Jakarta, MINA – Popularitas saat ini menjadi buruan bagi banyak pemimpin atau calon pemimpin, akan tetapi menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menjadi seorang pemimpin juga harus siap dengan ketidakkepopuleran.
Guru Besar Bidang Pendidikan Islam ini menjelaskan, setiap kebijakan yang dikeluarkan atau dibuat oleh seorang pemimpin mesti memiliki resistensi. Bahkan kebijakan yang dibuat oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa pun masih dipertanyakan, lihat sejarah pengangkatan panglima perang Usamah bin Zaid yang masih muda, padahal saat itu ada Khalid bin Walid.
“Tapi begitu keputusan sudah diambil, azam kita sudah bulat, maka apapun resikonya, apapun yang terjadi itu harus kita laksanakan dan inilah yang menurut saya menjadi bagian penting dari seorang pemimpin, yaitu menjadi pemandu.” kata Mu’ti seperti dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Selasa (30/5).
“Pimpinan itu harus berani mengambil langkah yang tidak populer. Dia mungkin tidak disukai orang dengan kebijakannya itu, tetapi ketika dia yakin itu adalah keputusan yang terbaik. Ketika dia yakin bahwa itu adalah hasil musyawarah maka Quran mengingatkan faidza azamta fatawakkal alallah.” imbuhnya.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
“Karena tidak semua kebijakan itu menyenangkan semua pihak, kalau kita mengambil sebuah kebijakan baru, itu mesti ada orang yang resisten ketika dia merasa tidak diuntungkan oleh kebijakan baru tersebut.” katanya.
Mu’ti juga menjelaskan, kepemimpinan sebagai pihak otoritatif berbeda dengan otoriter. Selain itu di dunia disruptif, pemimpin harus memiliki leadership agility, yaitu pemimpin yang memiliki kemampuan beradaptasi, yang menyesuaikan perubahan-perubahan, serta memiliki kecerdasan untuk menangkap arah perubahan itu.
“Perubahan-perubahan itu mesti terjadi dan perubahan-perubahan itu tidak bisa kita selesaikan dengan formula yang sama, karena setiap peristiwa tentu memiliki konteks dan memiliki latar yang berbeda-beda.” kata Mu’ti.
Dengan demikian, maka agility juga harus disertai dengan kreativitas. Mu’ti menyebut, kreativitas tidak selalu mahal, kreativitas bisa dilakukan dengan cara sederhana tetapi mining full. Kreativitas itu bisa dilakukan dengan cara-cara yang sederhana tetapi bisa membuat hal yang besar dan luas biasa. (R/R5/P2)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Mi’raj News Agency (MINA)