS 23000) yang sekarang telah dijadikan standar bagi perusahan bersertifikasi halal dan referensi bagi lembaga sertifikasi halal luar negeri.
Kini Lukmanul Hakim siap menjalankan Undang-undang Jaminan Produk Halal, meski kewenangan LPPOM MUI menjadi berkurang. Kewenangan LPPOM dikurangi, tetapi peran diperlebar ke samping. (sertifikasi halal) bukan hanya meliputi makanan, obat-obatan dan kosmetika tapi juga produk guna yang lain seperti tinta pemilu.
“Sekarang tender tinta harus menyertakan sertifikasi halal MUI, juga vaksin,” ujarnya.
Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina
Pada sisi lain, Lukman menyadari sebagai pelayan utama (khadimul ulama) lembaganya tak boleh salah dalam melakukan tugas-tugasnya. Sebab kesalahan memberikan input kepada Komisi Fatwa MUI akan berdampak pada kesalahan pemberian fatwa. “Salah ngasih input maka fatwanya akan salah,”ujarnya.
Tantangan LPPOM MUI, Lukman menuturkan adalah mengkaji produk-produk diluar obat-obatan, makanan dan kosmetika. Selain itu karena berinteraksi dengan perusahan-perusahan LPPOM juga dituntut bekerja sesuai waktu yang ditentukan.
“Proses sertifikasi halal harus terhitung,” katanya, Kedepan salah satu peran LPPOM MUI adalah bersama Kadin Indonesia dan Kementerian Perindustrian turut serta dala merancang kawasan industri halal
Mandatory Halal
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandat dari pemerintah agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia dengan melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal.
Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI dalam menjalankan fungsi sertifikat halal, tahun 1996 di tandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Departemen Agama, Departemen Kesehatan (kini kementerian) dengan MUI.
MoU tersebut dikuatkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) 518dan KMA 519 tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikat halal serta melakukan pemeriksaan atau audit, penetapan fatwa dan menerbitkan sertifikat halal.
LPPOM MUI merupakan lembaga dibawah MUI salah satu tugasnya melakukan pemeriksaan dan pengkajian halal. MUI juga memiliki lembaga yaitu Komisi Fatwa MUI bertugas menetapkan fatwa berdasarkan hasil pemeriksaan LPPOM MUI sebagai lembaga audit.
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis
Dalam hal auditor, LPPOM MUI yang memeriksa produk halal merupakan kepanjangan tangan pelaksanaan tugas ulama dalam mengkaji , menganalisis titik krisis kehalalan produk dengan berbasis saintis dan teknologi. Hasil pengkajian dan analisis ini dilaporkan kepada Komisi Fatwa MUI untuk dikaji dalam sidang fatwa berdasarkan dalam sidang fatwa berdasarkan pertimbangan syar’i.
“Fatwa produk halal ini dinyatakan dalam bentuk sertifikat halal. memang bentuknya kertas, tapi itu substansi fatwa tertulis dari ulama,” tegas Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Lukman, pencapaian LPPOM MUI dalam Rekapitulasi Sertifikat Halal Tingkat Naional, setiap tahun meningkat. Pada 2011 sebanyak 623 perusahaan,860 produk halal dan 26.413 srtifikat halal. tahun 2012 yaitu 626 perusahaan, 653 produk halal dan 19.850 sertifikat halal, dan tahun 2013 adalah 832 perusahaan, 1.092 produk, dan 47.545 sertifikat halal. sedangkan tahun 2014-2015 semakin banyak.
“Pencapaian ini merupakan bukti bahwa MUI merupakan lembaga yang tepat untuk menjadi eksekutor sertifikat halal yang sudah berpengalaman selama 27 tahun,” ucapnya.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Lukmanul Hakim menjelaskan, selama ini kebijakan mendaftarkan produk makanan kepada MUI untuk mendapatkan sertifikat halal dan logo halal bersifat voluntary (sukarela). Kini sertifikasi halal bersifat mandatory (wajib) setelah ada Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). “Ini menunjukkan bahwa negara hadir ditengah-tengah umat,” ujarnya.
Meski demikian, papar Lukman, selama ini memang ada anjuran bagi para produsen makanan, maupun perusahaan restoran untuk mendaftarkan produknya, termasuk dalam kategori halal atau tidak. Tapi sifatnya tidak wajib. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tntang JPH belum bisa mengeksekusi para produsen, karena masih dalam tahap sosialisasi. Rencananya UU ini baru bisa berlaku tegas pada 2019.
Lukman menyebutkan beberapa perusahaan makanan memang tidak lagi memperpanjang sertifikat halalnya, sikap ini adalah hak perusahaan. Sayangnya MUI sendiri belum bisa memaksa perusahaan tesebut untuk memperpanjang sertifikat halanya.
Beberapa nama perusahaan bahkan sudah sejak 2008 masa sertifikat halal mati. Ada beberapa perusahaan yang bahkan nyata-nyata tidak ingin mendaftarkan produknya ke MUI.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Ia juga mengakui selama ini memang belum banyak masyarakat yang tahu tentang beberapa nama brand yang sudah tidak memiliki sertifikat halal. “Kini semua produk makanan berkewajiban mendaftarkan produknya untuk diuji kehalalannya, kami usahakan sebelum 2019 semua makanan di Indonesia sudah bisa dibedakan mna yang halal mana yang tidak, kita akan mulai tertibkan,” ucap Lukman menandaskan. (L/P002/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia